Scorching Stone : Pt 6. New Facts

2 0 0
                                    

Si komandan sudah melihatku dan mengetahui apa yang akan aku lakukan selanjutnya, petir sudah mengalir di sekujur pedangku, aku bisa merasakan kekuatan besar dari petir ini. Sepertinya si komandan tidak begitu memperdulikan serangan dari Achdiet dan juga Xavier, dia terfokus kepadaku dan sepertinya berpikir untuk mengantisipasi seranganku selanjutnya, dia berlari ke arahku dan mengayunkan kapaknya dari atas, aku menahannya dengan perisaiku, serangannya yang kuat membuatku berlutut untuk menahan serangannya, kapaknya menancap di perisaiku dan juga sedikit menembus ke zirahku, melukai tangan kiriku, dengan menancapnya kapaknya di perisaiku, aku berpikir bahwa ini adalah sebuah kesempatan, kesempatan bagiku untuk menyerangnya, aku hujamkan pedangku yang penuh dengan energi dan tenaga petir ini ke badannya, shockwave dan impact yang sebelumnya terjadi kini terjadi lagi, tapi dengan kuda-kuda yang tertanam di pasir-pasir ini membuat stance-ku lebih kuat dari sebelumnya aku bisa melihat ada keretakan yang lumayan besar pada zirah badannya, dia menyadari bahwa seranganku sangatlah berbahaya dan langsung menendangku yang sedang berlutut dengan kaki kirinya, aku terpental jauh, aku bisa malihat dia mencoba menutupi bagian zirahnya yang retak dengan tangan kirinya yang sudah buntung itu, Thiv menghampiriku untuk melihat keadaanku, aku berkata bahwa aku tidak apa-apa dan hanya ada luka bekas kapaknya di tangan kiriku serta aku yang kahilangan perisaiku, aku melihat si komandan melepas perisaiku yang menancap pada kapaknya dan kembali berjalan ke arah ku, aku memberikan perintah kepada Thiv untuk memberikan panah petirnya ke Xavier, aku juga berteriak tentang apa yang akan dilakukan Thiv pada Xavier. Xavier sekarang berada di belakang agak menyerong dari si komandan, Thiv bersiap untuk memanahkan kembali petirnya dan petir itu akhirnya sampai pada pedang Xavier, si komandan menyadari hal itu dan langsung berbalik arah untuk mengantisipasi serangan dari Xavier, Xavier melompat dan melakukan serangannya dari atas dan si komandan dengan mudah menangkisnya dengan kapaknya, karena tidak ada pijakan atau dorongan yang bisa digunakan Xavier, maka dia terhempas oleh kekuatan serangannya sendiri. Sudah beberapa kali kami menggunakan metode yang sama tapi eksekusinya lebih sulit dari sebelumnya, pada saat eksekusiku, aku bisa menancapkan kapaknya pada perisaiku dan membuatnya tidak mempunyai pertahanan untuknya dapat menahan seranganku, sekarang dengan rusaknya perisaiku aku tidak dapat lagi melakukan hal yang sama, aku harus bisa melakukan hal yang sama, minimal dengan konsep yang sama, aku mencoba melihat ke kanan dan kiriku, apakah ada yang menggunakan perisai, memang beberapa prajurit menggunakan perisai tapi yang aku lihat perisai mereka sangat tipis dan rapuh untuk menahan serangan kuat dari si komandan, sedangkan perisaiku sudah aku kuatkan lagi di kemah dan membuatnya berbeda, serta lebih kuat dari perisai prajurit pada umumnya. Kami sudah kesulitan, tidak bisa melakukan hal yang sama lagi dan juga kami sudah kelelahan, sampai kapan kesempatan selanjutnya akan tiba.

Saat itu, satu serangan itu, mengenai sasarannya, satu serangan dari si komandan berhasil mengenai Achdiet, tapi, bukannya dia menghindar atau menjauh pasca serangan yang mengenainya, dia malah memegang kapak dari si komandan.

"Tidakkk!!!" Teriak dari Xavier, dia melihat kapak itu sudah menancap di badan Achdiet selagi dia memegang kapak itu agar tetap menancap di tubuhnya, darah mengalir deras dari tubuh Achdiet yang hampir terbelah dua oleh kapak si komandan.

"seseorang mengatakan kepadaku, kita tidak boleh menunggu sebuah kesempatan, kita harus bisa membuat kesempatan itu sendiri." Ujar Achdiet yang sudah sekarat. Aku tidak bisa berkata apa-apa, hanya terdiam di sana, sambil mengetahui bahwa seseorang yang aku kenal akan mati sebentar lagi, iya, aku sudah mengetahui dan tahu betul bahwa Achdiet akan mati.

"sekarang saatnya, Achdiet menancapkan kapak itu pada tubuhnya agar kita bisa menyerang dengan teknik petir itu lagi. Thiv, tembakan petirmu pada pedangku!!" Thiv tidak berkomentar apa-apa dia langsung menembakan petirnya pada pedangku.

Lagi-lagi aku bisa merasakan kekuatannya, aku bisa merasakan hal yang lain, yaitu sebuah kesempatan emas untuk membunuh si komandan. Dengan cepat aku berlari ke arah komandan, aku mencoba untuk menghujamkan pedangku pada dadanya, letak keretakan pada zirahnya, sambil berlari aku melihat Achdiet, darah sudah sangat deras keluar dari tubuhnya, matanya sudah memerah, dan mulutnya juga mengeluarkan darah mengalir dan membanjiri pasir yang ada dibawahnya, mata itu, mata yang sudah kehilangan energi hidupnya, mata itu sama, sama seperti dengan si pedang besar disaat akhir hayatnya, aku menoleh ke depan lagi, menuju targetku, si komandan. Pedangku, sudah berada di depan zirahnya persis, seperti serangan yang sebelumnya, ada sebuah getaran hebat akan energi dan kekuatan yang hebat yang terasa di sekujur tubuhku.

SfirillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang