Jake bingung. Dari yang Alda pingsan sampai sekarang nggak bangun-bangun, kini hape cewek itu berbunyi tanpa henti. Di display namenya tertulis kalau yang nelpon cewek ini adalah dokter.
Dan Jake nggak bisa angkat gitu aja karena menyangkut privasi. Huh, tapi berisik.
Akibat berbunyi terus menerus mungkin, Alda akhirnya membuka mata. Karena denger suara-suara yang menganggu, cewek itu lekas bertanya yang mana sedikit mengagetkan Jake.
"Itu hape siapa?"
"Eh? Udah sadar?" Jake menyodorkan ponsel berwarna ungu itu ke pemiliknya. "Punya lo, daritadi bunyi."
Alda agak bingung waktu liat siapa yang nelpon. Untung sekarang perutnya udah mendingan setelah dikasi obat sama dokter. Penyebab dia sakit perut adalah karena pms. Tapi kali ini cuma agak ekstrem aja sampe bikin pingsan.
Sembari nunggu Alda ngangkat telepon. Jake yang agak menjauhkan diri itu dibikin penasaran waktu lihat Alda menutup mulutnya shock.
Setelah itu panggilan berakhir. Nggak bisa dipungkiri raut wajah cewek itu jadi lebih lebih lebih baik setelah menerima panggilan telepon. Jake jadi kepo.
"Ada apa?"
"Nggak apa apa." terus cewek itu berusaha turun dari ranjang rumah sakit sebelum Jake gerak cepet buat bantuin.
"Lo udah mendingan kah?"
Pertanyaan Jake itu belum sempet terjawab ketika gantian hape cowok itu yang bunyi. Dengan posisinya yang agak bungkuk karena sambil bantuin Alda, cewek itu jadi bisa liat siapa nama yang nelepon Jake.
Alda nggak kenal. Tapi yang pasti panggilan dari sosok itu membuat Jake jadi menatapnya lama.
"Ape?"
"Ayo gue anter pulang."
"Nggak usah kalo lo buru-buru ada urusan lain."
Jake menggaruk tengkuknya sejenak. "Gapapa kok, masih sempet."
Alda nurut. Nggak banyak nolak lagi sambil mereka jalan ke parkiran rumah sakit. Tapi lagi-lagi hape cowok itu berdering. Karena Alda tau kayaknya Jake nggak bakal bisa anter dia pulang, sambil cowok itu nerima panggilan, Alda pesen ojol.
"Iyaa Sa, aku kesana."
Alda menoleh. Nada panggilannya agak agak hmzzz.
"Al, gue—."
"Lo boleh pergi gue udah pesen ojol." serobot cewek itu cepat.
"Gapapa?" tanya Jake sambil masang ekspresi nggak enak.
"Iya santai aja, gue juga udah sehat." Boong, nyatanya cewek itu sedikit sakit hati. Meski nggak tau siapa yang ngobrol sama Jake barusan dan urusan apa yang bikin cowok itu jadi nggak bisa nganter dia pulang.
"Sorry yaaa." Jake mendekat buat ngusap-ngusap pelan puncak kepala Alda. "Lo hati-hati, obatnya jangan lupa diminum."
Mengukir seulas senyum tipis, Alda mengangguk. Nggak tau apa maksud perlakuan Jake barusan, tapi Alda ngerasa luka hatinya makin melebar.
"Bye beb." pamit Jake sebelum menjauh bersama kendaraannya.
Kemudian cewek itu hendak berjalan menuju tempat yang di sebutin abang ojol sebelum seseorang mencegah langkahnya.
"Alda."
"Jun."
Ekspresi dua orang itu sama-sama kaget dan bingung. Karena Hyeongjun duluan yang nyapa, cowok itu pun segera melangkah lebih dekat buat ngobrol.
"Sorry gue ingkar janji buat gak nemuin lo."
Masih menunggu apa yang bakal dikatakan cowok itu, Alda cuma diem karena dia sendiri nggak nyangka kembali dipertemukan ke momen ini. Ketemu orang yang (harusnya nggak) dia benci.
"Lagi-lagi gue harus bilang maaf, maaf Al. Gue tau lo mungkin gabakal bisa maafin gue."
"Gue maafin lo."
"Hah?" Hyeongjun cengo. "A-apa??"
"Gue juga minta maaf, harusnya gue gak ngebenci lo. Apalagi lo nggak terlibat apapun selain fakta kalau itu kelakuan bokap lo."
"Bokap gue emang bejat banget, gue minta maaf Al, dia udah kena karma sekarang."
"Gimana?"
"Bokap di diagnosa kanker otak stadium lanjut."
Alda membekap mulutnya kaget. "Jun, i'm sorry to hear that."
Cowok itu tersenyum tipis. "Kalau nggak gitu Tuhan susah negurnya."
"Nyokap gue udah sembuh."
Wajah Hyeongjun seketika yang jadi kaget. "Serius?! Puji Tuhan, gue seneng dengernya."
Alda mengangguk-anggukkan kepalanya. Tanpa sadar air mata cewek itu menetes. "Ini gue mau kesana liat keadaan dia."
Hyeongjun ikut seneng, liat temennya semasa kecil ini balik nunjukin senyum didepan dia. Meski ada secuil rasa malu atas apa yang udah diperbuat Ayahnya ke Mama cewek itu.
Nggak tau siapa yang memulai, dua orang itu berpelukan sebagai salam damai atas peristiwa yang mungkin belum bisa diterima para orang dewasa yang terlibat.
"Gue nggak tau mau ngomong apa, semoga kita temenan lagi."
"Kita emang temenan kali."
Kemudian terdengar tawa diantara keduanya sebelum Alda mendapat telepon dari abang ojol yang kelupaan udah nungguin.
Well, memaafkan dan berdamai sama masa lalu memang nggak mudah, tapi kalau belom dicoba juga bakal merusak hubungan yang harusnya baik-baik aja dari awal.
***
spam lagi buat triple? janlup
vote juga biar seimbang yaaa