XV

12.3K 418 15
                                    

"Bu, Lufi datang."

Lufi mengusap nisan ibunya. Ia membawa tubuhnya untuk duduk di rerumputan.

"Bu, Lufi ketemu lagi sama Lucian. Bahkan, sekarang Lufi hamil calon anaknya."

Lufi menunduk, wajahnya kini terhalang rambut. Lufi menangis, ia menutupinya dengan cara seperti itu.

"Luf-Lufi gatau Bu, ini pilihan yang benar atau salah ... Lufi cuman pengen bahagia." Gadis itu terisak, sembari tetap mengelus batu nisan Anna.

Lufi terus mengoceh, menceritakkan banyak hal kepada batu mati itu, seolah-olah ia tengah mengadu pada sang ibu.

"Lufi ingin, Bu. Ingin jadi sosok seorang ibu yang sabar dan tangguh kaya Ibu. Lufi ingin jadi wanita kuat kaya Ibu. Lufi ingin anak-anak Lufi bangga punya ibu kaya Lufi. Lufi ingin jadi sosok terbaik buat anak Lufi. Lufi ingin, Bu. Lufi ingin menjadi seorang ibu yang- hiks ... hiks."

Lufi menyeka air matanya kasar.

"Lufi ingin jadi ibu yang sempurna untuk anak-anak Lufi kelak."

"Bantu Lufi ya, Bu."

"Bantu salurkan kekuatan dan kesabaran Ibu ke Lufi."

Lufi tersenyum dengan air mata yang terus meluruh, tangannya masih setia mengusap nisan itu.

"Lufi gatau kapan Lucian bakal pergi ninggalin Lufi."

"Mungkin nanti, Lucian akan pergi bersama calon istrinya. Lalu, Lufi kembali sendiri."

"Lufi cuman bisa berharap. Anak ini," Lufi mengelus perutnya yang masih rata. "Anak ini bisa selalu ada di samping Lufi."

"Apapun— " Lufi terisak semakin kencang.

"Apapun keadaannya. Lufi harap, anak ini bisa selalu ada di sisi Lufi."

"Lufi gak minta neko-neko kok. Lufi cuman minta, anak Lufi ma— "

Lufi berhenti berkata. Ia mendongak melihat siapa pelaku yang baru saja meletakkan buket bunga di makam Ibunya, tanpa permisi.

"Kau melupakan bunganya."

Lufi menghapus air matanya secepat yang ia bisa. Gadis itu berdiri, menepuk pelan bagian belakang dress yang menjadi titik tumpunya duduk di rerumputan.

"E-Eric? Apa yang kau lakukan?"

Eric menggeleng, bahunya terangkat sedikit. "Tidak ada. Hanya mengunjungi makam Ibumu."

Lufi menyatukan alis. "Huh, dari mana kau tau makam Ibuku?"

Eric terkekeh kecil. "Sesuatu apa yang tidak aku tau di dunia ini?" Lufi tidak menjawab.

Eric berjongkok. Tangannya bergerak menjangkau batu nisan milik Anna. "Aunty, ini Eric."

Lufi memandang pergerakkan lelaki itu dengan sorot bingung.

"Aunty, Eric minta maaf, baru sempat berkunjung kemari."

"40 hari?" Eric mendongak, menatap manik bingung Lufi.

"40 hari apa?"

"40 hari ibumu tiada, tepat di hari ini."

Lufi mengalihkan pandang. Ia melirik apa saja di sekitarnya asal tidak kembali menatap manik legam Eric. Lufi merasa tersudutkan. Perkataan Eric dan cara pandang lelaki itu menandakan sebuah kemarahan besar.

"Jika aku tau Aunty Anna meninggal. Aku akan langsung membawamu pergi ke rumahku."

Lufi tersenyum kecil disela pengalihan pandangnya. "Tidak perlu. Aku akan tetap memilih tinggal di rumah Aunty Aline."

LUFICIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang