Dua tujuh

31.9K 5K 175
                                    

Happy Reading

"Tidak dengar bel bunyi? Atau mau saya lepas saja telinganya?"

Joseph dan Gibran mendelik kaget saat tahu Miss Valentine lah yang menghampiri mereka. Berusaha untuk setenang mungkin, Joseph menghabiskan bubur ayamnya dengan suapan besar.

"Ba-baru selesai, Bu. Ini mau balik ke kelas," Joseph mendadak gugup. Kenapa aura Bu Valentine sangat berbeda dengan saat mereka berpapasan tadi?

El menatap Miss Valentine yang juga sedang menatapnya dengan tatapan yang El tidak tahu maknanya, membuat dahinya berkerut samar. Merasakan aura yang tidak mengenakan dari guru itu, El berdehem dan mengajak mereka kembali ke kelas.

"Balik ke kelas!" El dan Damian sudah bangkit tapi suara Miss Valentine mencegah mereka untuk melanjutkan langkah.

"Sit down!"

Gibran menelan saliva lambat, dia meraih gelas dan meminum isinya untuk mengurangi rasa gugup.

"Damian duduk!" perintah Miss Valentine karena lelaki itu masih berdiri.

Damian yang sedang malas membuat perkara akhirnya menurut, tangannya menyugar rambutnya ke belakang.

"Sudah 15 menit. Itu artinya guru sudah masuk ke kelas," Miss Valentine melihat jam di pergelangan tangannya, lalu tersenyum manis. "Bukankah kalian harus dihukum?"

"Ya Alloh, Bu. Kita cuma sarapan karena laper. Kalau laper kan gak bisa ngikutin pelajaran dengan baik," ujar Joseph memberi alasan.

"Sarapan cuma butuh waktu 10 menit. Dan kalian sudah di sini selama setengah jam."

Damian cukup heran karena Miss Valentine sangat tahu dan detail berapa lama mereka ada di sini.

"Udah ya, Bu. Gak usah dihukum, kan kita gak sengaja telat," bujuk Gibran meminta belas kasih.

"Iya, Bu. Gak ada niatan bolos kok! Cuma tadi kita gak denger bel bunyi, keasyikan ngobrol," Joseph menyengir lebar berharap guru itu luluh.

"Tidak ada alasan."

"Ya udah hukumannya apa? Cepet!" desak El karena sudah gondok.

"Dih orang kita gak salah kok! Kita kan mau balik ke kelas tapi malah di tahan," Gibran berdecak kesal.

"Gibran. Kamu bikin saya jadi marah," ucap Miss Valentine dengan senyuman manis.

Mata Miss Valentine melirik sekilas ke arah El, lalu meraih gelas kaca yang ada di depan Joseph dan membantingnya dengan tangan kosong, membuat keempat siswa itu terkejut dengan tindakan tiba-tiba tersebut.

Darah mengalir dari telapak tangan Miss Valentine tapi anehnya tak membuat guru itu memperlihatkan rasa sakit sedikitpun. Wajahnya masih tenang dan dingin dengan senyuman menghiasi bibirnya.

Mulut El terbuka, seperti ingin mengatakan sesuatu karena darah masih terus merembes dari kulit putih itu. Dia ingin memegang tangan Miss Valentine dan membuat darahnya berhenti, tapi gengsinya tinggi.

Tanpa peduli pada darah dan raut terkejut siswanya, Miss Valentine mengambil satu pecahan kaca di atas meja, menyodorkannya pada Gibran. "Tangan kamu."

"Hah?" Gibran belum paham, dia menatap ngeri pecahan kaca itu.

"Berikan tangan kamu!"

Dua kata bernada perintah itu langsung dituruti Gibran, perasaannya menjadi lebih was-was kala Miss Valentine meletakan pecahan gelas itu ke telapak tangannya. Dengan gerakan lambat, guru itu melipat tangan Gibran. "Genggam. Yang erat!"

FOUR (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang