"Luci, boleh tidak kalo besok target tembaknya Jorick?"
Lucian menatap Lufi dengan manik melebar. Lelaki itu meneguk air liur seret. Lucian tidak tahu, roh jahat apa yang merasuki diri Lufi sekarang.
"Luci!"
Lucian mengangguk cepat saat gadis itu merasa tidak kunjung dapat jawaban. Lucian takut Lufi-nya marah. "Iy-iya sayang boleh."
Lufi tersenyum simpul mendengar persetujuan Lucian. Ia kembali menutup mata dengan tangan bertengger erat di perut lelaki itu. Lufi rasanya tidak sabar ingin segera hari esok. Hari dimana Jorick akan menjadi sasaran tembaknya, Lufi sangat menantikan hal itu.
|▪︎|▪︎|▪︎|
Sinar matahari nampak mengitip dari celah jendela, disertai kicauan burung melantun di pagi hari yang cukup cerah ini.
Jorick selesai dengan rutinitas paginya, yaitu mandi, berpakaian dan menyesap kopi hitam sebagai masukan energi asupannya. Ia bergegas keluar kamar menuju mobil yang terparkir di basement apartment miliknya.
Sepanjang perjalan, Jorick tidak henti bersiul merdu sembari mengendarai mobil dengan kedua tangannya. Ia merasa lebih bersemangat hari ini, entah karena alasan apa.
Butuh waktu sekitar belasan menit untuk sampai di mansion milik bossnya. Jorick langsung membawa langkah masuk ke dalam.
"Jo!"
Baru saja Jorick akan menekan tombol lift, ia dikejutkan dengan keberadaan Lucian yang ada di lantai dasar.
Jorick mendekati lelaki itu, sedikit membungkuk hormat untuk sapaan pagi ini. "Iya Tuan?"
"Apa cita-cita yang belum bisa kau wujudkan sampai saat ini?" Tanya Lucian serius.
Jorick memandang Lucian dengan alis terangkat sebelah. Ia kebingungan.
"What do you mean, Sir?" Jorick merubah gaya bicaranya. Ia merasa ada yang aneh dengan bossnya itu.
"Katakan."
Jorick menghela nafas pelan. Jika Lucian tengah ada di mode serius seperti ini, semua perkataan lelaki itu bagai duri yang siap menancap.
"Satu cita-cita yang belum saya capai," Jorick melirik sekitar. "Saya ingin menjadi seorang suami dan ayah yang baik untuk keluarga kecil saya di masa depan."
Lucian meneguk ludah susah payah, ia berdehem pelan menetralkan rasa bersalahnya bila mana nanti terjadi sesuatu pada asistennya itu.
"Semoga Tuhan masih memberimu keselamatan." Lucian menepuk pundak Jorick. Ia melangkah pergi sembari berucap lantang. "Ikuti aku, Jo. Lufi ingin kau menjadi target tembaknya hari ini."
Mata Jorick membulat sempurna. Bibir dan kerongkongannya tiba-tiba kering. Ia tidak tahu bagaimana nasibnya beberapa menit ke depan nanti.
"Jo cepat!"
Seruan Lucian membuatnya terlonjak kecil. Jorick tergesa mengikuti jejak tuannya ke halaman belakang.
Di halaman belakang, tepatnya lapangan tembak kediaman Dhe Costra, telah ada Lufi yang sudah siap dengan tampilan hedon ala wanita sosialita.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUFICIAN
Romance• SEBAGIAN PART DI PRIVAT! TERBUKA BILA MEM-FOLLLOW. • FOLLOW DULU BARU BACA. !! WARNING 21+ !! • MENGANDUNG BAHASA KASAR, KEKERASAN DAN SEKSUALITAS. • HARAP BIJAK DALAM MEMBACA. _________________________________________ Lucian Dhe Costra, kembal...