V

24.5K 1K 59
                                    

Lucian keluar dari kamar mandi. Lelaki itu berjalan ke arah walk in closet.

Lucian melepas handuk kecil yang hanya melilit bagian tengahnya.

"AKHHH LUCI KENAPA DIBUKA!"

Lufi menutup matanya dengan kedua tangan. Lufi terkejut, tadinya ia berniat memberitahu sesuatu kepada Lucian.

Lucian melirik sekilas menggunakan ekor matanya. Ia bersikap tak acuh, tetap melanjutkan kegiatan berpakaiannya.

"Buka matamu Lufi."

Lufi menggeleng, namun tubuhnya masih diam dicelah walk in closet. "Tidak mau! Kau telanjang!"

Lucian terkekeh, jemarinya telaten mengancingkan kemeja. "Bukankah tadi kau sudah memegang penisku."

Lucian melangkah ke cermin full body yang ada di sudut. Merapihkan sedikit tampilannya agar tambah sempurna.

Lufi membuka mata, pipinya kembali bersemu. "It-itu kan kamu yang pinjam tanganku untuk memegang pe— "

"Apanya yang dipegang?" Sambar Aline mengatup bibir menahan tawa.

Sedari tadi Aline ada dikamar Lucian, ia mendengar seluruh percakapan kedua orang itu.

Lufi dan Lucian kompak menoleh. Raut Lufi berubah tegang, wajahnya pucat. Sedangkan Lucian, ia tampak tak peduli.

Lucian melalui Lufi, langkahnya terhenti tepat di samping ibunya. "Lufi mengocok adikku."

Mata Aline membulat sempurna, bibirnya masih mengatup. Sungguh Aline tidak bisa lagi berlama-lama acting seperti ini.

"APA?!"

Lufi tersentak kecil mendengar teriakan Aline. Gadis itu menunduk takut. Kakinya bahkan sulit digerakan.

Lucian mengedikkan bahu, berlalu keluar kamar untuk mencari Jorick. Aline mengikuti Lucian, meninggalkan Lufi sendiri tanpa sepatah kata pun.

BLAM!

Lufi kembali tersentak saat mendengar dentuman pintu tertutup. Lufi menaikkan kepalanya. Mata Lufi berkaca siap menumpahkan air mata.

Lufi menggeleng, memperingati dirinya sendiri agar tidak cengeng.

Gadis itu memilih menganyunkan kaki, menelisik setiap sudut kamar Lucian. Lufi mendesah kagum. Interior dan letak setiap barang terlihat begitu rapih.

Lufi duduk dipinggir ranjang Lucian, maniknya menangkap sebuah foto yang dibingkai di atas meja nakas. Lufi mengambilnya hati-hati.

Foto itu, foto Lufi dan Lucian saat kecil. Mereka bergaya candid, dengan Lufi duduk di pangkuan Lucian.

senyum simpul Lufi terbit, memorinya kembali berputar mengingat kejadian beberapa tahun ke belakang.

"Lufi, jangan terlalu banyak makan permen. Gigimu bisa bolong!"

Peringat Lucian kepadanya.

"Lufi awas!"

Lucian menarik Lufi saat gadis itu tak sadar hendak menginjak genangan air.

"Lufi, jangan takut kalah. Kak Luci selalu bersamamu!"

Lucian memberi semangat saat Lufi akan mengikuti lomba Matematika.

"Lufi, jangan jauh-jauh dariku, oke?"

Lufi mengangguk, mereka sedang bermain di time zone.

"Lufi, jangan dekat dengan bocah ingusan itu lagi!"

LUFICIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang