XXXVI

5.7K 317 37
                                    

Tiga hari sudah, Lufi mendekam di ranjang pesakitan. Untungnya ruangan itu sudah Lucian dekor menjadi nuansa serupa kamar mereka di rumah, membuat Lufi betah berada disini.

"Luci, sekarang giliranku menggendong Lazuar." Rengek Lufi memohon.

Pasalnya, sedari tadi lelaki itu anteng dengan bayi mereka. Lucian bahkan rela tidur di samping box bayi dengan menggeser sofa panjang sebagai tumpuannya. Sedangkan Lufi, berbaring sendiri di ranjang king size hasil custom Lucian.

Lazuarzìe Cozach Dhe Costra.

Nama yang sulit dengan arti yang berat. 'Lazuarzi Kozak De Kostra' adalah aksen pembacaanya, dengan arti; pemimpin anak laki-laki Dhe Costra.

"Kemari, buddy. Nonno ingin coba menggendongmu." Egan meluruskan tangan, aba-aba akan mengambil cucu tampannya itu dari gendongan Lucian.

"OEK ... OEK ... OEK ... "

Belum tersentuh, Lazuar sudah lebih dulu menjerit meledakan tangisan.

Eric terbahak sampai mata legamnya itu mengeluarkan cairan. "See? Lazuar tidak menyukai Kakek tuanya ini." Ejeknya menepuk sang ayah prihatin.

Egan mendesah sedih. "Sialan memang cucuku yang satu ini." Ia kembali duduk di single sofa. "Lufi, cepatlah pulih dan buatkan cucu baru lagi untukku." Matanya memelas menatap Lufi. Sayang sekali, Lufi hanya terkekeh rendah tanpa menjawab, seakan itu candaan semata.

Lucian mengoper Lazuar kepada Lufi untuk diberi ASI. Puji Tuhan, air susu Lufi mengalir deras dan tidak ada kendala.

Cup

Lucian mengecup kening Lufi lama. "Aku akan bereskan perlengkapan Lazuar, lalu kita pulang."

Lufi mengangguk tanpa mengalihkan pandang menatap Lazuar, bayi mungilnya yang sangat tampan.

Eric menghampiri brangkar. Ia mengusap rambut Lufi yang tengah menyusui Lazuar. Eric mengecup singkat pucuk rambut adiknya itu.

"Kau sudah menjadi seorang ibu, Lufi. Bagaimana rasanya melahirkan?"

"Sangat menyakitkan." Jawab Lufi tanpa melirik Eric. "Tapi, semua terbayar saat pertama kali mendegar bayiku menangis menunjukkan tanda kehidupannya di dunia."

Eric tersenyum hangat, jemari panjangnya mengelus pipi gembul Lazuar. "Lazuar bayi paling beruntung, karena bisa lahir dirahim ibu sehebat dirimu."

Lufi mendongak menubrukkan maniknya dengan Eric. "Terima kasih, Kak." Ucap Lufi tersenyum tulus.

"Aku selalu berdoa untuk kebahagiaanmu, Adikku."

Pintu ruangan itu terbuka, menampakkan Jorick dan Sean saling menatap sengit, di belakang terlihat Cath dengan wajah pucat bingungnya.

Cath mendahului dua lelaki yang kini tengah bercekcok. Ia melangkah terburu ke arah brangkar. Cath segera mendekap Lufi sekaligus Lazuar dari samping.

"Nona, euh— " Cath membekap mulutnya. "Maksudku Nyonya, selamat ya. Lazuar sangat tampan." Ia terkekeh canggung karena kesalahan kecilnya.

Lagi-lagi Lufi tersenyum tulus. "Terima kasih, Cath."

Bersamaan dengan itu, Sean berucap. "Tuan, mobil dan divisi keamanan TMA sudah siap bertugas di lobby." Laporan itu, ia tujukan kepada Egan.

Egan mengangguk seraya bangkit. "Lufi, ayo pulang."

Lucian menautkan sebelah alis atas perkataan Egan. "Lufi tetap tinggal bersamaku. Pulang apa yang kau maksud, Zìo?!"

Egan terkekeh rendah. "Aku akan mengantar cucuku sampai rumahmu dengan selamat." Katanya penuh penekanan supaya si posesif Lucian itu mengerti.

LUFICIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang