Alda mengerutkan alis bingung ketika Jake malah membelokkan motornya ke restoran cepat saji. Cowok itu melepas helmnya enteng dan meninggalkan Alda yang udah misuh-misuh di belakang.
"Ngapain kesini?" tanyanya setelah berhasil mengimbangi langkah Jake menuju pintu masuk.
"Lo nggak liat ini tempat apa? Yaudah pasti mau makan lah!"
"Maksudnya kenapa nggak langsung pulang? Udah mau maghrib tau!"
Tiba-tiba Jake menghentikan langkah, kepalanya menoleh menghadap sosok cewek yang berdiri di sebelahnya, "makanya karna mau maghrib kita berhenti dulu. Lo nggak tau seberapa bahayanya berkendara waktu maghrib?"
Setelah ngomong gitu, Jake membuka pintu kaca di depannya dan melangkah masuk.
Melihat Jake yang udah ada di tempat pemesanan, Alda berangsur buat nyari tempat duduk. Dia nggak berniat ikut pesen, makanya setelah dapet kursi, Alda langsung buka youtube.
Sampai-sampai ketika kursi di depannya ditarik, Alda nggak mengindahkan karena terlalu fokus. Palingan juga Jake.
"Alda."
Shit, bukan Jeki inimah.
Nggak sempet ngejeda tontonannya, Alda langsung matiin hp. Cewek itu menatap sinis orang di depannya yang seenak jidat main duduk. "Lo siapa?"
"Al, jangan gini lah."
"Jangan gini apa? Lo siapa?" ujarnya dingin.
"Gue minta maaf,"
Alda menghembuskan napas kasar, matanya mengedar dan akhirnya berhenti di satu titik yang mana disitu ada Jake lagi anteng makan ayam. Sialan.
"Buat apa? Bukan salah lo."
"Tapi lo masih marah."
"Kalau itu jelas. Coba lo pikrin, anak mana yang nggak marah ketika tau—"
"Stop Al, makanya gue minta maaf atas nama orang itu..."
"Enggak Jun. Gue nggak bisa maafin dia, sekeras apapun lo minta maaf gue enggak bisa. Berhenti minta maaf buat sesuatu yang bukan kesalahan lo, oke?"
Sekuat tenaga, Alda berusaha menahan gejolak emosi yang udah mencapai ubun-ubun. Dia nggak bisa kelepasan marah di tempat umum kayak gini. Yang ada bikin malu diri sendiri.
"Oke, tapi kita temen kan...?"
"Sorry, gue nggak bisa temenan sama anak orang jahat. Dan satu lagi, tolong jangan sesekali nunjukin wajah lo di depan muka gue lagi. Gue nggak bisa. Liat lo sama dengan mengingat sesuatu yang coba gue lupain."
Alda menarik napas pelan sebelum kembali melanjutkan, "kalau lo masih punya hati dan membiarkan gue hidup normal, tolong turutin permintaan gue, Hyeongjun."
Nggak peduli misal Jake kelabakan nyari dia. Alda perlu udara segar, cewek itu nggak bisa berada di situasi menyebalkan kayak tadi. Bahkan ketika kakinya berhasil menapak di atas trotoar jalan, tangisnya pecah.
Rasa sakit ketika umurnya tiga belas tahun seperti diulang. Potongan kejadian hari itu langsung aja terlintas di benaknya. Jujur kalau ditanya momen paling kelam dalam hidupnya, Alda akan menjawab hari itu ketimbang kecelakaannya di usia sebelas tahun.
Lampu jalan udah mulai menyala, bulan yang awalnya malu-malu menampakkan diri sekarang terlihat jelas di atas sana. Alda berjalan lurus sambil mengusap air matanya kasar.
Sekuat apapun dia nahan buat nggak nangis, rasanya sia-sia. Yang ada bibirnya berdarah gara-gara digigit kuat. Cairan bening itu masih mengalir deras di pelupuk matanya, kayak nggak mau berhenti.
"Lo gila ya?! Main pergi-pergi aja!" entah sejak kapan, tau-tau Jake udah berdiri di sebelahnya sambil marah-marah.
"Abisnya lo lama..." cicit cewek itu dengan suara kecil.
Jake menghembuskan napas pelan, terus narik Alda buat ke motornya. Bukan alasan itu yang mau Jake denger, emang dia sebodoh itu sampai nggak tau alasan Alda pergi adalah cowok tadi?
Lagipula bukan sengaja Jake milih duduk di meja yang berbeda. Itu karena sewaktu mau nyamperin Alda, keburu ada orang lain yang duduk disana.
Dia pikir temennya, atau yang paling memungkinkan pacarnya. Kan nggak mungkin Jake tiba-tiba ada diantara mereka. Aneh banget. Maka cukup liatin dari jauh dan nebak-nebak berhadiah.
"Buruan naik!" seru Jake datar.
"Biasa aja dong." jawabnya masih dengan suara kecil, takut bor ini orang mode galaknya ngeri banget.
"Lo lamban!" ujarnya sambil memasangkan helm secara paksa ke cewek tersebut. Mengabaikan ringisan kecil karena kepalanya kejedot helm.
Lantas bukannya langsung naik, Alda memilih menatap Jake dengan ekspresi kesal dan bingung secara bersamaan, "lo kenapasih?"
"Gapapa!" ketusnya.
"Marah ya?"
"Gak!"
"Halah."
"Naik apa gue tinggal?!"
Masih dengan ekspresi kesal, Alda mulai naik ke atas motor. "Iya iya."
"Gara-gara lo nih." pas motor udah jalan, Jake baru ngomong lagi, Alda yang denger pun sedikit mencondongkan badannya ke depan.
"Apa kok gue sih?!"
Dibalik helm fullfacenya Alda bisa melihat kalau alis cowok itu masih menukik tajam. Ternyata belum abis acara marahnya pemirsa. Alda nggak tau ini anak kenapa, tapi setelah Jake ngomong lagi, dia baru paham dan berusaha menahan tawa.
"Coba lo nggak ngacir pergi tadi, gue masih menikmati kulit ayam dengan tenang. Kalau kayak gini kan, sia-sia gue nyisain kulit buat dimakan terakhir."