XLIV

4.5K 196 12
                                    

"Sudah semua?" Tanya Eric menampakkan diri di ambang pintu.

Lufi mengangguk. "Sudah, Kak." Ia menarik resleting koper sebagai kegiatan terakhirnya untuk bersiap. Lufi melangkah mendekati Eric yang tengah menggendong Lazuar.

"Gantengnya anak Mommy." Lufi mendusel hidungnya di perut buncit Lazuar. Bayi itu tertawa menggemaskan.

Lufi dan Eric sama-sama terkekeh. Lazuar memiliki titik sensitif di daerah perut dan dada, sama seperti Lucian— ayahnya. Bayi tampan itu pasti akan merasa geli, bila mana titik sensitifnya tersentuh.

"Kapan Lucian sampai?"

Lufi mendongak, menatap Eric. "Sebentar lagi, sekitar lima menit." Eric mengangguk mengiyakan.

Lufi bergerak maju menuju lift di depan kamarnya, serta Eric mengikuti di belakang. Para maid yang sudah berjaga, bergotong-royong membawa barang-barang bawaan Lufi dan Lucian.

"Lufi." Panggil Eric saat pintu lift tertutup. Lufi berdehem menimpali. "Kau yakin?"

Lufi mengangkat satu alis. "Yakin tentang apa?"

"Mengajak Bibi Maria dan Mery ikut pindah bersamamu."

"Kenapa tidak? Mereka sudah aku anggap keluarga." Kata Lufi bertepatan dengan pintu lift terbuka, berhenti di lantai dasar. "Tenang saja, Kak. Aku dan Lazuar pasti baik-baik saja."

Eric berdecak. "Bukan itu maksudku."

"Lalu apa?"

"Perugia kota kosong. Disana bahkan jarang dilewati aparat keamanan, dan kau tidak mau membawa beberapa bodyguard TMA, bagaimana bisa aku merasa tenang?"

Lufi terkekeh rendah. Eric dan sifat overprotective yang sulit dipisahkan.

"Disana ada Lucian. Suamiku itu, pasti menjaga istri dan anaknya sebaik mungkin." Lufi duduk di sofa, tangannya mengambil alih Lazuar dari pangkuan Eric.

"Ck. Mentang-mentang sudah menikah, sombong sekali kau ini!"

"Iri? Bilang sialan!" Sambar Lucian baru saja datang dari pintu utama.

Lucian masih menggunakan setelan khas orang kantor. Hari ini, hari dimana tahtanya ia lengserkan pada sang asisten terbaik— Jorick. Berhubung dengan kediamannya berpindah ke Perugia, Lucian juga akan berpindah menempati kantor cabang DC Group di daerah yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Ini semua Lucian lakukan demi istri tercinta. Lucian berjanji, apapun kemauan Lufi, pasti akan ia kabulkan. Termasuk ide gila ini, pindah rumah ke ujung pelosok negeri.

Eric mendengus, ia merogoh kocek saku untuk mengeluarkan benda pipih canggih. Eric mendial seseorang.

"Jack, dimana jetnya? Mengapa lama sekali?!"

"Dari dua puluh menit lalu, jet sudah terparkir di landasan halaman belakang mansion, Tuan." Jawab Jack sedikit sebal. Sial sekali nasib Jack, ia selalu disuguhi kepribadian ceroboh dan risih atasannya. Melelahkan!

"Oh oke." Eric menutup panggilan sepihak, membuat Jack di sebrang sana mengumpat kecil. Eric mengembalikan ponselnya ke saku semula.

"Jet sudah siap. Bibi Maria dan Mery, apa mereka sudah siap?"

"Sepertinya sudah." Timpal Lufi. "Aku akan mengeceknya." Lufi bangun dari duduknya.

"Biar aku saja." Lucian menahan Lufi. "Sembari mengganti pakaian."

Lufi mengangguk. Gadis itu kembali mendaratkan bokong di sofa.

Bukannya langsung pergi, Lucian malah mengecupi seluruh wajah Lazuar juga ibunya terlebih dulu.

LUFICIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang