XLI

5.1K 256 28
                                    

Memiliki IQ di atas rata-rata merupakan sebuah anugerah Tuhan luar biasa langka. Namun, tak sedikit orang cerdas memanfaatkannya demi suatu perbuatan kebatilan.

Ambil saja contoh salah satu gadis Milan berusia lima belas tahun ini. Mery, nama cantik dengan pribadi misterius.

Mery tinggal dan hidup di lingkungan kejam Miller. Ibunya yang berstatus sebagai kepala maid, membuatnya dengan mudah mengakses segala hal berkepemilikan TMA. Mery tidak perlu risau akan sangsi. Tuannya— Egan dan Eric pasti selalu mempercayai bualan ulung yang terlontar dari mulut liciknya.

Tahu kah kalian? Mery lahir tanpa seorang ayah. Ah atau lebih kasarnya, dia adalah anak haram yang tak diinginkan.

Mery tak masalah, selagi hidupnya bahagia. Dan, letak kebahagiaan itu ada di senyum tulus seseorang. Mery tahu, ini semua salah. Sekali lagi, apa boleh buat jika hati sudah berbicara?

Gadis itu terus mengutak-atik benda pipih canggih miliknya. Memantau pergerakan seseorang di dalam helikopter.

Ouh— Tuan Sean Lamorè terhormat. Mery bersimpuh meminta maaf, atas kecerdikan yang telah ia buat.

Sean memang pintar. Sayangnya, tak cukup cerdas memahami detail dengan cepat.

Sean pikir, wanita yang ada di dalam capung besi itu tubuh Mery?

Mery tertawa terpingkal-pingkal. Astaga, yang benar saja!

Sean, Sean.

Si bodoh itu, amat terlalu lamban menyadari bahwa makhluk yang tengah bercumbu nafsu dengannya adalah robot manusia yang sengaja di ciptakan menyerupai Mery asli. Robot Mery memiliki bentuk tubuh, warna mata, rambut, bibir, bahkan kulit dan otak 99,9% persis sama dengan Mery asli. Perbedaannya hanya satu, yaitu kebaikan hati. Tapi, jika di pikir-pikir Mery asli juga tidak memiliki hati yang baik. Jadi, apa bedanya?

Oh astaga, perut Mery semakin kembang kempis menertawai kebodohan Sean.

Tidak akan Mery biarkan Sean— pemegang kunci rahasia hidupnya berkeliaran. Sean harus mati. Setelah penghiatannya pada clan Miller, lelaki itu akan tetap mati. Entah karenannya atau karena tradisi eksekusi mati bagi para penghianat oleh clan Miller.

"Is show time, idiot bae."

Mery menekan tombol merah di dalam remote control.  Mery menangakp rekaman hasil dari kamera tersembunyi di dalam helikopter. Disana, terlihat letusan bom rakit yang mengakibatkan kehancuran kacau. Helikopter terputus menjadi dua bagian, tampak Sean dan robot Mery sedang saling menggengam satu sama lain. Potongan awak kabin yang Sean pijaki, meluncur cepat ke bawah lalu menghantam sebuah batu besar menghasilkan bunyi ledakan yang dahsyat.

Mery tersenyum lebar hingga kelopak matanya menyipit. Mery dapat pastikan. Sean mati bersama kepingan-kepingan hancur dari bagian helikopter itu.

Mery memasukkan kembali remote control pada tas selempang besar miliknya. Bersamaan dengan itu, pintu kamar berdecit tanda sesorang masuk.

Mery menolehkan kepala ke samping, ia menatap ibunya yang tengah menggendong Lazuar. Mery secepat kilat mengclose tab rekaman, lalu meletakkan benda pipih canggih itu di ataa nakas. Mery beranjak mendekati Maria.

"Mama, kenapa Lazu ada disini?"

Maria mendaratkan bokongnya di tepian ranjang. "Kenapa bertanya?" Bukannya menjawab, ia malah kembali melontarkan kalimat tanya. Melihat keterdiaman sang anak, Maria kembali bersuara. "Apa kau ingin punya adik?"

Mata Mery membulat terkejut. "Mama!" Bibir gadis itu menekuk cemberut dengan tangan bersedekap.

Maria terkekeh renyah. Putri kecilnya telah tumbuh semakin besar. Maria kini sudah remaja, sebentar lagi ia akan menginjak fase dewasa.

LUFICIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang