Wind's Howling : Pt 1. A Hot Rod

2 1 0
                                    

Angin kencang, atau bisa aku katakan angin topan yang dicipatakan Hartwell sangat besar hingga membuat raksasa itu melakukan posisi bertahan, dan beberapa pasukan musuh juga dalam posisi bertahan, anginnya sangat kencang tapi angin ini belum bisa menghasilkan kerusakan yang besar, jadi aku terpikir sebuah ide untuk menggunakan angin ini. Aku memberikan isyarat pada Hartwell untuk memutar tombaknya lebih cepat dan apakah bisa membuat output yang lebih kencang lagi, setelah beberapa kali mencoba ternyata output yang dikeluarkan bisa sedikit lebih besar dari sebelumnya hanya saja belum memiliki dampak yang merusak. Aku memerintahkan Durir untuk mempersiapkan bornya kembali, aku akan menggunakan angin ini sebagai dorongan dan bukan senjata. Aku mempunyai sebuah rencana dimana Durir melompat dan akan terus mempunyai sebuah dorongan atau momentum untuk terus melaju dikarenakan adanya angin besar ini, dan sepertinya berhasil, dia sudah sedikit lagi mengenai pelindung kepalanya, kali ini ntah mengapa, apakah karena akurasinya yang bagus atau karena memang lompatannya yang terasa pas, serangan bornya tepat mengarah kepada bagian mata, tapi pelindung kepala di bagian mata dari raksasa ini tidak bolong melainkan tertutup dengan besi dan terdapat bolongan-bolongan kecil seperti mata lebah. Bor itu terus berputar dan berputar tanpa henti mencoba untuk menerobos bongkahan besi itu. prangg!!! Suara besi yang terbelah dan sudah tertembus oleh bor itu, aku berteriak agar dia tidak berhenti hanya dengan rusaknya helm dari si raksasa, dengan bantuan angin dari Hartwell dia mungkin bisa sampai menembus kepalanya juga. Bor itu terus melaju, sama seperti serangan sebelumnya, darah mengalir deras dari lubang matanya dengan adanya gaya dari angin, darah itu tidak mengalir ke bawah melainkan ke belakang. Raksasa itu berteriak dengan kencangnya, aku tahu dia kesakitan, dia pun sedikit menggila dengan menyerang secara acak, karena kami sudah menjaga jarak dari raksasa itu maka serangannya tidak mengenai apapun, hanya serangan kepada ruang kosong. Teriakan dan suaranya tiba-tiba terhenti, bukan karena rasa sakitnya yang hilang tapi karena nyawanya yang sudah hilang, Durir berhasil menembus sampai ke kepala belakangnya, aku meminta Hartwell untuk menghentikan veckunya, raksasa itu tumbang dan bernasib sama dengan raksasa yang satunya, yaitu mati di tangan kami. Yang tersisa hanyalah pemimpinnya, atau aku bisa katakana tuannya, terserah diksi mana yang kalian pilih. Dia turun dari keretanya, mengacungkan pedangnya ke atas, lalu mengacungkan pedangnya ke depan, itu sebuah pertanda, pertanda untuk pasukannya agar menyerang kami. Dengan acungannya itu, pasukannya berlari ke arah kami dan berteriak keras.

Aku mengisyaratkan pada Hartwell untuk kembali menggunakan kemampuannya, seraya pasukan musuh langsung berhenti karena tidak kuat menahan angin yang kencang dari Hartwell. Menurutku ini sedikit merugikan, bertempur dengan seluruh pasukan, perjalanan kami tidak berhenti di sini, masih ada pertempuran yang bahkan kami tidak tahu akan menjadi sebesar apa nanti, bila kami menghabiskan banyak pasukan di sini, mungkin kami tidak bisa bertahan pada pertempuran selanjutnya. Angin ini sengaja dibuat agar pemimpin mereka maju sendiri dan kami melakukan pertarungan biasa dan bukan peperangan, hal ini lebih cepat dan efektif dilakukan dalam pertarungan skala kecil seperti ini. Aku memberikan gestur pada pemimpin mereka untuk maju sendirian, aku memberikannya ruang untuk itu, kami tidak menyerangnya sampai dia bisa keluar dari angin kencangnya Hartwell. Dia sepertinya mengerti dan berjalan maju dengan perlahan dan akhirnya bisa keluar dari angin kencangnya Hartwell. Kami sudah saling berhadapan satu sama lain, suasana menjadi tegang, semua orang terdiam. semua orang yang berada di sini tahu bahwa duel akan terjadi di sini, ddan itu pasti antara aku dan dia. Dia melesat ke arahku dengan pedangnya yang berornamenkan tengkorak hitam itu, aku menyambutnya dengan perisaiku, sebenarnya aku bisa saja menghindar tapi aku ingin mencoba seberapa kuat dan hebat perisai ini sekarang, ternyata aku bisa menangkis serangan dari senjata seorang pemimpin pasukan dan perisai ini bahkan tidak tergores sedikitpun. Aku menyerangya dengan tebasan-tebasan pedangku tapi dia berhasil menangkisnya, aku tidak menyerah, beberapa manuver gerakan menyerang aku lakukan tapi memang tidak bisa mengenainya, memang sebuah kemampuan yang aku harapkan dari seorang pemimpin pasukan. Dia memajukan kaki kirinya dan memegang pedangnya dengan kedua tangannya dan mengayunkannya dari sisi kiriku, tubuhnya sedikit memutar sebagai momentum dari serangannya, dan lagi aku menyambutnya dengan perisaiku, seperti sebelumnya tidak terjadi kerusakan pada perisaiku tapi tenaganya yang besar membuat tubuhku sedikit bergeser ke kanan, aku mencoba menanamkan kuda-kudaku ke tanah untuk menahan serangannya, tapi dia terus mendorong pedangnya sehingga sepertinya kuda-kudaku akan gagal untuk menahannya, selain tubuhnya dan tenaganya yang memang lebih besar dari rata-rata manusia juga tubuhku yang sedikit lebih kecil dari rata-rata orang kebanyakan, perbedaan ini yang membuatku pasti akan kalah hanya dengan menggunakan kekuatan saja, aku harus melakukan hal lain. Aku mencoba menyerangnya dengan mengayunkan pedangku tapi dia bergerak ke arah kiri sambil terus mendorong pedangnya. Posisinya yang mendorongku ke kirinya sepertinya tidak menghasilkan sesuatu yang dia inginkan, hal ini disebabkan oleh dalam posisi ini, tuas untuk mendorong sangatlah berat, dia mendekatkan dan mengubah posisinya sehingga dia mendorongku dari depan dan mendorongku ke belakang, dengan posisi ini dia melupakan sesuatu, dia berada di depanku dan akan dengan mudahnya aku bisa menghabisinya. Aku mencoba untuk menghujamkan pedangku padanya, dia bisa sedikit melakukan feint untuk sedikit menghindar dari seranganku, tapi hanya itu yang bisa dia lakukan, sebuah pergerakan kepala yang sangat sedikit. Sepertinya dia menyadari bahwa serangan yang kulakukan ini bisa suatu saat mengenainya dan membunuhnya, oleh karena itu, dia melepaskan beradunya pedangnya dan juga perisaiku dan menggunakan serangan lainnya, aku bisa melihat serangan berikutnya dan dengan cepat kembali mengangkat perisaiku kembali, tapi waktu dari hantaman yang aku harapkan sepertinya agak lama dari yang kuperkirakan, dan ternyata benar, dia tidak menyerangku dengan pedangnya melainkan dengan spinning kick. Dorongan yang ditimbulkan dari sebuah spinning kick lebih besar dari hanya sebuah ayunan pedang karena dia menggunakan seluruh beban tubuhnya dan dipusatkan pada satu titik serangan dorongan yaitu telapak kakinya, dengan dorongan yang besar dan juga serangan yang cepat aku tidak bisa menahan serangannya, aku terpental sedikit jauh, untungnya dia menendang hanya perisaiku saja dan tidak mengenaiku secara langsung, kalau kena, serangan tersebut bisa berbahaya. Dia tidak membuang waktunya dan segera menyerangku lagi disaat aku terjatuh, aku bisa memprediksi bahwa dia menyerang lagi dan aku juga tidak akan membuang waktuku untuk merasakan sakit ini dan juga berlama-lama terduduk di tanah. Aku menghindari serangannya, dia berusaha menghujamku dengan pedangnya, karena aku menghindar maka pedangnya menancap di tanah dan membutuhkan sedikit waktu untuk melepasnya, meskipun hanya sepersekian detik, aku memanfaatkan jeda waktu itu untuk menyerangnya, aku memukulnya dengan perisaiku ke arah kepalahnya. Seranganku belum sempurna tapi aku sudah merasakan adanya serangan lain, ini adalah pertarungan jarak dekat, dia menggunakan lutut kirinya untuk mencoba menyerangku, aku yang bisa merasakan serangannya segera menghentikan seranganku dan mengarahkan perisaiku ke bawah untuk menahan serangan lututnya, aku sedikit terpental ke atas, dengan aku yang sedikit melayang di udara maka aku tidak bisa banyak bergerak dalam situasi ini, dia memanfaatkan situasi ini dengan mencoba memukulku dengan tangan kanannya, aku juga bisa merasakan serangan tersebut dan mencoba untuk menahannya dengan perisaiku. Serangan tangan kanan merupakan serangan dengan tenaga paling besar, meskipun aku menahannya dengan perisaiku, dengan tenaga yang besar dan juga aku tidak memiliki gesekan dan friksi untuk menahan tubuhku karena posisiku yang tidak bertapak di tanah, aku terpental dari serangannya dan sedikit berguling untuk mendistribusikan gaya dari serangan itu. Dengan cepat dia bergerak ke arahku dengan mengayunkan pedangnya secara silang, aku menangkisnya dengan pedangku, dia langsung menarik pedangnya kembali dan mengayunkan pedangnya dari kiriku, aku pun langsung menepisnya kembali dengan perisaiku, dia kembali mengangkat pedangnya dan akan melakukan serangan yang sama, aku sudah bisa melihat alur serangannya memilih untuk tidak menangkis serangannya lagi, aku bergulir ke arah kananku untuk menghindari serangannya, aku bisa melihat kakinya dari sini, aku berusaha menyerang kakinya dari sini tapi dia mengayunkan pedangnya ke belakang untuk menangkis seranganku dan juga berbalik badan untuk menghadap ke arahku, aku yang menyadari kalau posisi ini sedikit tidak menguntungkan, aku langsung berguling ke belakang dan berdiri. Kami berdua saling bertatapan, kami tidak melakukan apa-apa selain melihat satu sama lain, memperhatikan satu sama lain, membaca satu sama lain. Dia mengangkat pedangnya di atas kepalanya, dengan jarak seperti ini aku tidak yakin kalau dia akan menyerang, lama-kelamaan pedangnya sedikit berwarna merah khususnya di bagian bilahnya. Semakin merah dan semakin merah sampai akhirnya, tidak, bukan pedangnya yang berubah warna menjadi merah, tapi, pedangnya menjadi panas, sangat panas, jadi inilah kekuatannya, inilah kemampuannya, inilah vecku, ini sudah kali kedua aku melawan akame yang menggunakan vecku setelah si menghilang, kali ini dia mempunyai tipe vecku yang lain, apakah aku bisa menang? Aku tidak tahu, tapi mungkin, tidak, bukan mungkin, tapi harus. Dia berjalan maju sedikit, di bawahnya terdapat perisai dan juga tubuh prajurit yang sudah mati tergeletak, dia menghujamkan pedangnya ke perisai dan juga tubuh prajurit tersebut, aku bisa melihat pedang itu masuk dan menancap lebih cepat dari biasanya, iya, karena pedang itu sangat panas disaat dia bersentuhan dengan sebuah objek, selain terbelah maka objek itu juga akan meleleh karena panasnya, aku mengerti, dia ingin menunjukan kemampuannya yang hebat itu untuk membuatku takut, tapi sayangnya tidak, pertunjukan ini malah membuatku mempunyai ide sampai waktu itu datang. Dia berjalan lagi ke arahku dengan lebih cepat kali ini, kali ini dia berencana untuk menyerang dengan sungguhan, tebasan pertama sudah dilayangkan, aku menghindar dari seranganya, sesaat aku bisa merasakan panas dari pedang itu dan aku bisa katakan bahwa panas dari pedang itu tidak main-main. Dia terus menyerangku tapi aku berubah strategi, aku tidak lagi akan menangkisnya dengan perisaiku, bisa-bisa perisaiku terbelah menjadi dua, atau bahkan tanganku yang terpotong, aku lebih memilih untuk menghindar sekarang untuk bertahan dari serangannya. Ada satu yang terlintas di pikiranku, kalau bilah pedangnya menjadi panas, bahkan sangat panas, sebagai besi yang panas biasanya besi tersebut dapat bengkok lebih mudah daripada besi yang dingin, setidaknya itulah hal yang dapat aku ketahui dalam fisika dasar, pertanyaannya, apakah hukum fisika berlaku pada pedang itu? atau bahkan apakah hukum fisika berlaku pada dunia ini? Karena sejauh ini, dunia ini sudah merusak hukum biologi, tapi aku tidak tahu apakah dia juga akan merusak hukum fisika atau tidak. Aku berteriak, kepada prajurit yang lain dan bertanya, apakah diantara mereka ada yang menggunakan gada atau kapak, aku butuh senjata yang lebih tebal dari sekedar pedang. Salah satu dari mereka menjawab dan melemparkan kapaknya, sebuah kapak bermata satu, ukurannya cukup besar, aku bisa menggunakan ini. Aku melaju sedikit demi sedikit, aku ingin sampai di ujung dari reach senjataku ini, aku tidak ingin masuk lebih dalam dan juga tidak ingin terlalu jauh hingga aku tidak bisa menyerangnya. Setelah aku sampai pada jarak serang dari senjatanya, tidak basa-basi lagi dia langsung menyerangku dari atas, aku mundur sedikit untuk menghindari serangannya, lagi-lagi serangannya seperti keterusan dan sedikit menancap di tanah, ini adalah sebuah kesempatan untuk mencobanya, dengan cepat aku mengayunkan kapakku pada pedang itu, secara teknis kapak ini lebih tebal dari pedangnya, harusnya bisa sedikit membengkokan pedang itu. Tidak seperti yang aku duga, ternyata kapakku yang tertancap pada pedangnya, pedangnya membelah kapakku dan berhenti di tengah, sial. Mengetahui bahwa pedangnya ternyata lebih bahaya dari apa yang kubayangkan sebelumnya, aku segera bergerak mundur dan mengambil jarak yang lumayan jauh. Dia menarik pedangnya dan mencabut kapak yang tertancap di pedangnya, melihatnya sebentar dan melemparnya, sungguh pedang yang hebat, dia mengacungkan pedangnya ke arahku sebagai tanda untuk menantangku agar tidak selalu kabur dari serangannya. Aku terpikirkan sebuah cara kedua tapi akan sulit untuk melakukannya, aku harus beradaptasi dulu dengan teknik-teknik yang aku butuhkan untuk bisa melakukannya. Aku kembali teriak pada pasukanku untuk meminta sepuluh pedang dan kalau bisa pedang yang bukan merupakan pedang pribadi mereka dan hanya pedang cadangan yang memang dibuat massal oleh markas, mereka melemparkan sepuluh pedang senjata cadangan mereka, aku menancapkan pedang itu satu persatu dan menyayatkan pedangku pada sarungnya dan menggantungkannya dia pinggangku, aku mengambil salah satu pedang itu dan mulai bergerak maju, dengan reflek karena kedatanganku dia langsung menyerangku, aku tidak berniat untuk menangkisnya secara frontal dengan senjataku karena aku tahu bahwa lagi-lagi dia akan membelah senjataku, jadi aku berniat untuk menepis dan mengalirkan serangannya dengan pedangku tapi hal itu sangat sulit dilakukan karena aku tidak pernah menggunakan teknik itu meskipun pernah melatihnya beberapa kali, itulah mengapa aku membutuhkan pedang-pedang ini sebagai latihan, karena aku tidak ingin pedangku yang menjadi korban dalam pertarungan ini. Aku mencoba untuk melakukan teknik itu, tapi tentu saja tidak berhasil pada percobaan pertaa atau bisa aku sebut gagal total, pedangku langsung terbelah sesuai dugaanku, aku bergerak mundur ke belakang untuk mengambil pedang kedua, aku kembali maju dan mencoba menyerangnya, dia menghindari seranganku dan kembali melakukan counter dengan mengayunkan pedangnya, inilah saatnya aku mencoba lagi teknik itu, aku mengayunkan pedangku, tapi tetap saja peraduan yang aku harapkan menjadi sangat mulus tidak terjadi, selalu kasar yang membuat pedangku langsung terbelah lagi. Lagi-lagi aku bergerak mundur dan mengambil pedang ketiga, kali ini dia yang menyerangku duluan, mungkin dia sudah tidak sabar dengan permainanku yang sangat pelan, aku menghindar ke arah kanan dan dia terus mengikuti pergerakanku, ada satu hal yang dia lupakan, disaat aku menghindar dia harusnya membereskan semua persediaan pedangku tapi dia malah terus mengikuti pergerakanku, sama seperti pedangnya, mungkin dia adalah seorang akame yang mudah emosi, itulah kenapa dia selalu melakukan serangan-serangan yang cukup berat, karena dia ingin menuntaskan pertarungan ini dan juga hawa napsunya. Aku berhenti bergerak, dia juga berhenti tidak jauh di depanku, lagi-lagi dia menyerangku dengan serangan berat, aku bisa melihatnya, sekali lagi aku mencoba untuk mengalirkan serangannya, impact sudah bagus, tapi gerakanku sangat kaku untuk mengalirkan serangannya, sehingga pedang kami saling mengikat satu sama lain, karena pedangku yang tidak kuat menahan panasnya, maka pedang itu sedikit meleleh dan menjadi sangat panas hingga ke gagangnya, aku yang merasakan panas tersebut langsung melepas pedangku, bermanuver untuk melewatinya dan segera melesat menuju persediaan pedangku untuk mengambil pedangku yang selanjutnya. Setelah aku mengambil pedang itu, aku langsung melesat ke arahnya, dan mencoba memancingnya kali ini dengan menyerangnya duluan, dia menghindari sekitar tiga seranganku dan mencoba untuk menangkis serangan selanjutnya, bila seranganku ditangkis dengan frontal oleh pedangnya, maka pedangku akan kembali menjadi bubur hangat karena panas dari pedangnya itu, dengan cepat aku menarik pedangku dan memukulnya dengan perisaiku dan segera bergerak sedikit mundur.

SfirillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang