XXXIX

5.3K 276 22
                                    

Pukul sepuluh malam, acara pernikahan di mulai. Tinggal menghitung satu jari untuk melaksanakannya.

Lucian dan Eric tengah berjalan santai sembari mengecek keadaan. Mempelai pria— Lucian, sudah siap memakai tuxedo mahalnya. Lelaki itu tentu memilih warna senada dengan wedding dress yang akan Lufi kenakan.

"Area tebing itu," Lucian mendongak diikuti oleh Eric. "Pasukan terlalu sedikit, tambahkan lagi." Kata Lucian.

"Tidak perlu, itu cukup."

Lucian bergumam pelan. Eric benar, tiga puluh anggota TMA di atas tebing sebenarnya cukup. Namun, lagi-lagi insting Lucian berkata tak cukup. Overthingking itu semakin menyeruak kala berjalannya waktu menuju acara inti.

"Apa kau gugup?" Eric tersenyum miring melihat Lucian yang langsung menatapnya penuh arti, seperti terbongkar kedok.

"Sedikit." Balas Lucian tersenyum kecil.

Eric terkekeh rendah, raut wajah Lucian menguratkan kegugupan besar. Astaga, ini rasanya seperti drama di TV. Apa kira-kira judul yang cocok untuk mereka. Sepupuku adalah Kakak iparku, atau Kakak iparku ternyata Sepupuku?

"Tenangkan dirimu, Lucian." Eric menepuk pundak lelaki itu lalu melengang pergi ke undakan kecil yang mengarah ke tebing.

Lucian memilih menyusuri setiap sudut tempat acara bersama Jorick dan Sean di belakang.

Tamu undangan tidak ada orang luar, hanya keluarga, para bawahan kepercayaan, dan anak-anak kecil dari AHM— rumah panti yang Lufi buat.

Anak-anak perempuan dari AHM akan menjadi flower girl atau penabur bunga sepanjang jalan menuju altar.

Lucian hitung, mungkin hanya sekitar seratus orang yang hadir di pernikahannya.

"Tuan, ada telepon." Jorick menyerahkan telepon genggam pada Lucian.

Untuk hari ini, semua semua hal menyangkut kepentingan Lucian dipegang oleh Jorick termasuk ponsel dan dompet. Lucian ingin fokus tanpa membawa tek-tek bengek perbendaan.

Lucian menggeser tombol hijau di layar dan langsung menampilkan wajah ibunya yang nampak berkaca.

"Lucian," panggil Aline lirih, Lucian hanya berdehem menunggu ibunya melanjutkan ucap. "Kau ingin lihat bidadari?"

Senyum Lucian merekah begitu saja. Ia tahu maksud ibunya, bidadari itu Lufi. Gadis itu tengah dirias oleh salah satu MUA hits dunia. Di dalam video panggilan, tampak Lufi sudah memakai dressnya.

"Cantik." Gumam Lucian tak sadar.

"Lufi memang cantik, siapa dulu dong mertuanya!" Sorak Aline bangga.

Lucian terkekeh. "Siapa dulu dong, suaminya!" Ia tidak mau kalah heboh dengan sang ibu.

Aline juga terkekeh. "Apa tamu-tamu sudah ada disana?"

"Tamu mana, Mom. Semua tamu disini adalah orang-orang yang kita kenal."

Kali ini Aline terbahak keras. Ia melangkan kaki menjauh dari hadapan gadis yang tengah dirias itu. "Lucian."

Lucian berdehem dengan alis terangkat satu.

"M-Mommy s-sedikit tidak enak hati." Ucap Aline risau. Gelagat wanita itu jelas berubah tidak tenang.

"Berhenti percaya mitos, Mom."

"Bukan itu maksud— "

"Sayang, apa yang kau lakukan?" Roger tiba-tiba ada di sisi wanita setengah baya itu. Ia merebut paksa benda canggih di genggaman Aline.

LUFICIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang