📽. 25

2.8K 621 65
                                    

Jake mau ketemu kakaknya Isyana? Pacarnya?

Alda melirik dua orang itu yang terlihat tengah beradu mulut. Pasalnya dari ekspresi Jake saat ini, cowok itu super merasa risih dengan keberadaan bocil antena tersebut. Maksudnya, kan kuncirannya ada dua hehe.

Tapi karena dia udah nggak ada urusan, Alda milih buat pergi dari sana. Samar-samar denger Jake manggilin dia dari belakang, tapi nggak ada eksistensi cowok itu bakal muncul gara-gara dipegangin Isyana biar nggak kabur.

Sambil jalan ke parkiran, Alda menggerutu akibat ditinggal Taehyun gitu aja. Matanya fokus menatap layar hp buat nelpon cowok itu. Dan sewaktu mau neken tombol panggilan, seseorang nabrak bahu Alda sampai benda di genggamannya jatuh.

"Anjrit!"

Alda udah bersiap mengeluarkan jurus makian lima bahasa saat melihat sosok yang menabraknya ngeliatin cewek itu dengan watados.

"Eh? Sengaja."

Tangan cewek itu mengepal erat. Emosinya langsung membuncah begitu tau pelaku yang bikin hpnya hancur saat ini adalah makhluk jahanam yang selalu nyari perkara sama dia.

Siapa lagi kalau bukan Jay.

"Lo...!"

"Apa? Mau marahin gue?!" gertaknya dengan muka sangar. Sontak bikin Alda nggak jadi ngomong. "Masih nggak kapok sama yang kemarin? Lo mau nambah?"

Mungut hpnya yang lecet di area layar tersebut, Alda menatap Jay tajam. "Gajelas lo!"

Alda udah berancang-ancang siap kabur sebelum pergerakannya disadari Jay dan bikin cowok itu tanpa aba-aba menariknya pergi dari sana.

"Lepasin gak?!" seru Alda sambil berusaha melepaskan cekalan tangan Jay pada lengannya.

Seolah nggak punya rasa kasihan, Jay mencengkeram erat lengan cewek yang ia seret tanpa sedikitpun ngasih kelonggaran. Bikin Alda berkali-kali meringis sampai kemudian mereka tiba di area sepi belakang gor.

Jantung cewek itu auto berdegup lebih cepat dari biasanya. Tempat ini agak jauh dari keramaian, sepi dan cuma ada satu pohon besar yang keliatan nyeremin.

"Rasanya nggak afdol kalo gue ketemu lo tapi nggak diapa-apain." seringaian mengerikannya bikin bulu kuduk Alda berdiri.

Memang bener, ketimbang hantu, manusialah yang paling nyeremin. Karena mereka bisa ngelakuin apa aja dengan bersentuhan secara langsung.

"Maksud lo...?" sedikit gemetar, Alda mundur perlahan saat didapati Jay turut maju mendekatinya.

"Lo tau sendiri..." bisik Jay pelan. "Tujuan gue selama ini cuma pengen musnahin lo..."

"Jay?"

Rahang cowok itu terlihat mengeras sesaat setelah Alda memanggil namanya. "Jangan panggil nama gue, jalang!"

"Lo nggak berniat bunuh gue, kan...?"

"Ya. Gue berniat." jawabnya tegas tak terbantahkan.

Alda yang mendengar itu sontak meneguk ludah. "Tapi kenapa? Gue salah apa sih sama lo?"

Plak!

"Lo masih nanya?!" teriak Jay persis dihadapan Alda yang sontak memegangi pipinya sehabis ditampar tanpa aba-aba. "Lo itu pembawa sial! Keberadaan lo cuma jadi parasit buat orang-orang! Coba bayangin kalo nggak ada lo, semua nggak bakal kayak gini!"

Tanpa sadar, gumpalan bening dari pelupuk mata cewek itu meluruh satu persatu. "Apa? Gue nggak tau masalah apa yang bikin lo benci banget sama gue, padahal dulu kita temenan loh Jay..." ujarnya dengan suara pelan.

"Nggak setelah gue tau lo adalah si anak sialan itu. Lo! Anak jalang yang ngikutin jejak ibunya, adalah penyebab nyawa orang melayang!"

"Hah...? Jangan bilang..."

"Orang yang nolongin lo waktu kecelakaan itu, mama gue."

Mulut Alda bener-bener tertutup rapat setelah pengakuan Jay barusan. Cewek itu memandang kosong tanah yang ia pijak saat ini dengan perasaan terkejut luar biasa.

Dan dengan memanfaatkan kesempatan yang ada, Jay bergerak mendorong tubuh cewek itu hingga terjerembab menabrak batang pohon di belakangnya.

"Gue cuma mau lo bayar semua perbuatan lo waktu itu dengan hal serupa."

"Kita bisa omongin ini baik-baik Jay..."

Jay menatap tajam Alda yang berusaha bangun meski punggungnya baru aja nabrak pohon dengan cukup keras. Apalagi cewek itu merasa ada ujung runcing yang bikin punggungnya tergores dan kerasa perih saat ini.

"Nggak. Gue nggak mau ngomong apapun sama pembunuh kayak lo."

Alda menggeleng. "Tapi kenapa? Gue juga nggak mau semua ini terjadi. Apalagi sampai ngerebut kebahagiaan seseorang..."

"Tapi lo ngelakuin itu!"

"Gue nggak tau!"

"Ya makanya akan lebih baik kalo lo mati aja!" Jay merogoh saku hoodienya dengan napas terengah karena emosi. "Biar gue bahagia."

Pisau kecil yang baru saja diambil Jay dari sakunya itu diacungkan persis ke depan wajah. Raut tajam yang terpampang di wajah cowok itu seolah susah untuk berganti jadi iba.

Malam ini, Jay bener-bener dibutakan emosi. Memanfaatkan kesempatan yang nggak bakal terjadi dua kali buat lekas menyelesaikan misinya selama ini.

Tanpa mendengar ucapan Alda yang memohon buat dilepaskan, Jay kembali mendorong cewek itu kasar hingga tersungkur. "Ada kata-kata terakhir?"

"Jay, please..."

Jay tersenyum setan. Mendekatkan pisaunya pada pergelangan tangan Alda yang ia cekal kuat ketika empunya berusaha memberontak. "Noooo!" seru Alda saat berusaha merebut pisau di genggaman Jay.

Akibat kesal aktivitasnya diganggu, dengan sekali dorongan Jay membenturkan kepala cewek itu sampai nggak sadarkan diri.

Decihan pelan nampak terdengar ketika Jay lihat udah nggak ada pergerakan yang bakal ngeganggu kegiatannya. Dengan tenang, cowok itu mendekatkan ujung pisaunya ke lengan Alda.

"HEH KALIAN NGAPAIN?!"

Tapi Jay terlanjur menggoreskan pisaunya.

***

aaaaaaaaa takut 😭
🕳🏃🏻‍♀️ jangan marahin aku

andante  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang