Ruang IGD itu terasa mencekam saat dua cowok di depan pintu nggak henti-hentinya saling menatap tajam. Meski udah dapet penjelasan, Jake masih nggak bisa mempercayainya, apalagi dia orang asing yang kemungkinan berlaku jahat.
Cowok itu juga tidak kunjung menghubungi kedua orang tuanya karena masih menunggu kejelasan akan kondisi Alda. Sampai akhirnya pintu itu terbuka, seorang dokter perempuan keluar dengan wajah ramah.
"Gimana dok?"
"Alhamdulillah, masih diberi kesempatan. Goresan pisaunya meleset, jadi nggak persis mengenai nadi. Tapi pasien masih butuh perawatan karena darah yang keluar cukup banyak."
Helaan napas dua orang itu terdengar. Ketika sang dokter undur diri setelah mengatakan mereka bisa menjenguk begitu Alda dipindahkan ke ruang rawat, tatapan permusuhan Jake masih jelas kentara.
"Kalo bukan lo terus siapa?" tanya cowok itu tajam.
"Kan udah gue bilang gue juga gakenal dia siapa. Pokoknya tuh yang gue inget, alis dia ada dicukur segaris." Hadeu, Jake bener-bener buntu clue untuk saat ini.
"Terus kenapa nggak tangkep dia?"
"Lo harus tau waktu gue teriakin tu bocah langsung manjat tembok belakang, kabur."
Menyerah untuk mencurigai cowok asing itu, Jake masih belum menyelesaikan pertanyaannya. "Lo kenal Alda?"
"Enggak sih."
"Tapi kok lo baik banget bantuin?"
Cowok itu menggeram pelan akibat kesal. "Ya masa gue mau liat orang mati depan mata gue?!" sahutnya agak depresot menghadapi Jake.
Jake mengangguk-angguk. Keheningan melanda sesaat sebelum cowok itu kembali bersuara.
"Tapi gue pernah ketemu dia, sekali."
"Dimana?"
"Pasar."
***
Jake selesai menghubungi orang tuanya yang bisa ditebak langsung shock abiez. Setelah mengiyakan ucapan bundanya yang terburu-buru kayak kereta malam, cowok itu duduk didalam ruang rawat sambil memperhatikan cewek yang saat ini tengah terbaring di atas brankar.
Ngomong-ngomong, cowok asing yang bawa Alda tadi udah pulang, kali aja kalian nyariin.
"Idup lo tuh nyusahin doang ya?" Jake bermonolog sambil matanya nggak lepas menatap kelopak mata tertutup itu. "Gue nggak pernah minta dikasi takdir buat ketemu cewek rese kaya lo sebenernya."
"Karena yang gue tau, mereka bakal nyusahin." Beralih ke tangan yang saat ini terasa dingin, entah angin darimana, Jake menggenggamnya. "Dan sekarang kejadian, lo nyusahin."
Memainkan jari-jari panjang yang agak bantet itu, Jake tersenyum tipis mengingat banyak hal merepotkan yang datang padanya beberapa bulan terakhir.
"Apalagi yang paling jago nyusahin hati gue."
Brak
Jake refleks melepas genggaman tangannya.
Pintu ruang rawat terbuka kasar menampilkan bunda dan Rose di belakangnya. Wanita paruh baya itu terlihat sangat panik dengan lipstik tercoret di ujung bibirnya.
Gini amat punya ibu, sempet-sempetnya dandan.
"Ini kok bisa gini?! Astaga Alda!!!" seru bunda sambil menghampiri brankar tempat Alda berbaring.
Setelah meneliti badan cewek itu yang alhamdulilah aman selain pergelangan tangannya, bunda menolehkan kepala menatap Jake tajam.
"Jake?"
"Bun sumpah aku juga nggak tau." panik cowok itu saat bunda terlihat menghampirinya dengan langkah pelan.
Sementara Rose udah duduk nyaman siap menyaksikan keributan setelah tadi sempet berdiri di ujung brankar dengan pandangan sedih.
Dan dalam hitungan detik, Jake udah berada dalam cekalan bunda yang siap memberi cowok itu pelajaran. "Kan bunda udah bilang kamu jagain Alda! Kemana aja coba bisa sampai begini?!"
"Aduh, itutuh tadi aku diuber sama iblis cilik jadi nggak bisa fokus."
"Halah alesan!" geram bunda menjitak kepala Jake dengan sepenuh hati.
"Bundaaa sakit!"
"Biarin aja, ini udah dua kali ya!" wanita paruh baya itu keliatan amat sangat kesal sampai membuat ayah yang baru aja masuk segera melerai perkelahian ibu dan anak tersebut.
Dengan bijaksana beliau bersuara. "Kalian ini apa-apaan sih? Nggak liat Alda lagi istirahat? Lagian sekarang kita ini di rumah sakit, dijaga sikapnya."
Mendengar kepala rumah tangga itu bersuara, keduanya kicep. Tapi nggak bisa dipungkiri bunda masih kesel banget sama Jake dan membuatnya menatap tajam anak bungsunya dengan wajah ngambek.
"Kamu juga Jake, udah dikasih amanah buat jagain Alda kenapa lalai terus sih? Ini udah kedua kali loh, ayah nggak tega kalo harus terus ngasih kabar kurang enak ke om Joshua."
Jake menundukkan kepala. Bener, ini salahnya.
"Iya, maaf..."
"Kamu laki-laki, harus berani tanggung jawab. Jadiin pelajaran, janji setelah ini nggak bakal ada kabar-kabar semacam ini yang bikin orang kecewa, ya?"
"Iya, aku janji."
***
guys, kayaknya aku
lagi falling in love...