Scorching Stone : Pt 4. Battle of Orken

1 0 0
                                    

Thiv juga menjelaskan bahwa memang kita sudah memenangkan pertempuran ini tapi masih ada satu pasukan musuh yang tersisa, Thiv mengira bahwa itu adalah pasukan dari komandan dan kami akan menghabisinya lusa. Aku bertanya kenapa tidak besok hari saja, Thiv menjawab bahwa banyak prajurit yang kelelahan dan lagipula jumlah dari mereka yang sudah lebih sedikit dari pasukan kami jadi mereka tidak mungkin menyerang duluan dan lagipula ini sudah menjadi keputusan markas untuk menyerang mereka lusa, aku mengiyakan dan kembali ke tendaku. Aku menemukan Zahar dan Mien sudah berada di tenda, mereka bertanya tentang apa yang aku bicarakan kepada Thiv dan yang lainnya, aku menjelaskan kepada mereka apa yang akan kami lakukan selanjutnya, aku juga menyampaikan bahwa untuk Mien ikut bertempur atau tidak akan melihat perkembangan dari keadaannya, bila memang dirasa belum terlalu pulih maka dia tidak akan ikut untuk bertempur tapi Mien bersikeras padaku meminta agar dia diperbolehkan untuk bertempur.

Aku bertanya pada Mien tentang apa yang terjadi pada hari dia dikalahkan dan pasukannya dihabisi oleh si menghilang, dia bercerita bahwa hal itu terjadi begitu saja mengingat juga jumlah pasukan dari regu Mien yang memang sedikit yaitu dua puluh orang saja. Dia bercerita mulai dari aku melompati pertahanan musuh dan menyerang dari sana, bahwa setelah itu pasukan Mien terus memanah tapi tetap saja tidak bisa lagi menembus pertahanan dari pertahanan musuh. Dan itu terjadi begitu saja, tiba-tiba dari belakang pasukannya serasa ada yang menabrak seperti kuda, tidak hanya satu kuda melainkan jumlahnya puluhan. Beberapa dari pasukan Mien mati terinjak dari kuda-kuda itu, aku membenarkan pada Mien bahwa mereka tidak menggunakan kuda tapi hewan seperti kambing yang memang sebesar kuda. Mien bercerita pada saat itu pasukannya mati satu persatu, mereka tampak kebingungan tapi Mien sudah menyadari bahwa ini adalah pasukan yang bisa menghilang yang kemarin aku bicarakan tapi dia tidak bisa berbuat banyak selagi pasukannya dihabisi, setelah pasukannya berhasil dihabisi dia seperti dipukuli dari berbagai arah dan jatuh pingsan, kemudian terbangun di dalam jeruji besi yang ada di goa tersebut, Mien juga bercerita bahwa dia disiksa dengan cambukan sambil si menghilang menanyainya dengan bahasa yang Mien tidak mengerti, Mien tapi tahu bahwa pertanyaan itu mengarah pada sebuah informasi pasukan kita, untung saja untuk luka fisik akan segera pulih jadi luka cambukan itu sudah tidak lagi berbekas di badan Mien. Tapi, tetap saja, bisa kalian bayangan, tubuh kalian akan dilukai, rasa sakitnya, dan tubuh kalian kembali lagi dalam keadaan semula dan siksaan itu kembali lagi, rasa sakit yang akan ada selamanya tanpa henti, aku pasti akan berharap mati atau menghilang daripada disiksa dalam siksaan seperti itu. Setelah Mien selesai bercerita aku memberikan mereka saran untuk tidur dan beristirahat.

Keesokan harinya aku melakukan hal-hal yang seperti sebelumnya, bangun dan pergi ke tenda untuk mengambil sarapan dan berbincang-bincang dengan yang lainnya, tapi kali ini bukan tanpa maksud, aku memerintahkan Mien untuk berbincang dengan yang lainnya dan kembali menggali informasi tentang Jorri, aku harus mengetahui apa yang terjadi padanya. Setelah selesai sarapan aku kembali bertemu dengan Achdiet, aku bertanya tentang keadaannya dan bagaimana pengalaman pertamanya dalam bertempur kemarin, akhirnya dia menceritakan apa yang terjadi padanya kemarin, seperti biasa Achdiet bertempur menggunakan pedang bermata dua dan memang tidak berada di barisan utama karena dia merupakan prajurit dari regu yang dipimpin oleh Thiv. Dia menceritakan bahwa Thiv juga handal dalam menggunakan senjata seperti tombak meskpun vecku yang dimiliki oleh Thiv hanya berfungsi pada panahnya. Pada awalnya Achdiet merasa gugup apalagi semasa kuda mereka terpacu kencang menuju pasukan musuh tapi itu semua hilang dan berubah menjadi rasa takut, sama seperti yang kurasakan bahwa rasa takut itu juga tiba-tiba hilang dan tidak ada rasa apa-apa selanjutnya, hanya kehampaaan hati dan tubuhnya yang bergerak dengan irama detak jantungnya yang semakin kencang. Dia juga bercerita bahwa sekarang dia sudah tidak takut akan pertempuran, memang pertempuran ini sedikit mudah bagi mereka karena memang tidak ada akame yang mempunyai pangat tinggi pada pertempuran ini dan mereka dalam situasi terkejut akan serangan kita yang secara tiba-tiba dan juga adanya Lephon juga pasukan lainnya yang berada di kemah dan terus memantau dan diluhat oleh markas membuat mereka hanya fokus untuk bertarung dan sedikit berimprovisasi tanpa harus memikirkan rencana yang rumit dan juga mereka mempunyai mata untuk mengetahui situasi pertempuran, tapi ini bagus, ini bagus untuk meningkatkan kepercayaan diri bagi para prajurit yang baru pertama kali merasakan pertempuran seperti Chen dan Achdiet bahkan Xavier sekali pun, meskipun aku Xavier mempunyai kemampuan fisik dan insting bertarung yang lebih dari orang-orang lain tapi tetap saja situasi mendesak yang ada dalam pertempuran bisa membuat siapa saja menjadi blunder, dalam pertempuran kita tidak boleh kehilangan satu detik pun konsentrasi.

SfirillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang