XXVII

6.5K 326 16
                                    

"Lufi. It's me, your daddy." Gumam Egan sangat kecil disertai kedutan di kedua sudut bibirnya.

Egan melangkah ke arah pantry, ia akan membantu Ema memasak.

"Ada yang bisa aku bantu, Em?"

Ema melirik kakaknya dengan ekor mata, lalu menggeleng. "Tidak ada, aku hanya akan memasak sayur sop. Itu perkara mudah, jadi kalian para lelaki diamlah!"

"Tapi Em, aku— "

"DIAM!" Sentak Ema kesal. Huh yang benar saja, kakak dan suaminya ingin membantunya memasak. Yang ada bukan jadi makanan tapi akhirnya jadi berantakan.

Egan langsung diam, begitu pula dengan Roger yang baru saja selesai mencuci wortel. Keduanya kini berdiri bersebelahan seperti patung, melihat Ema yang lincah bergerak kesana kemari.

"Kau sih menganggu, istriku jadi marah kan!"

Egan mendelik tak suka. "Apa salahnya? Aku hanya ingin membantu adikku."

Roger bergerak serong, matanya menatap tajam Egan. Ia maju satu langkah, semakin menatap tajam memberi lelaki itu peringatan.

"Kau." Telunjuk Roger bersarang di depan mata Egan. "Kau menyulut emosiku!"

Egan menampilkan senyum miring. "Memang. Kenapa, kau tak suka?!"

"Sialan!" Roger mencengkram kerah kemeja Egan siap memberi bogem mentah sebelum seruan Aline terdengar.

"KAKAK! MAS! DIAMLAH, KALIAN BERISIK SEKALI!"

Kedua lelaki itu berdecak, langsung mengurai jarak berjauhan. Mereka saling bersedekap dan melempar tatapan permusuhan. Oh, tak lupa juga bibir cemberut yang menghiasi keduanya.

Lucu sekali, para ketua mafia itu bertingkah seperti bocah merajuk hanya karena meributkan hal sepele.

Suara pintu terbuka mengalihkan atensi semuanya.

Disana ada Jorick yang memimpin haluan, lalu di belakang, ada Lucian sedang mendorong kursi roda yang di duduki Lufi.

"Aku tidak lumpuh tau!" Kesal Lufi melipat tangan di dada, tak lupa bibirnya melengkung ke bawah.

Lucian menghela nafas sabar. "Ya, ya, ya. Asal kau tidak banyak bergerak, aku bersedia mendengar seribu omelanmu, sayang."

Lufi berdecak kesal. Mode merajuknya tetap di tampilkan.

"Mom lihat, Lufi merajuk ingin aku tiduri." Adu Lucian membual.

"LUCIAN!"

Lucian terbahak sampai bahunya bergetar. Sungguh, menjahili Lufi adalah hal yang menyenangkan.

Aline mengelap tangannya setelah sebelumnya mencuci bersih. Ia melangkah ke ruang utama, diikuti dua ketua mafia di belakangnya.

"Lufi, Lucian. Kalian kenapa?"

Lucian duduk di sofa, lalu tangannya mengapit ketiak Lufi, memindahkan gadis itu ke pangkuannya. "Dokter Sha bilang Lufi jangan terlalu banyak bergerak, jika bisa dia harus bedrest."

Aline, Roger dan Egan mengikuti jejak Lucian untuk duduk di sofa. Aline duduk di sebelah Lucian yang tengah memangku Lufi. Aline dengan sayang mengelus-elus rambut Lufi yang berwajah cemberut.

"Tap-tapi Mom, aku tidak suka duduk di kursi roda. Ak-aku terlihat seperti orang lumpuh." Lufi menunduk dalam. Ia menautkan jari-jemarinya.

Aline terkekeh kecil. "Sayang, tidak semua yang memakai kursi roda itu orang lumpuh. Ada beberapa orang yang um ... sedikit tidak kuat, jadi terpaksa harus memakai bantuan kursi roda." Aline memberikan penjelasan.

LUFICIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang