Dua empat

34K 4.8K 293
                                    

😈Happy Reading😈

Hari ini double up loh!
Kalau gak lupa tapi wkwk
Jangan lupa vote pokoknya
Muachh 💋

Damian sedikit bersyukur karena tulangnya tidak jadi patah saat itu, hanya retak. Meskipun begitu tangannya harus tetap dipasang gips supaya tidak terlalu sering bergerak.

Sejak awal Damian tahu bahwa Miss Valentine mempunyai kekuatan di atas rata-rata dari perempuan biasanya. Tapi saat dirinya melawan guru itu, kekuatannya menginjak lengan hingga retak benar-benar tak bisa dibayangkan.

El dan Damian berjalan berdampingan menuju kelas sekembalinya dari kantin, di belakangnya ada Joseph dan Gibran yang sedang sibuk bermain ponsel sambil sesekali melempar senyuman untuk menggoda adik kelas yang berpapasan dengan mereka.

Mood yang sedang baik-baik saja mendadak harus meredup saat Kaiden dengan sengaja menghalangi jalan mereka.

"Gue denger anak kelas E bakal ikut perlombaan pas acara sekolah. Kalian yakin mau permaluin diri sendiri?" ejek Kaiden dengan senyuman miring nya.

Memang, Kaiden tidak pernah takut sekalipun mencari masalah dengan anak kelas E. Baginya membuat mereka marah adalah kesenangan tersendiri.

Para siswa yang ada di sekitar sana memperhatikan interaksi mereka dengan tegang.

"Bukan urusan lo!" balas El dengan tajam.

"Udah bener gak usah ikutan kaya tahun lalu. Kelas kalian udah merasa hebat ya sejak ada Miss Valentine?" pancingnya lagi membuat gigi El gemeletuk menahan amarah.

"Kenapa? Lo takut kalah sama kita?" Damian yang muak dengan Kaiden hanya bisa menatapnya sengit. Kalau tangannya tak sakit mungkin dia sudah membuat Kaiden terjungkal saat ini juga.

"Gak ada sejarahnya kelas E sanggup ngalahin kelas A. Gue saranin kalian mundur aja, daripada kalah terus malu," Kaiden tertawa sinis.

"Mulut lo lemes banget kek cewek. Sorry ya kita bukan orang yang bakal menyerah sebelum berperang. Jangan belagu lo!" maki Joseph, jarinya menunjuk Kaiden dengan geram.

"Emang! Otak lo pinter tapi mulutnya gak berpendidikan! Najis!"

"Woy, Kai. Ngapain lo di situ?" seorang laki-laki berseru dari arah belakang.

"Lagi menyadarkan orang-orang ini biar tau diri," sahut Kaiden santai tanpa menoleh pada Setya, teman sekelasnya.

"Oh mereka? Ngapain lo buang-buang ludah buat ngomong sama mereka."

"Mereka ikut lomba buat acara sekolah nanti. Gue cuma pengen menyadarkan mereka kalau kelas buangan itu gak bakal pernah bisa menang. Selain bodoh mereka kan gak punya kemampuan apa-apa. Cuma bisa gelut doang! Tapi sayangnya gak ada lomba mukul orang. Hahahah!" Kaiden dan Setya tertawa membuat keempat siswa kelas E itu naik pitam.

Darah El sudah mendidih. Kaiden selalu berhasil memancing kemarahannya. Laki-laki itu selalu sengaja membuat keributan di depan umum dan mengolok-olok dirinya.

"Tujuan lo ngomong begitu apa?!" bentak Damian kepalang dongkol.

"Menurut lo?" nada bicara Kaiden kian menantang.

Damian langsung mencengkram kerah seragam Kaiden dengan sebelah tangannya. "Menurut gue tujuan lo itu cari masalah!" desisnya rendah tepat di depan wajah Kaiden.

Tanpa merasa takut atau tertekan, sudut bibir Kaiden terangkat samar, matanya melirik tangan Damian yang diperban. "Ternyata hukuman yang dikasih sama Miss Valentine belum bikin kalian kapok ya. Harusnya dia bikin lo sekarat atau nggak, mati sekalian."

FOUR (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang