Dua puluh

37.1K 5.5K 259
                                    

Happy Reading

Gianna menyesap dengan nikmat sekaleng kopi dingin di tangannya. Matahari memang terik tapi entah kenapa Gianna tak merasa kepanasan, mungkin karena hatinya sedang senang.

Sebelah tangan lainnya menggenggam ponsel miliknya yang menampilkan situasi kelas E di layar. Selama anak didiknya kelimpungan menyusun puzzle, Gianna malah dengan santai mengamati dengan senyuman geli, seakan sedang menonton sesuatu yang mengasyikan.

Beberapa kali dia tidak sengaja tertawa saat berbicara pada mereka melalui microphone wireless nya. Gianna rasa sekarang dia mulai mirip Zero, si psikopat. Padahal Gianna tipe orang yang jarang tertawa.

Di saat siswa kelas E mulai pasrah, Gianna tak merasa kasihan sedikitpun. Ini hukuman untuk mereka yang sudah berani melawannya. Meski begitu, Gianna yakin bahwa mereka pasti menyelesaikan permainan ini dengan baik.

"Anjing! Ketemu!" suara El terdengar di layar ponsel. Gianna tersenyum miring melihat mereka kembali bersemangat.

Setelah memastikan El menaruh potongan terakhir puzzle, Gianna menekan tombol merah di alat pengendali bom.

"Congratulations! You guys did it!"

Ucapannya di sambut teriakan meriah dari siswa kelas E. Tak dipungkiri jika Gianna ikut merasa senang saat mereka bersorak bersama. Tak sia-sia dirinya menyiapkan hukuman ini sedemikian rupa. Bahkan Gianna harus usaha extra untuk meyakinkan para guru dan kepala sekolah tentang hukuman extrem yang dia rencanakan.

Membawa bom ke lingkungan sekolah bukanlah perkara mudah dan bukan hal yang baik. Namun Gianna menjamin bahwa tidak akan ada satupun yang terluka dengan hukuman tersebut.

Dia menatap kembali layar ponselnya. Anak-anak itu sepertinya kelelahan, terlihat dari mereka yang tidur terlentang di lantai atau duduk bersandar pada dinding dengan loyo.

Gianna memegang telinga kanannya. "One, mission complete. Kau bisa menyalakan sinyalnya kembali."

"Perintah diterima," suara One terdengar dari earpiece yang terpasang di telinga Gianna.

"Thanks for your help. Kau sudah bekerja keras."

Setelahnya Gianna berdiri dan melempar kaleng kosongnya ke tempat sampah dengan sekali shot. Dia bermaksud menghampiri para berandalan cilik itu.

Sekolah terlihat lenggang. Itu karena semua murid sedang berkumpul di aula utama untuk mendengarkan beberapa ceramah dan agenda dari kepala sekolah.

Tentu saja pengecualian untuk kelas E, karena mereka sedang dalam masa hukuman.

Dengan berkumpulnya semua murid di sana, membuat rencana Gianna berjalan dengan lancar. Dewi fortuna sedang berpihak padanya.

Sampai di depan kelas E, Gianna menurunkan penghalang yang membuat pintu tak bisa dibuka meski di dobrak sekalipun. Kemudian memutuskan arus listrik melalui tombol kontrol.

Pintu terbuka, semua mata langsung menatap ke arah Gianna yang berjalan santai sambil tersenyum manis. Senyuman khas miliknya.

"Bagaimana? Apakah menyenangkan?" tanya Gianna tanpa beban.

"Lo!" tunjuk El yang sudah kesal setengah mati, menjadi lebih marah ketika melihat Gianna datang dengan tenang. "Cara lo gak lucu sama sekali! Lo mau bunuh kita, hah?!"

Damian yang melihat El sudah dipuncak amarahnya, langsung mendekat dan menenangkannya. "Atur nafas, El!"

"Lo kenapa suka ngusik kita? Gak suka sama kelakuan kita? Gak usah jadi guru! Kita gak butuh!" bentak El terlanjur emosi.

FOUR (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang