XIX

10.3K 409 38
                                    

"Bukan, bukan yang itu sayang."

"Ah sudahlah, aku malas!" Lufi melempar begitu saja shotgun yang ada genggamanya.

Gadis itu memanyunkan bibir kesal, tangannya kini beralih bersedekap di depan dada.

Mereka sekarang berada di halaman belakang mansion.

Sesuai keinginan sang ibu hamil, Lucian memberi bekal pemula untuk latihan menembak. Lufi bertekad ingin mengusai ilmu tembak dan berencana membunuh beberapa orang jahat yang tidak dihukum adil di negaranya.

Lucian mengadah, ia menghirup cakupan oksigen guna menetralisir emosi yang siap meledak. Sedari tadi, Lufi benar-benar membuat dirinya hilang kendali. Ibu hamil itu bertingkah semaunya, seakan dunia berputar mengelilinggi hidupnya seorang.

"Ayo, jangan menyerah. Kau ingin coba membunuh, kan?" Bujuk Lucian.

"Bukan aku, tapi anakmu!" Kilas Lufi. Ia tetap mempertahankan mode merajuknya.

Lucian menghela nafas, ia melangkah mendekati Lufi. Lucian mendekap bahu gadis itu dari samping, mengelus sayang juga mengecupi berkali-kali pipi Lufi yang semakin hari tampak semakin chubby karena bertambahnya berat badan gadis itu.

Lufi sedikit menaikkan bibir majunya. Semenjak kepulangan mereka dari rumah sakit, Lucian berubah menjadi lelaki lembut dan penyayang. Sungguh, Lufi menyukainya.

Lufi berdehem. "Um ... ayo Luci ajarkan aku lagi." Matanya membola lucu menatap Lucian.

Lucian terkekeh kecil. Ia mencuri kecupan tepat di bibir Lufi yang menggemaskan. "Baiklah, ayo sayang."

Lucian membawa kembali shotgun yang tergeletak di tanah akibat ulah ibu hamil itu. Ia memberikannya pada Lufi.

Lufi menerima dengan senyum manisnya. "Terima kasih ... Daddy."

Lucian menarik kedua sudut bibirnya ke atas, membentuk senyum simpul. Lufi pandai sekali membuatnya melayang walau hanya dengan kata-kata.

"Iya, Mommy ..."

Lufi melirik Lucian yang tengah menatapnya juga. Mereka terkikik geli bersamaan, seakan tahu apa yang ada di dalam pikiran masing-masing.

Lucian mundur dua langkah. Ia berdiri di belakang punggung Lufi. Tangan lelaki itu membantu mengarahkan shotgun yang Lufi pegang ke arah target buatan di depan.

"Rileks, fokuskan matamu pada titik tengah." Bisik Lucian tepat di samping telinga gadis itu.

Lufi mengangguk seraya arah pandanganya tetap fokus membidik ke depan.

"Shoot!"

DOR

DOR

DOR

Tiga tembakan Lufi nampaknya tidak buruk. Peluru itu, tertanam halus di bulatan tengah target.

Cup

Lucian mengecup pelipis Lufi dari samping. "Good. Lanjutkan, sayang."

DOR

DOR

DOR

DOR

DOR

DOR

"Sayang, pelan-pelan saja." Titah Lucian. Matanya melotot di belakang tubuh Lufi melihat tingkah gadis ini.

Lufi nampak seperti penembak handal yang sedang melakukan misi membunuh semua musuh. Sangat rusuh namun tetap tepat sasaran.

LUFICIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang