Scorching Stone : Pt 2. We Meet Again

1 0 0
                                    

Aku bangun pagi-pagi sekali, aku lihat Zahar sudah keluar dari tenda, seperti biasa aku memulai sarapan pagi dan persiapanku. Aku juga memoles zirahku dan mengasah pedangku untuk menjadi semakin tajam dan juga mengkilap, aku tahu bahwa kilatan ini selanjutnya akan ditutupi oleh darah pekat para akame yang berhasil aku tebas, aku juga mencoba sesuatu yang baru, aku mengambil sebuah perisai besi berbentuk bulat yang tidak begitu besar setidaknya bisa melindungi bagian tengah tubuhku. Saatnya tiba, aku menaiki kudaku dan melihat kebelakang, aku ingin melihat mereka, mungkin ini adalah saat terakhir aku melihat pasukanku, ntah mereka yang akan mati atau aku yang akan mati. Kami maju dengan kuda kami, melesat jauh, derai pasir yang mengenai tubuhku dan suarag gemuruh dari pacuan kuda ini, sekali lagi, membuat darahku mengalir dengan cepat. Perjalanan kami cukup singkat, tidak beberapa lama kami sudah bisa melihat barisan phalanx yang mereka dirikan pada barisan paling depan, aku masih bisa melihat sisa-sisa pertempuran beberapa hari lalu, mereka belum membersihkannya, apa karena mereka tahu bahwa kami akan datang? Aku melihat beberapa prajuritku bermuka pucat melihat semua mayat yang kita lewati, mereka sedang berpikir bahwa mereka mungkin akan menjadi seperti itu.

Seperti sebelumnya, kami semua melompati formasi itu seperti sebelumnya, mereka tidak belajar sama sekali bahwa formasi ini sudah bisa ditembus sekarang, apa mungkin mereka tidak tahu dan mengantisipasi bahwa kami akan membawa pasukan sebanyak ini? Pasukan kami berpisah sesuai dengan tugasnya masing-masing, beberapa pasukan lain melanjutkan perjalanan mereka dan pasukanku akan tinggal di sini untuk sementara, aku harus menyelesaikan ini. Aku terus menebas mereka dari kudaku, tapi ini bukan gayaku, aku tidak begitu pandai bertarung dengan kuda dan aku juga jarang berlatih dengan kuda, aku menuruni kudaku dan menyuruhnya untuk pergi. Ada lima akame yang mendekatiku, hahahaha, aku tertawa sedikit, inilah saat yang kutunggu, untuk membunuh kalian semua. Satu dari mereka maju dan mengayunkan pedangnya, aku bisa menangkisnya dengan dengan perisai baruku dan aku hujamkan pedangku ke tubuhnya, disaat aku menarik pedangku dari tubuhnya darah bertumpahan ke seluruh tempat. Mereka tidak akan maju satu-persatu kali ini, mereka langsung maju semuanya, empat akame? Mudah sekali, aku bisa menebas mereka dengan cepat bahkan aku tidak menangkis mereka dengan perisaiku, hanya melesat dan menghindar dengan cepat. Aku terus dan terus menebas mereka satu persatu, aku tidak bisa melihat Zahar, tapi masa bodoh, tugasku sekarang sudah jelas, aku akan menghabisi mereka semua, aku mempunyai pasukan yang lebih banyak dari sebelumnya dan pengalaman yang lebih banyak dari sebelumnya, aku tidak boleh dan bisa gagal dalam pertempuran ini. Disaat aku menebas makhluk-makhluk biadab ini, aku melihatnya, agak jauh di depanku, si pedang besar, dia ada di sana. Aku mencoba terus mendekatinya sambil menebas semua musuh yang mendekat ke arahku dan akhirnya kami bertemu, kami bertatapan satu sama lain, dia mengenaliku, dia menatapku, harusnya dia tahu bahwa tatapan ini bukan tatapan orang yang bingung harus berbuat apa, tapi ini sebuah tatapan kebahagiaan.

Dengan cepat dia melesat ke arahku, aku menangkisnya dengan perisaiku, tidak hanya satu serangan, dia juga melancarkan beberapa serangan, aku tidak bisa melihat dibalik perisai ini, aku pun langsung bergerak ke arah kanannya, aku tahu bahwa dia lemah pada sisi kanan, aku coba menebasnya tapi dia sudah bergerak mundur, memberikan sebuah ruang untung dia menyerangku dan aku kembali menangkisnya, serangan dia kali ini lebih keras dan cepat, dia sudah dalam kondisi serius sekarang, dia tahu bahwa dengan bermain-main dia akan kalah sekarang. Aku terus mengejarnya dan menyerangnya, tebasan dari atas, dia berhasil menahan seranganku dengan sisi pedangnya aku mengadu perisaiku pada sisi tersebut, sekarang dia sudah tidak punya pertahanan sama sekali, aku menggunakan pedangku mencoba untuk menghujamkannya pada wajahnya, dia berhasil menggerakan sedikit kepalanya dan mengelak dari seranganku, aku tidak berhenti di situ, aku coba untuk menggeser dan mengayunkan pedangku aku akan memenggal kepalanya, dia menunduk dan mendorong pedangnya dengan segenap massa tubuhnya, aku sedikit terdorong ke belakang, dasar pasir sial, aku mengambil posisi yang sama dengannya, aku sedikit menundukan tubuhku untuk mendorong perisaiku, karena postur tubuhnya yang lebih tinggi dan besar, tentu saja aku kalah dalam keadaan seperti ini.

SfirillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang