Tujuh

36K 5.3K 155
                                    

Happy Reading

Jakarta, Indonesia

Pagi itu suasana di sebuah sekolah elit terlihat damai dan bersinar seperti matahari yang sedang menampakan diri di langit. Halcyon Intenational High School memang berisi siswa-siswa pandai dan bertalenta yang berkilau. Selain itu para jajaran guru dan komite selalu mendidik siswanya dalam berperilaku. Bimbingan konseling juga rutin dilakukan dengan tujuan agar tidak ada siswa yang merasa tertekan dan bisa menjalani kehidupan sekolah yang menyenangkan.

Tapi itu semua tidak berlaku untuk para siswa yang ada di Kelas E.

Kelas buangan yang isinya preman sekolah, tukang bully, tukang tawuran dan masih banyak tukang yang lain. Baik siswa laki-laki maupun perempuan, kelas E tak punya prestasi yang mumpuni di bidang akademik.

"Woy El, tangkep!" Joseph melempar sebungkus chiki ke arah meja El yang ada di seberangnya. Dengan tangkas El menangkap chiki itu, membuka bungkusnya dan memakannya dengan santai.

"Bagi dong," Gibran yang duduk di sebelah El, ikut memasukan tangannya ke bungkus chiki.

"Hahaha! Gila lo kemarin gak liat Irish diajakin kenalan om-om?"

"Bangsat! Bisa main gak sih lo!"

"Gue laper. Ke kantin aja yok!"

"Eh olesin kutek dong! Bagus pake warna apa ya?"

"Ngrok...ngrok..."

"Gila dia malah ngorok!"

Brak! Brak!

"Tenang semua! Dengarkan penjelasan bap- ah sudahlah!" Pak Bambang - guru Matematika - memukul papan tulis. Beliau sudah pasrah untuk kesekian kalinya melihat muridnya tak ada yang mau memperhatikan.

Mereka sibuk kasak kusuk, makan di kelas dan bahkan ada yang tidur sambil mendengkur. Keadaan ini bukan sekali dua kali dia alami, tapi terus-terusan membuatnya mengelus dada.

Meskipun begitu, Pak Bambang masih berusaha menjelaskan sambil menuliskan materi di papan tulis. Entah para murid membacanya atau tidak, yang terpenting dia sudah menjalankan tugas sebagai guru.

Kalau dia memaksakan, yang ada malah mereka mengamuk. Atau yang lebih parah mengeluarkan sumpah dan kata-kata tidak sopan padanya. Sudah pening pak Bambang mengurus anak kelas E yang belum ada perubahan semenjak awal masuk sekolah.

Bagaimana mereka bisa naik kelaspun para guru sudah tahu kalau anak-anak itu menyontek dari hasil jawaban yang mereka peroleh dari sekolan lain. Tapi demi mempertahakan reputasi sekolah mereka menutupi kejelekan kecil tersebut dari dunia luar.

Walau keberadaan kelas E ditutupi, sekolah tak membebaskan para anak nakal itu dari hukuman. Tentu saja hanya kepala sekolah dan guru BK yang berani memberikan hukuman tersebut.

Bel istirahat berbunyi. Para siswa sudah keluar kandang sebelum dipersilahkan, meninggalkan Pak Bambang yang menghela nafas sambil geleng-geleng kepala.

Suasana kantin yang bersuka cita mendadak hening ketika anak-anak kelas E datang dan menyebar ke beberapa titik. Duduk dengan angkuh dan gerakan kasar. Membuat murid lainnya terpaksa menyingkir dari sana atau melanjutkan makan dalam diam.

Tatapan mereka kemudian beralih ketika geng pentolan kelas E lewat. Geng Demons.

Natanael yang biasa di panggil El itu berjalan bak pangeran yang banyak di damba oleh kaum hawa. Pahatan sempurna dengan hidung mancung dan rahang yang kokoh. Mata elang yang menatap tajam dan alis tebal yang terukir rapi.

FOUR (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang