Dentuman sendok beradu dengan piring. Kini, dikediaman keluarga Costra tengah melakukan sarapan. Mereka makan dengan hening.
Peraturan tak tertulis dalam clan Costra; tidak boleh berbicara jika sedang makan dan beribadah.
"Aku berangkat honey," selesai dengan sarapannya, Roger mengecup pipi istrinya lalu beranjak mengambil jas dari salah satu maid yang berjejer rapih di belakang kursi yang mereka tempati. Roger akan pergi ke kantor.
Aline mengangguk, ia ikut bangkit. Matanya melihat Lucian. "Lucian kau tidak berangkat ke kantor?" Tanya Aline.
Lucian melirik ibunya, mengangguk mengiyakan. "Aku pergi." Lelaki itu bangkit, menarik tangan Lufi yang baru saja selesai minum.
Lufi meringis, tangannya diseret paksa. "Awshhh ... Luci, sakit."
Lucian menyeret Lufi keluar, berjalan mendekati mobilnya. Ia Menghiraukan rintihan Lufi.
Roger dan Aline saling melempar tatap, keduanya menghela nafas bersamaan.
"Masuk!" Titah Lucian. Lufi menggeleng keras, matanya sudah berkaca-kaca.
Lucian jengah, dengan mudah ia menggendong Lufi masuk ke dalam mobil. Lufi berdiam dipangkuannya, mereka duduk di kursi penumpang belakang.
Seakan paham situasi, supir di depan langsung menancap gas meninggalkan pekarangan mansion.
Mobil Rolls Royce itu melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan kota Milan.
"Luci ... " Lufi memberanikan diri berbicara pada Lucian, lelaki itu mengangkat sebelah alisnya.
"Aku bisa duduk di samping situ, tolong turunkan aku." Pinta Lufi dipertengahan jalan.
Lucian tersenyum miring, tangannya makin erat mencengkram pinggang ramping gadis itu. "Diam sayang."
Lufi mengangguk, wajahnya tertunduk menautkan kedua jari telunjuknya. Ia takut. Tatapan Lucian begitu tajam.
Mobil yang mereka tumpangi berhenti di depan gedung pencakar langit yang megah. Seorang lelaki berpakaian serba hitam sigap membukakan pintu mobil bagian belakang.
"Selamat pagi Tuan dan— " lelaki itu berdehem melirik gadis dipangkuan Tuannya. "Selamat pagi Tuan dan Nona."
Lucian menatap tajam bodyguard itu. "Jaga pandanganmu bajingan!"
Lelaki itu merunduk hormat sekaligus takut hingga setengah badannya terambing membungkuk.
Lucian keluar bersama Lufi yang masih dalam gendongan bridalnya. Kakinya melangkah memasuki lobby kantor miliknya.
Banyak pasang mata menatap kaget pemandangan itu.
Dimana seorang Lucian Dhe Costra menggendong seorang gadis cantik. CEO yang terkenal dingin itu, tidak pernah terekspos bersama wanita lain, kecuali ibunya. Asumsi tentang Lucian gay meluap begitu saja, mereka yang melihat momen ajaib itu percaya, bahwa Lucian masih menyukai lubang.
Banyak desas-desus memenuhi lobby perusahaan pagi hari ini. Tentu saja hal itu akan jadi hot topic untuk bahan pergunjingan karyawan.
Lucian tetap berwajah datar, tak peduli dengan ratusan pasang mata yang menatapnya kaget.
Berbeda dengan Lufi, gadis itu nampak malu setengah mati, wajahnya berubah merah jambu. Lufi mempererat pegangan tangannya di leher Lucian, menyembunyikan wajahnya di dada bidang lelaki itu.
Lucian beserta asisten dan kedua ajudannya menaikki lift khusus petinggi, lift itu akan langsung mengapung ke lantai teratas.
Setelah berada diruangannya, Lucian tak sedikitpun berniat menurunkan Lufi, ia justru membawa gadis itu ikut duduk di kursi kebesarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUFICIAN
Romance• SEBAGIAN PART DI PRIVAT! TERBUKA BILA MEM-FOLLLOW. • FOLLOW DULU BARU BACA. !! WARNING 21+ !! • MENGANDUNG BAHASA KASAR, KEKERASAN DAN SEKSUALITAS. • HARAP BIJAK DALAM MEMBACA. _________________________________________ Lucian Dhe Costra, kembal...