XLII

4.5K 253 24
                                    

Miller kembali berduka.

Setelah lebih dari empat tahun mengumumkan kematian Egor, hari ini Miller kembali mengumumkan berita kematian Emeline.

Tidak sedikit dari mereka ikut menghadiri pemakaman Emeline. Bahkan banyak musuh bebuyutan Miller juga turut datang dalam prosesi pemakaman.

Emeline bukan wanita sembarangan. Ia terlahir dari keluarga konglomerat paling berpengaruh di dunia. Tak aneh, jika banyak orang yang mengenalnya.

Setelah kembali ke Milan dari Campania, jasad Emeline langsung di mandikan serta dilakukan pengkremasian. Semua tahap berjalan lancar seperti umumnya. Tidak ada kendala, hanya ada tangisan pilu para keluarga dan kerabat.

"Nonna hiks, k-kau jahat! K-kau hiks ... kau bilang kita akan pergi ke Paris bersama! Pembohong! A-aku hiks t-tidak suka pembohong ... "

Eric memeluk Lufi dari samping. Gadis itu terguncang paling hebat. Kesedihan senantiasa menimpa dirinya.

"Sttt, sudah. Nonna sudah bahagia di surga sana." Eric mengecup surai Lufi.

Lufi menggeleng-gelengkan kepala. Tangan gadis itu terus mengelus nisan Emeline yang baru saja tertancap di tanah. Tidak ada kata yang mampu membendung rasa sakit ini. Kehilangan orang tersayang, merupakan hal paling menyakitkan.

Pendeta melakukan tahapan terakhir proses pemakaman. Berdoa dengan keluarga mendiang menyentuh tanah, sedangkan para pelayat mengangkat telapak tangan di udara.

"Panjatkan puja dan puji kepada Tuhan yang maha esa. Semoga mendiang Emeline Van Miller segera diangkat ke surga, di tempatkan di sisi Tuhan yang mulia." Tutur pendeta lanjut merapalkan doa sesuai kepercayaan masing-masing.

Sepasang paruh baya berpakaian serba hitam mendekati Lufi dan Eric, mereka berkata turut berduka cita. Hal itu, diikuti oleh lainnya seraya menabur segunduk bunga tanda penghormatan.

Satu-persatu pelayat mulai meninggalkan kawasan pemakaman. Bunga-bunga kematian menimpa begitu tumpuk di tanah mendiang Emeline. Bunga identik dengan wewangian, begitu pula aroma makam saat ini yang begitu harum khas lily putih.

Italia, merupakan salah satu negara penganut tradisi putih suci. Bunga lily putih adalah bukti lambang kematian. Orang-orang yang mati— dalam keadaan apapun, wajib dihormati dengan taburan lily putih sebagai simbol kesucian. Tradisi itu berjalan tak pandang bulu. Seorang religius, orang kaya atau miskin, pelaku kejahatan atau bahkan seorang mafia pun pasti akan mendapat sebuah tradisi kehormatan itu.

Pada dasarnya, semua makhluk hidup akan kembali pada sang pencipta.

Manusia, cipta muasal dari segumpal tanah merah, lalu menempati tanah pula sebagai tempat terakhir raga beristirahat.

Lantas, mengapa masih banyak manusia yang membendung sifat langit? Padahal sudah jelas dirinya terlahir dari tanah merah daratan.

"Turut berduka cita. Kau kuat Lufi, aku yakin." Maria mengusap surai Lufi menangkan, padahal dirinya pun sama-sama menangis pilu.

Lufi bergumam terima kasih tanpa mengalihkan pandang dari makam Emeline.

Eric mendesah lelah. Jujur saja, Eric juga sangat terpukul atas kepergian Emeline. Ia membawa kepala Lufi membentur dada bidangnya. Layaknya kakak idaman, Eric menenangkan adiknya dengan usapan dan kecupan lembut, serta kata-kata penenang yang mampu membuat Lufi sedikit meredakan tangisan.

Lucian berdiri di sisi kuburan, tepatnya di bawah pohong rindang. Lazuar ada di dalam gendongannya. Bayi tampan itu sedari tadi rewel tak karuan.

Sudah dua hari berlalu, semenjak insiden serangan pemembakan itu. Lucian pulih dengan cepat, berbeda dengan Aline. Wanita setengah baya itu kembali ke kondisi kelamnya. Mengalami gangguan kejiwaan dan berujung masuk ke rumah rehabilitasi.

LUFICIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang