⚠️ harsh words
"Alva?" Tubuh gadis itu langsung terjatuh ke samping setelah menyebutkan nama tersebut. Darah segar masih terus mengalir dari perutnya, tembakan itu nyatanya berdampak sangat besar. Ia sendiri bahkan tidak tahu dirinya akan selamat atau tidak. Sudah terkena ISPA, ditambah tembakan di perut. Pasrahkan saja semuanya pada Tuhan.
Anneth mendengar celetukan Charisa tersebut, keningnya seketika mengernyit. "Alva? Kenapa dia tau nama depan Rendra?" Wanita itu mundur beberapa langkah, memandangi pistolnya serta Rendra, oh ralat, Alvarendra bergantian.
Kenzo segera berlari ke arah gadis malang yang sudah tak berdaya dengan darah yang terus mengalir itu. "Cha! Ucha, lo masih sadar, 'kan?" Tidak ada pergerakan dari wanita itu, Kenzo mengepalkan tangannya geram dan menggertakan giginya.
Dari arah yang berlawanan, ada Deven yang tengah berusaha untuk terus berjalan menuju ke arah mereka. Walaupun tubuhnya masih terasa sakit akibat memar yang merupakan hasil karya Anneth, ia tetap memacu langkah. Tepat di depan Charisa, tubuh Deven terjatuh karena kakinya sudah tak mampu menahan beban.
"SIAPAPUN PANGGIL AMBULANS!" raung Deven memohon.
"Anjing lo! Cewek biadab!" geram Kenzo meraung, ia meraih pistol yang tadi tak sengaja dijatuhkan oleh Anneth lantas menekan trigger pada pistol tersebut. Namun tidak terjadi apa-apa, hanya terdengar suara yang sama seperti saat Anneth menekan hammer yang gunanya untuk mendorong peluru supaya siap dilepaskan.
Sejujurnya pistol miliknya memang tidak diisi peluru, itu hanya akal-akalannya saja untuk menakut-nakuti mereka. Namun bodohnya pria bernama depan Alva itu justru benar-benar menembak Charisa.
Terdengar suara sirine polisi yang semakin lama semakin terdengar suaranya, dari jarak sepuluh meter mereka dapat melihat puluhan mobil polisi yang datang dengan rompi anti pelurunya. Mereka semua mengeluarkan pistol, hal itu membuat tubuh Anneth bergetar. Ia segera berlari ke arah yang berlawanan, tetapi sia-sia saja usahanya sebab polisi sudah mengepung tempat itu dari semua sisi.
Dua pria berbadan besar yang tadi menahan pergerakan Nashwa kini juga sudah ikut kabur sebab takut ditangkap oleh polisi. Sementara wanita berumur dua puluh tiga tahun itu hanya menyeringai penuh kemenangan saat melihat semua antek-antek Anneth yang berlari terbirit-birit mencari jalan keluar.
Kronologi singkatnya kira-kira begini. Tadi pagi Nashwa baru saja tiba di Pulau Bali, ia berniat menjenguk Charisa yang katanya kecelakaan saat manggung dan terkena Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Namun ternyata ia mendapat informasi dari Natalie jika Charisa sudah boleh pulang dan mereka menginap di sebuah apartemen. Tetapi Natalie juga mengatakan jika Charisa, Kenzo, dan Deven sedang tidak ada di sini, mereka sudah berangkat menuju ke markas mafia yang ditemukan Kenzo yang melacak ponsel Deven dengan arahan Nashwa.
Natalie memberi tahu Nashwa lokasinya sebab ia juga tadinya meminta supaya bisa ikut untuk membalaskan dendam, tetapi Kenzo dan Deven melarangnya sebab Natalie tidak bisa bela diri, bisa-bisa dirinya akan K.O. duluan. Nashwa pergi ke sana menggunakan taksi online, tetapi karena lokasinya lumayan terpencil dan jauh dari kota. Ia harus naik ojek lagi supaya bisa sampai ke sana. Dan sebelumnya, Nashwa sempat menelepon polisi. Sebab meskipun ia, Charisa, Kenzo, dan Deven jago karate, tetap saja tak akan bisa mengalahkan sekumpulan pelaku kriminal itu dengan mudah.
"ZO, BAWA UCHA KE MOBIL POLISI AJA!"
~~~
"Ini semua gara-gara lo."
Bugh!
"KENZO!"
Kenzo melayangkan satu pukulan ke wajah Deven meskipun sudah tau wajah pria itu sudah dipenuhi oleh lebam akibat terlalu banyak dipukuli oleh mantan kekasihnya sendiri. "Kalo lo gak datang nyamperin Ucha dan ngasih tau tentang pacar lo yang katanya mamafiaya itu, Ucha gak akan kena tembak, Ven. Ucha pasti udah hampir sembuh dari ISPA-nya! UCHA BAKAL BAIK-BAIK AJA, VEN!" bentak tepat di hadapan wajah Deven menyanyikan sepenggal lirik dari lagu Itzy dengan tangan yang menunjuk-nunjuknya serta mata yang membulat. Deven hanya bisa diam, ia akui jika ini salahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend or Love?
JugendliteraturKetika ego tak bisa dikendalikan Persahabatan yang telah dijalin lama, harus menjadi korban. Belum lagi, saat salah satu darinya mengenal cinta. "Serapuh itukah bersahabat dengan lawan jenis?" Tentu tidak. Namun kedua remaja ini tak bisa mengendali...