Wind's Howling : Pt 2. Gust of Wind

1 1 0
                                    

"sekarang aku tahu kenapa orang-orang di organisasi banyak membicarakan dirimu." Ujar Hartwell sambil mendekatiku. Aku sedikit tidak bisa mendengar ucapannya karena sorak-sorai dari prajurit yang merayakan kemenangan ini.

"kau tidak berjaga."

"untuk apa? Kau tidak lihat parasukan musuh yang berhamburan setelah kau bisa uh.........menghujamkan pedang itu padangya." Ujar Hartwell sambil memegang dagunya dan sedikit melihat ke arah pemimpin akame itu.

"hmm, sebuah kemenangan." Sebuah frasa yang keluar dari mulutku dengan sangat datar.

"apa yang akan kita lakukan sekarang? Apa kita harus bergerak sekarang juga?"

"itu bukan terserah padaku, kau lah pemimpin dari pasukan ini." Meskipun dia adalah pemimpin dari regu ini, melihatku bisa mengalahkan dan membunuh pemimpin pasukan akame itu membuatnya sedikit merasa inferior dariku, bisa kupahami, memang itulah yang seharusnya dirasakan oleh para akame-akame tersebut, rasa inferior dan sadar diri kalau memang makhluk itu lebih rendah dari manusia.

"anggap aja sebagai saran dan aku akan memutuskan apakah aku harus mengambilnya atau tidak."

"aku rasa kita bahkan tidak perlu maju lagi, mungkin kita akan berjalan bersamaan untuk sementara dan berpisah dengan tugas kita masing-masing."

"kenapa? Kau sadarkan bahwa ini merupakan pasukan depannya saja, aku yakin ada satu atau dua pasukan yang mungkin lebih kuat di depan." Jelas Hartwell terlihat sedikit bingung.

"tidak perlu, pemimpin mereka sudah mati, mungkin mereka akan meninggalkan tempat ini sebentar lagi."

"Dari mana kau tahu?" Tanya Hartwell semakin kebingungan. Aku mengerti kebingungannya, kalau aku berada di posisinya mungkin aku akan berpikir bahwa apa yang aku katakana sejak tadi adalah omong kosong atau bahkan omongan ngelantur, apakah aku mabuk? Atau kepalaku terbentur dalam pertarungan tadi? Mungkin itu yang ada di kepalanya.

"itulah hal yang kau tidak perlu tahu, dari mana informasi ini aku dapat. Katanya kau akan menganggap omonganku sebagai saran saja, dan saranku kali ini adalah bahwa kita tidak mengindahkan musuh yang ada di depan, karena memang sudah tidak ada." Aku melihat Hartwell sedang menggaruk-garuk kepalanya, sepertinya dia bingung dan hanya melontarkan jawaban yang singkat.

"akan aku pikir-pikir lagi." Jawabnya singkat.

"jangan terlalu lama, semakin cepat kita bergerak, semakin baik." Hartwell pun pergi dengan rasa bingung, Mien dan Zahar mendekatiku, juga dengan rasa sedikit heran.

"bagaimana bisa kau melakukan itu?" Tanya Zahar.

"hey...heyy...sebelum kau melontarkan pertanyaan, sebaiknya kita berselebrasi dulu atas kemenangan ini." Potong Mien pada pertanyaan Zahar.

"kau benar." Jawab Zahar singkat dan juga sambil mengangguk.

"aku akan menjawabnya, tapi tidak di sini." Jawabku singkat pada mereka.

Pertarungan hari itu berakhir, semakin banyak prajurit yang mendatangiku hanya sekedar untuk memberi selamat, menjabat tangan, dan ada juga di antara mereka yang merangkul juga memujiku, jujur saja aku tidak begitu menyukai pujian-pujian macam ini, aku bukan tipe orang yang berselebrasi pada kemenangan kecil, kebahagiaan akan aku temukan disaat aku bisa mengalahkan dia di ujung utara dunia ini. Akhirnya kami berisitrahat di tempat selagi Hartwell memikirkan keputusan yang akan dia buat, memang sedikit lama memngingat bahwa dia tidak punya bukti valid mengenai ucapanku selain sebuah kata-kata yang keluar dari mulutku yang bahkan kata-kata itu terdengar sangat aneh, bila dia maju dengan santainya, bisa saja kami bertemu dengan musuh lainnya dan kami tidak akan siap, mungkin hal itu yang sekarang sedang dipertimbagkan oleh Hartwell. Tidak lama kemudian dia menghampiriku dan memberikan keputusannya, dia bilang sulit sebenarnya untuk mengambil keputusan ini terlebih tidak ada informasi lebih lanjut, dia memilih untuk mengikuti saranku untuk segera pergi dan berpisah disaat waktunya tiba. Akhirnya kami berjalan menuju tujuan perpisahan kami, sebagian menaiki kudanya dan sebagian ikut menunggangi kuda prajurit yang lain, seperti diriku yang ikut menaiki kuda Zahar karena mereka sudah tidak bisa menemukan kudaku lagi. Aku melihat Hartwell terus mengawasi sekitar dengan seksama, matanya terlihat jeli, menengok ke kanan, menengkok ke kiri, hanya hal itu yang dia lakukan berkali-kali, di satu sisi hal itu dia lakukan karena mungkin dia masih belum percaya ucapanku kalau sudah tidak ada pasukan akame lagi, di satu satu sisi juga dia menjadi lebih bingung kalau ucapanku ternyata benar, tapi aku menikmati ekspresinya yang tampak bingung, biarlah dia berpikir banyak tentang bagaimana aku bisa mengetahui informasi bahwa memang sudah tidak ada pasukan lagi yang tersisa, dia juga melihat sedikit ke bawah, apakah pasukan musuh tidak hilang, melainkan sudah dikalahkan oleh sesuatu atau seseorang, tapi tidak, tidak ada satu mayat pun yang tergeletak di sini, berbeda seperti lokasi pertempuran sebelumnya dimana tubuh yang bertebaran dan sudah tidak bernyawa seperti pasir di lautan, sangat banyak hingga menutupi tanah yang berada di bawahnya.

SfirillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang