☘️Happy Reading☘️
Mobil yang di kendarai Gianna membelah jalanan malam kota Jakarta yang selalu ramai di setiap waktunya. Kehidupan malam terkadang lebih menyenangkan bagi sebagian orang. Di gelapnya malam, banyak dari mereka yang berganti peran dan menyembunyikan wajah aslinya dengan menggunakan topeng.
Dan di hari yang lelah ini, Gianna harus terpaksa terjaga di waktu malam untuk melakukan sesuatu. Jari-jarinya mengetuk stir mengikuti alunan musik yang ia setel, sedang mulutnya sibuk mengumamkan lirik lagu.
"I'm at a payphone, trying to call home
All of my change I spent on you
Where have times gone?
Baby, it's all wrong
Where are the plans we made for two?"Gianna bernyanyi dengan semangat, menghilangkan keheningan di dalam mobil yang ia tumpangi sendirian. Sebenarnya sekarang gadis itu sedang dalam mode genting, tapi dia terus meyakinkan diri untuk tidak terlalu khawatir.
"If Happy Ever After did exist
I would still be holding you like this
All those fairy tales are full of shit
One more fucking love song, I'll be sick.""Yeah, I'm at a payphone," lagu yang dilantunkan Gianna habis bersamaan dengan sampainya ia di tujuan.
Setelah memarkirkan mobil, Gianna berjalan menuju tempat di mana manusia malam berkumpul untuk menikmati sisa hidup atau melepas kepenatan karena masalah yang menumpuk.
Hingar bingar musik yang berdentum keras menyambut saat kaki Gianna melewati pintu masuk. Melangkah sambil melewati celah-celah orang yang menari asal sambil melakukan over skinship dengan pasangan, Gianna sampai di meja bartender.
Di bangku sana, seseorang yang sejak siang sudah dalam pengawasannya, terlihat sedang menikmati segelas wishky dengan tenang seorang diri. Sudut bibir Gianna tertarik melihat lelaki itu sepertinya belum juga mabuk.
"Give me a mojito, please," pesan Gianna pada seorang bartender kemudian mendudukan diri di sebelah lelaki itu. "Hai, Joseph," sapanya sambil tersenyum manis.
Joseph mendongak, meski sedikit terkejut mendapati gurunya di tempat seperti ini, lelaki itu hanya diam dan melanjutkan aktivitasnya mengosongkan gelas.
"Need a friend?" tanya Gianna kemudian bergumam terima kasih saat bartender meletakan segelas mojito di hadapannya. "If you need a friend, I'm by your side."
Siswanya itu tak menjawab, malah mengisi kembali gelasnya. Entah sudah yang ke berapa, Gianna jadi sedikit cemas sebab raut wajah Joseph terlihat sangat tertekan.
"Kok Ibu bisa tahu saya di sini?" Joseph tiba-tiba bersuara dengan serak.
"Menurut kamu?"
Tanpa di duga, Joseph tertawa. "Oh iya lupa, Ibu kan tahu segalanya," kepala lelaki itu menggeleng. "Serem."
Gianna tidak menyahut. Dari cara bicaranya, kemungkinan Joseph sudah mulai mabuk. Netra Gianna menatap sendu siswanya itu. Dia tahu apa yang di alami Joseph seharian ini hingga berakhir duduk sendirian di bar.
Sejak kejadian di kantin tadi siang, Joseph langsung pergi ke luar sekolah lewat gerbang depan. Kelewat marah, dia bahkan tak memperdulikan satpam sekolah yang menghalangi jalannya.
Mengetahui Joseph meninggalkan gedung sekolah, Gianna langsung meminta One untuk mengawasi lelaki itu. Untung saja, Joseph tak sampai nekat berbuat sesuatu yang membahayakan dirinya.
"Minum itu paling enak sendirian, Bu. Gak perlu ditemenin," Joseph mulai meracau. "Saya gak butuh temen. Karena percuma punya mereka."
Menyesap minumannya, Gianna membiarkan Joseph mengeluarkan isi hatinya. Dengan sedikit berteriak, suara Joseph masih terdengar gendang telinganya meski timbul tenggelam oleh suara musik DJ yang membahana.
![](https://img.wattpad.com/cover/283511905-288-k95887.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
FOUR (Selesai)
Teen FictionTersedia versi PDF di Karyakarsa Pembunuh bayaran jadi guru? ________ Gianna Camellia Green mendedikasikan hidupnya untuk balas dendam akan kematian sang adik karena bullying di sekolah. Sampai dirinya terjun bergabung dengan sebuah organisasi 'Cr...