42. Tuan dan Nona

58 6 3
                                    

𖦤 Mereka terlarut dalam ego, hati tertutup terdengar kataku, berkata tapi tak berkaca 𖦤

𖦤 Nona jatuh cinta pada Tuan, Tuan menunggu yang lain. Nona tak peduli walau Tuan tak pernah peduli sekitarnya 𖦤
~~~

"Oit, Kang Blokir, tunangan lo mana?" Seruan dari suara serak itu membuat Deven terkesiap dan secara refleks mundur satu langkah. Charisa menatapnya sambil menyeringai seram, tetapi di detik kemudian ia terbatuk-batuk seraya berusaha meraih air minum di nakas sebelahnya.

Melihat itu, Deven segera membantunya memberikan air mineral tersebut. "Lo gapapa?" Hanya itu yang bisa keluar dari mulutnya setelah melihat kondisi Charisa yang nampak biasa-biasa saja walau nyatanya lumayan parah.

Setelah menghabiskan setengah isi botol, ia kembali membaringkan tubuh dan menggelengkan kepala. Charisa kemudian menggerakkan mulutnya seolah sedang berbicara tanpa suara, memberi isyarat pada Deven. "Gue gak boleh banyak ngomong." Begitu kira-kira yang diucapkannya.

"Gak boleh banyak ngomong? Kenapa?" tanya Deven bingung.

Perempuan itu langsung memberi isyarat lagi lewat gerakan mulut. Namun isyarat mulut itu belum bisa dimengerti oleh Deven, mulut wanita itu seolah mengucapkan huruf I dan A, tetapi Deven tidak tahu pasti apa yang Charisa maksud. "Hah? Apaan?"

Pintu ruangan terbuka dengan sangat nyaring, menampilkan sosok pria dengan dua orang di belakangnya yang sepertinya baru saja kembali dari kantin. Deven belum menyadari keberadaan pria itu, ia masih terlalu fokus menunggu jawaban dari wanita di depannya.

Hingga akhirnya pria itu berjalan masuk ke dalam ruangan, netranya menangkap seseorang dengan pakaian yang asing. Pastinya itu bukan William, pikirnya. Dirinya semakin berpikir negatif tentang siapa pria yang berdiri di samping brankar Charisa, tidak ada siapa-siapa lagi di sini yang mengenal perempuan itu selain William, Natalie, Rafael, serta dirinya—Kenzo. Apa jangan-jangan itu penguntit jahat yang hendak menculik Charisa? pikirnya.

Tanpa berpikir panjang, Kenzo segera menarik lengan pria itu dan membalikan badannya kemudian mendaratkan pukulan keras di pipi. "Keluar lo! Lo mau culik Charisa, 'kan?!" raungnya dengan kedua mata yang menatap ke arah Deven dengan tajam, juga tanpa menyadari jika pria itu adalah Deven.

"Zo, Zo, Zo," seru Natalie menahan bahu Kenzo.

Kenzo memberontak, masih dengan pikiran yang menganggap jika Deven adalah penguntit jahat yang hendak menculik Charisa. "Ngapain lo nahan gue!? Lo mau temen lo diculik sasaeng?!" teriak Kenzo. Natalie hanya diam saja, ia menunjuk ke arah pria yang tadi Kenzo pukul, menyuruh Kenzo untuk melihat wajahnya.

"Apaan sih, ngapain gue nyulik Ucha?!" timpal Deven untuk pertama kalinya setelah tinjuan itu mendarat di wajahnya, membuat ujung bibirnya terluka. Panggilan itu, dan suara itu. Kenzo sudah tau itu siapa.

Tanpa perlu disuruh dua kali, Kenzo segera menoleh ke arah pria dengan ujung bibir yang sedikit sobek dan berdarah itu. Dan tentu saja, ia langsung terkejut mengetahui hal tersebut. Ia segera meraih tangan Deven dan membuatnya seolah-olah sedang berjabat tangan dengan Deven layaknya teman lama. "Eh, Bro, udah lama gak jumpa. Sehat?"

"Sehat, Zo, sebelum lo pukul dia," Rafael menyeletuk. Kenzo melirik ke arahnya dengan tatapan sengit seperti singa yang sudah siap menerkam mangsanya.

"Eee … sori, gue kira lo sasaeng, hehe," tutur Kenzo dengan nada rendah, menggaruk tengkuknya yang tak gatal dan menatap ke arah Deven seperti seorang anak kecil yang sedang meminta maaf setelah melakukan kesalahan.

"Lo ngapain ke sini?" Ucapan dengan nada sinis itu keluar dari mulut Natalie, tatapan matanya juga tak kalah sinis, kedua tangannya menyilang di depan dada dan maju selangkah di depan Kenzo.

Friend or Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang