Tiga satu

30.8K 4.8K 318
                                    

😈Happy Reading😈

Fabian mengamuk di kantornya. Mejanya bersih karena tangan kasarnya menyapu semua benda yang tergeletak di sana.

Belum lagi benda elektronik seperti laptop dan tabletnya yang juga sudah teronggok di lantai dengan keadaan mati.

Glen yang melihat itu semua hanya membiarkan atasannya melampiaskan amarah dengan melempar benda di sekitarnya. Asal tak melempar ke arahnya saja.

"ARGH SIALAN! PETER SIALAN!"

Fabian tak henti-hentinya mengumpati Peter. Langkah pertama dalam rencana besar Fabian gagal untuk kedua kalinya.

"Glen, sudah ketemu siapa yang melindungi kalandra?"

"Maaf, Pak. Team kami masih berusaha," jawab Glen dengan kepala menunduk.

"Lakukan dengan cepat! Jangan buang waktu!" bentak Fabian dengan mata merah karena emosi.

"Baik, Pak."

Masih menunduk hormat, Glen undur diri untuk mengurus masalah ini. Secepatnya dia harus tahu siapa orang yang melindungi keluarga Kalandra.

Dengan amarah yang belum mereda, Fabian mengambil kembali ponselnya yang tadi ikut terlempar. Layarnya retak, tapi untungnya masih menyala dan berfungsi dengan baik.

Kali ini dia harus menggunakan cara lain agar bisa melumpuhkan Peter. Fabian akan menggunakan kelemahan Peter, kalau tak berhasil pada anaknya, dia akan melakukannya pada istri tercinta Peter.

"Kau harus hancur Peter! Harus! Aku tidak akan membiarkan hidupmu bahagia. Itu hukuman buatmu yang sudah menentangku!"

***

Setelah pertemuan dua kali dengan Raya di kantin. Adik kelas itu semakin nekat untuk mendekati El, Raya bahkan mengabaikan omongan pedas dan tatapan tidak suka dari siswa kelas E.

Buktinya sekarang gadis itu sedang bertandang ke kelas E dengan berani, tanpa sungkan, dan tanpa tahu malu. Bersama dua orang temannya, Raya menghampiri meja El yang ada di paling belakang.

Setiap langkah yang Raya ciptakan menumbuhkan bibit-bibit ketidak sukaan anak kelas E untuk dirinya. Bahkan mata Irish sudah sangat sipit karena sejak tadi menatap tajam adik kelas itu. Irsih merasa tidak dihormati sebagai senior.

Apa Raya tidak takut di bully?

Jawaban sudah ditemukan. Dengan memasuki kelas E, sudah dipastikan bahwa Raya menyerahkan dirinya secara sukarela untuk dibantai.

"Kak El, Raya bawain cookies. Raya bikin sendiri, loh," dengan nada riang Raya menyodorkan sebuah kotak putih yang dihiasi pita berwarna emas.

Tanpa menunggu El yang sepertinya tidak akan merespon, Joseph langsung mengambil kotak itu dari tangan Raya. "Ini lo bener bikin sendiri?"

Raya memasang wajah kesal. "Iyalah. Itu khusus buat kak El. Balikin, Kak!"

Bukannya menuruti Raya, Joseph malah bertanya pada El. "Lo mau?"

El menggeleng pelan kemudian menyibukan diri dengan game di ponsel mengabaikan Raya dan anteknya.

"Orang dia gak mau, kok. Jadi mending buat gue aja," ujar Joseph santai.

"Ih Kak, balikin! Itu buat kak El!" kesal Raya tak peduli situasi.

"Berisik banget sih lo! Keluar sana! Ngapain lo masuk kelas dua belas?" ketus Irish dengan mata mendelik.

"Tau nih! Dateng ke kelas orang malah bikin ribut," cetus Gabby.

"Caper banget jadi cewek," Vio ikut mencaci.

FOUR (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang