I

32.7K 1.4K 37
                                    

DOR

DOR

DOR

Suara tembakan menggema di seluruh sudut halaman belakangan mansion milik keluarga Costra.

Lucian Dhe Costra,
Anak tunggal pasangan Roger Dhe Costra dan Aline Van Costra.

Costra, adalah marga ternama keluarga mafia terkuat di Italia.

Lucian, lelaki yang sudah genap berusia 23 Tahun. Lucian memiliki segalanya. Harta, tahta dan kekuasaan.

Soal fisik tak perlu diragukan lagi!

Hidung bangir terukir sempurna, mata hitam tajam yang sialnya begitu indah, bibir tipis yang sangat menggoda, rahang tegas yang begitu jelas, satu lagi! Suara serak basah yang khas. Sungguh luar biasa.

Tubuh Lucian terpahat begitu menawan. Tegap, kokoh dan berotot. Rambut sedikit ikal menambah kesan maskulin dalam dirinya. Juga jangan lupakan tangan kekar dan tinggi semampainya.

Ugh, sangat sempurna.

"Stop Luci!"

Lucian melirik sekilas Roger— Ayahnya, lalu melanjutkan kegiatan menembak sasarannya. Sasaran Lucian kali ini bukan lagi benda mati, melainkan kelinci hidup yang riang berlari.

"Son stop!" Teriak Roger murka.

Lucian berhenti, menatap nyalang ayahnya. "What's wrong with you Dad?!"

Roger menghela nafas, anaknya ini sangat keras kepala. "Temui Mommymu di ruang tamu."

"Lebay sekali harus di ruang tamu. Padahal Mommy bisa kesini sambil melihat kelinci paskah kesayangannya bersimbah darah." Ucapnya kembali menarik pelatuk pistol.

Roger mengeplak tangan anak satu-satunya itu. "Anak sialan."

"Cepat ke ruang tamu atau kau akan menyesal!" Roger melangkah pergi.

Lucian menaikkan satu alis sombong, bibirnya tersenyum mengejek. "Tak ada kata menyesal dalam kamus clan Costra."

|▪︎|▪︎|▪︎|

"Cantik sekali astaga." Perempuan setengah baya itu mendekap erat gadis mungil dihadapannya.

"Hampir 10 Tahun gak ketemu. Mommy kangen banget tau!"

Gadis itu nampak sedikit kesulitan bernafas. Ia mencoba menahan dengan senyum manis yang masih melekat di bibirnya.

Aline mengurai dekapannya, menatap manik teduh yang bersinar indah milik gadis itu. "Sumpah berasa mimpi tau gak!" Aline berseru heboh.

Gadis itu hanya bisa tersenyum dan mengangguk, takut jika ia salah bicara.

Bagaimana tidak, saat memasuki mansion ini, pemandangan pertama yang ia lihat adalah ratusan orang berjejer rapih dengan pakaian serba hitam dan pistol tersimpan di sakunya— Bodyguard.

Jika diingat kembali, gadis itu bergidik ngeri.

"Lufi maaf ya, Mommy tidak bisa hadir saat mendiang ibumu dikremasikan. Saat itu, Mommy sedang ada di London dan tak bisa pulang karena si galak Roger pasti tidak akan membiarkan Mommy kembali sendirian ke Milan." Aline menuturkan alasannya panjang lebar, posisi wanita setengah baya itu masih setia mendekap dari samping. Gadis yang bernama Lufi itu mengangguk ramah.

"Aku mendengarnya, honey." Celetuk Roger melangkah mendekat. Aline tersenyum kikuk.

Roger ikut bergabung, duduk di sofa ruang tamu. Matanya tak lepas dari gadis cantik yang kini ada di samping istrinya. Roger tersenyum kecil.

LUFICIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang