X

21K 758 35
                                    

Lucian membuka tirai panjang di kamarnya menggunakan remote control.

Lufi merasa terusik dengan cahaya sinar matahari yang menyorot langsung ke wajahnya.

"Eungh ... " gadis itu menutup wajahnya dengan selimut.

Lucian menurunkan selimut itu. "Ayo, bangun sudah siang."

"Masih mengantuk, tolong jangan di ganggu!" Lufi mencebikkan bibir tanpa membuka mata, tangan gadis itu meraba selimut lalu menariknya lagi sampai batas kening.

Lucian terkikik geli melihat tingkah ke kanak-kanakkan gadis itu. Ia beranjak dari ranjang menuju ke kamar mandi.

Lucian selesai dengan ritual paginya. Tubuhnya kini sudah terbalut setelan rapih khas orang kantoran. Lelaki itu kembali melangkah ke ranjang, membangunkan Lufi yang masih saja terlelap.

Lucian menguncang pelan bahu Lufi. "Bangunlah, pagi ini ada yang harus kau lakukan."

Lufi berbalik memunggungi lelaki itu, kakinya menendang-nendang kecil selimut yang sudah Lucian singkap ke bawah. "Tidak mau, tidak mau! Pergilah Luci, kau menganggu orang tidur!"

"Lufi."

Lucian mengeluarkan suara bariton rendah, penuh tekanan.

Lufi terkesiap, gadis itu seketika membuka penuh matanya."Maaf."

"Ayo, bangun." Lucian menjulurkan tangan, Lufi menerima uluran tangan itu dengan perasaan takut.

Lufi bersandar di kepala ranjang. Lucian menatap lamat gadis itu, tak memindahkan tatapan kemana pun.

Lufi tertunduk dalam, perasaan takut menusuk tubuhnya. Jemari gadis itu bergetar kecil. Tatapan Lucian sangat tajam seakan siap menghabisinya detik itu juga.

Lucian menggerakan dua jari di udara. "Mendekatlah."

Lufi menurut, gadis itu merangkak ke tepi ranjang.

Lucian mengelus pucuk rambut Lufi. "Anak gadis tidak boleh bangun siang."

Lufi mengangguk pelan, ia semakin menunduk. Mendengar suara rendah Lucian, sangat membuatnya ketakutan. Lucian memang tidak membentaknya tapi nada dan intonasi itu penuh tekanan, seakan seruan mutlak untuk Lufi.

"Cepat mandi. Tugasmu hari ini banyak." Lucian berhenti mengelus rambut Lufi, lelaki itu melegang pergi keluar kamar.

Lufi perlahan mendongak, matanya berkaca siap mengeluarkan cairan bening. Gadis itu mengigit bibir bawahnya kuat. Pikirannya diselumti ketakutan yang besar terhadap Lucian.

Lufi menguatkan dirinya sendiri. Gadis itu beringsrut turun dari ranjang hendak membersihkan diri di kamar mandi.

"Ahh ... awshhh."

Baru saja berdiri, Lufi sudah kesakitan. Gadis kembali menutup rapat kedua pahanya. Kewanitaanya sangat perih, sungguh.

"Sa-sakit ... " Lufi menangis.

Lufi kembali duduk di tepian ranjang, tangannya mencengkram sisi nakas. Gadis itu masih menangis. "Sakit sekali ... hiks ..."

"Astaga!"

Geratan ponsel di atas nakas mengejutkannuya. Lufi langsung mengangkat telepon itu.

"Ha-halo ... "

"Cepat turun! Jangan menguji kesabaranku!"

Lufi mengigit bibir bawahnya semakin kuat, matanya terpejam saat Lucian membentaknya lewat telepon.

"Ta-tapi Luci, kewa-kewanitaanku perih ... aku susah berjalan."

Lucian berdecak. "Jangan manja!"

LUFICIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang