37. Angan

58 7 1
                                    

Kalau dibilang sudah move on memang benar. Tetapi kalau perihal mengontrol mode flashback supaya tidak on, agaknya belum.
~~~


"Lo emang bego, Cha, tapi setidaknya lo bisa bedain mana makanan, mana chat gue yang selalu lo read doang," celetuk Kenzo saat melihat Charisa yang sedari tadi justru hanya termangu memperhatikan kepiting saus tiram yang semakin lama semakin dingin karena tak kunjung disentuh.

"Hah? Oh, iya-iya." Baru sadar dari lamunannya, lantas mengambil sendok dengan garpu.

"Mikirin apa, sih?"

"Hah? Enggak," elak Charisa. Lagi pula untuk apa memberi tahunya pada Kenzo, kurang kerjaan saja.

Lima menit. Sepuluh menit. Lima belas menit. Bahkan tiga puluh menit sudah berlalu. Namun teman-teman mereka yang lainnya tak kunjung menampakan batang hidung, sekadar menghubungi jika mereka tak bisa datang pun tidak. Entahlah, mungkin ini salah satu inisiatif mereka supaya bisa membiarkan Kenzo menghabiskan malam berduaan dengan Charisa.

Meskipun mereka sendiri belum mengetahui apakah pria itu menyukai Charisa atau tidak, dari sikapnya maupun gerak-geriknya juga Natalie, Rafael, dan William bisa mengerti. Walau sejujurnya pria seperti Kenzo terlalu baik untuk Charisa yang liar, Charisa yang frontal, bahkan Charisa yang selalu terlarut angan-angan.

"Cha, lo lagi nulis puisi, ya?" tanya Kenzo begitu saja, padahal ia sendiri tahu Charisa sekarang sedang makan. Bukan memegang buku dengan pena atau apapun itu.

"Hah? Puisi?"

"Yang bilas bilas itu loh, gue gak sengaja ngintip tulisan lo waktu itu hehe," tukas Kenzo mengaku sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Walau sebenarnya tulisan Charisa saat itu lebih mirip pesan tersirat daripada puisi.

"Ohh, itu lagu," jawab Charisa singkat sambil terus menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

"Hah, lo bikin lagu?!"

"Iya, tapi alakadarnya doang, cuma curhatan gak jelas gue pas SMA. Kenapa sih heboh amat?"

Mendengar kata SMA, pikiran Kenzo hanya tertuju pada satu orang. Siapa lagi yang bisa menaklukan hati Charisa di zaman itu kalau bukan Deven. Walau sebenarnya terasa menyakitkan tatkala Charisa terus-terusan membahas tentang pria itu di hadapannya. Namun, ya sudahlah, namanya juga gagal move on.

"Deven lagi, ya?" Kenzo berujar singkat, mengubah ekspresi wajahnya menjadi biasa saja dan meninggalkan reaksi heboh tadi.

Charisa tidak merespon, hanya melirik sekilas ke arah Kenzo kemudian mengalihkannya lagi. Mau bilang iya, takut sahabatnya itu kecewa. Mau bilang tidak, tapi itu dusta. Kecewa karena pada kenyataannya Charisa masih saja tak bisa melupakan seseorang yang sudah jadi milik orang.

"Tapi keren loh, Cha. Kalo kayak gini caranya mah, gapapa lah lo gamonin dia terus. Supaya bisa bikin lagu lebih banyak lagi! Bahkan kalau bisa jadi satu album!" Spontan seruan dari Kenzo yang terdengar menjengkelkan itu dihadiahi toyoran di dahi oleh Charisa.

"Lo kira gue Olivia Rodrigo!" bantah Charisa. Toyoran dari telunjuknya di dahi Kenzo, meninggalkan bekas saus yang berasal dari kepiting tentunya.

Kenzo hanya terkekeh kecil, matanya masih terus mengawasi dan memperhatikan Charisa Yang sedang makan sambil sesekali menerbitkan senyuman atau mungkin gelak tawa karena komuk wajahnya yang lucu bagi Kenzo. Tetapi menjengkelkan bagi orang lain.

"Ada job lagi gak?" semburan pertanyaan dari Charisa membuat Kenzo menghentikan aktivitasnya tersebut.

"Ah iya, ada, baru aja nge-chat tadi sore. Katanya, Jingga hari Sabtu nanti ada jadwal manggung gak?" Kenzo menyampaikan pesan dari seseorang yang tampaknya hendak mengundang Jingga dalam suatu event yang lumayan besar. Semoga saja bukan jadi pengamen tanpa penonton di kota orang lagi.

Friend or Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang