Siang-siang begini enaknya minum yang seger, apalagi cuaca lagi ekstrem banget. Butuh kesegaran alami kayak le mine—nggak. Kayak kamu gitu. Bercanda.
Cowok berwajah adem, seadem air pegunungan itu menyaksikan pemandangan freak di depannya sambil memainkan sedotan di mulutnya, sesekali diseruput isinya yang tak lain tak bukan adalah minuman sejuta umat.
Tea jus gula batu.
Sementara yang jadi objek perhatiannya terlihat mulai mendekatkan wajah ke kaca bening pembatas antara dirinya dan lawan bicara.
"Ceng, menurut lo gue ganteng gak?"
Nggak ada sahutan.
"Ganteng banget kan?" ujarnya karena sang lawan bicara cuma diem sambil merhatiin wajahnya lamat-lamat. "Iya Jake, lo ganteng banget. Makanya nggak ada yang berani nolak pesona orang ganteng."
Uhuk!
Jake refleks menoleh, matanya memicing menatap Sunghoon yang lagi gelesotan di bawah sofa sambil gebukin dadanya sendiri. "Kenapa lo?!"
"Ga liat?! Uhuk!" seru Sunghoon sambil berusaha meredakan acara keseleknya yang nggak kunjung selesai. "Cok! Uhuk! Kenapa diem uhuk aja?!" cowok itu memandang Jake tajam.
"Terus gue kudu apa?"
Sunghoon nggak menjawab, tangannya mengisyaratkan Jake buat ambilin minum. Tapi bukannya diambilin, Jake malah menggeram pelan sambil misuh-misuh.
"Itu yang di tangan lo apaan?! Batu ginjal?!"
Dan si kalem baru sadar, kalau daritadi dia megangin plastik es yang tinggal diseruput lagi bisa meredakan acara batuk-batuk. Aduh, mau ngatain Jake jadi sungkan. Pada akhirnya tragedi keselek Sunghoon berakhir setelah cowok itu minum esnya sampai tandas.
"Sorry, lupa gue."
"Ganggu aja lo, si aceng jadi kabur kan." kata Jake sambil melirik makhluk bersirip hijau yang lagi goyang-goyangin pantatnya di dalam benda berdinding kaca tersebut.
"Cih. Abis dijutekin gebetan jadi sinting lo?"
Ekspresi Jake yang tadinya lawak karena terlalu pede kini udah kembali ke bentuk semula. Galak-galak minta dislepet. Lantas, cowok dengan tatanan rambut belah tengah itu mendengus. "Gebetan?"
"Itu, si Ale-Ale."
"Who's Ale-Ale?"
"Minuman." jawab Sunghoon sebel.
"Gue nggak suka minuman Ale-Ale."
"Iya, lo kan suka orangnya."
"Emang ada orang namanya Ale-Ale?"
"Dah lah! Kenapa jadi bahas Ale-Ale?"
Jake menaikkan sebelah alisnya bingung. "Perasaan lo yang mulai bahasan Ale-Ale deh."
"Tapikan maksud gue Alda! Bukan minuman Ale-Ale." sungut Sunghoon nggak tahan.
"Loh? Kenapa nyampe Alda?"
Sontak Sunghoon berdiri dan melambaikan tangannya dengan muka nelangsa, seolah dia udah nggak sanggup berada di situasi ngobrol sama Jake yang entah terlalu polos apa emang lagi mode goblok.
"Ngapain lo?" tanya Jake belum paham dengan situasi.
"Berak."
"Galucu." sahut Jake dengan wajah datar.
"Emang ga lagi ngelawak." Sunghoon yang udah berdiri itu lantas dengan sedikit tertatih lengkap muka lesu bersiap pergi. "Kebelet boker gue, Jake. Kalo mau pulang jangan lupa tutup pintu sama pager ya."
Dan begitulah, cerita di siang hari yang membuat Jake memutuskan buat pulang. Lagian ngapain juga disini? Nungguin Sunghoon boker yang bisa aja sampai fajar berikutnya tiba.
Alias lama banget momz. Nggak tau itu makhluk ngapain aja di kamar mandi. Mikirin konspirasi putri duyung apa lagi merancang UU peralienan tahun 5035.
Tapi karena Jake bener-bener gabut nggak tau mau ngapain di rumah. Cowok itu milih buat muterin kota aja. Ngomongin temennya yang satu lagi, Jake nggak yakin mereka masih bisa disebut temen? Belakangan ini—lebih tepatnya setelah kejadian itu mereka belum ngobrol lagi.
Yang Jake tebak sih, Jay jauhin dia. Udah gitu doang. Lagian Jake juga belum ada nyali buat deketin manusia itu, selain disegani satu sekolah, Jay si konglomerat itu keliatan lagi asik sama gerombolan barunya.
Mereka sahabatan nggak sih? Jawabannya bisa iya, bisa enggak. Temenan udah dari kelas 2 smp karena ada di satu tempat les yang sama. Sampai sekarang kelas 11 yang akhirnya satu sekolah. Takutnya kalau Jake nyebut mereka sahabatan, eh oknum satunya cuma nganggap temen biasa, kan malu.
Kalau sama Sunghoon mungkin bisa, karena kalau diliat temen deket cowok kalem itu cuma dia sama Jay. Beda lagi kalau Jay, temennya bejibun. Jadi bingung bedain mana sahabat sama temen biasa.
Motor yang dikendarai Jake itu hampir hilang kendali karena pengendaranya salfok. Bahaya banget emang kalau lagi banyak pikiran gini naik kendaraan. Bisa-bisa karena salah fokus, nyawa jadi taruhan.
Untung Jake buru-buru sadar. Cowok itu mutusin buat berhenti dan turun dari motor. Kaki panjangnya membawa Jake ke sebuah toko buku yang berada tepat di samping bangunan tertutup tempat dia parkir.
Jake itu jarang ke toko buku, kalau nggak lagi dalam keadaan terpaksa misal ada pelajaran yang perlu buku tambahan dan itu harus beli baru deh dia ke toko buku. Selebihnya enggak.
Tapi entah kesurupan apa hari ini malah mampir, padahal lagi nggak ada pelajaran yang perlu buku tambahan. Dan tanpa sadar cowok itu berhenti di rak novel fantasi.
Berdasarkan pengelihatan Jake yang secara nggak sengaja waktu itu. Di kamar Alda banyak buku novel, awalnya dia nebak pasti cerita romansa yang terlalu antimainstream. Tapi ternyata malah sebagian besarnya novel fantasi.
Jujur Jake nggak suka fantasi. Terlalu halu. Dilebih-lebihkan dan nggak mungkin ada. Terus Jake suka apa?
Rahasia dong. Kalian ini kepo banget, readers.
Pada saat meneliti isi rak di depannya, cowok itu dibuat menoleh setelah ada yang nepuk bahunya pelan. Awalnya Jake mau pura-pura nggak merasa, tapi yakali?!
"Kak Jake kan?"
"Iya." sahut cowok itu datar. Efek nggak kenal ini orang siapa, makanya judes.
"Inget aku nggak? Isyana."
***
hey epribadeh, ciyehhh kangen aku ya
(ga ngaku aku ngambek setahun)