Ya, semua yang bukan apa-apa akan jadi berharga setelah menghilang.
~~~"Our Princess is back!" sambut seorang pria dari ambang pintu ketika melihat wanita yang ia kenal telah kembali ke tempatnya setelah dua tahun mengembara di pulau orang. Kehadirannya juga disambut oleh pria paruh baya yang tengah duduk di depan meja yang sudah lumayan lusuh sembari meminum bir di tangannya.
Namun berbeda dari pertama kali saat wanita itu diberi tugas oleh sang papa, raut wajahnya kini terlihat lebih lesu dan lelah. seakan tidak ikhlas dan tidak bahagia setelah menyelesaikan misi yang kurun waktunya sampai dua tahun. Kuat sekali topengnya sampai bisa membohongi semua orang. Ya, semua orang bahkan percaya jika dirinya adalah orang baik.
"Dih, kenapa muka lo? Jelek gitu," sambut Rendra dengan ejekan tatkala gadis itu sudah berada di depan keduanya.
"Misiku sudah selesai, apa aku boleh istirahat? Mau lepas topeng, berbohong dua tahun itu melelahkan." Wanita bernama lengkap Lauren Setiadinata itu tak sudi menanggapi ejekan dari saudara sedarahnya, melainkan langsung meminta izin untuk beristirahat pada sang papa.
Sambil memegang puntung rokok di tangannya pria paruh baya itu beranjak berdiri lantas mendekat ke arah Lauren. Ditepuknya bahu wanita itu dua kali sebagai ungkapan rasa bangga. Padahal baru masa pelatihan, tetapi anaknya sudah sangat mahir menipu manusia naif seperti mereka.
"Kerja bagus."
"Whoa, mahal-mahal juga, ya, barang-barangnya si Deven Deven itu. Ini mau di kemanain, Pa?" tanya Rendra pada pria paruh baya yang notabene-nya adalah papanya.
"Bakar, jangan meninggalkan jejak," titahnya yang langsung dituruti oleh Rendra.
Diambilnya sebotol minyak tanah dari dalam lemari, lantas dibawanya sekantong baju serta barang-barang berharga milik Deven sampai sepuluh meter dari markas mereka. Saat Rendra hendak menumpahkan dan menyiramkan minyak tanah dalam botol, gerakannya terhenti tatkala melihat benda yang menyala di sana. Ponsel Deven.
"Sayang kalo dibakar, iPhone 13, bro!" gumamnya lantas memasukan ponsel tersebut ke dalam saku. Rendra kembali melanjutkan kegiatannya tadi, minyak tanah itu disiram sampai habis tak tersisa. Dirinya mengambil korek api dari saku yang satunya, menggesek korek tersebut sampai menimbulkan percikan api. Rendra melemparkannya ke tumpukan baju milik Deven.
Tanpa menyadari jika perbuatan kecilnya bisa berdampak pada sesuatu yang besar.
~~~
"Gimana, Zo?"
"Nihil. Mafia di Bali jumlahnya memang lumayan, tapi kalau kita salah sasaran, bisa mati di tempat." Terdengar helaan napas panjang dari Deven. Sejak tadi mereka semua—Charisa, Deven, Kenzo, Natalie, Rafael, serta William—tengah saling membantu untuk mencari lokasi markas si mafia cantik itu. Namun tentu saja, hasil tak akan kunjung didapat bila mereka semua hanya mencari lewat internet. "Masalahnya, mereka bukan cuma satu," sambung Kenzo.
Sebetulnya Charisa masih dalam masa pemulihan, tetapi ia bersikukuh meminta agar keduanya seger mencari lokasi tersebut. Supaya kalau gue udah sembuh, tinggal kita bantai, pikir Charisa. Mereka kehabisan akal, sudah tiga hari mencari tetapi hasil tetap nihil. Hampir lupa, mereka melakukan pencarian lewat teknologi digital itu di rumah sakit, tepatnya ruang rawat Charisa.
Ketika sedang mentok-mentoknya, tiba-tiba sesuatu terlintas di pikiran Charisa. Sesuatu yang mengingatkannya pada masa SMA, dan sesuatu yang sebetulnya masih menjadi tanda tanya. "Zo, lo inget gak tato di telapak tangan kiri Anneth yang Natalie bilang waktu itu?" tanya Charisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend or Love?
Teen FictionKetika ego tak bisa dikendalikan Persahabatan yang telah dijalin lama, harus menjadi korban. Belum lagi, saat salah satu darinya mengenal cinta. "Serapuh itukah bersahabat dengan lawan jenis?" Tentu tidak. Namun kedua remaja ini tak bisa mengendali...