XXIV

7.6K 350 18
                                    

"Mama."

Emeline melirik malas kedatangan anak pertamanya. Wanita paruh baya itu tetap melanjutkan kegiatan membaca koran dan menyesap teh di bangku taman.

Egan melangkah mendekati ibunya. "Mama. Aku— "

"Kau masih hidup? Ku kira sudah mati." Emeline memotong ucapan Egan.

Wanita paruh baya itu bangkit, melangkah menuju taman bunga di depan. Tangannya ia lingkrakan di punggung. "Sudah berapa tahun kau tidak pulang, Eg?"

Egan berdehem. "Mama, maaf untuk itu, aku sangat sibuk. "

"Sibuk mengurus komplotan mafiamu itu?" Emeline berdecih. "Anak tak tahu malu."

Egan menghela nafas pelan. Ia beranjak ke samping ibunya. "Ma, semenjak Papa tiada, aku mengurus semua bisnisnya."

Egan mengusap bahu ringkih Emeline. "Aku memang— "

Emeline menurunkan tangan Egan dari bahunya. "Ya, kau memang anak durhaka. Sejak Eric lahir, kau bahkan tak pernah merawat atau sedikitnya memberi cucuku kasih sayang. Kau sibuk dengan jalangmu di Las Vegas."

Egan hanya terdiam. Ia sudah mengira semua ini akan terjadi. Ia pasti akan diberi ceramah sepanjang rel kereta api oleh ibunya.

"Kau sudah berkunjung kerumah adikmu?"

Egan menggeleng. Ia bahkan tak sempat memikirkan adiknya. Otak Egan hanya diisi kepulan nama Anna, Anna dan Anna. Lalu, sedikit nama Lufi.

Emeline mendesah berat. "Kunjungilah. Emaline sangat merindukan kakak nakalnya ini." Wanita itu mengusap punggung Egan dari samping.

"There something more important for now, Mama." Tegas Egan.

Emeline melirik sekilas, alisnya terangkat satu.

"Anna. Mama mengenalnya?"

|▪︎|▪︎|▪︎|

BRAK

"LUCIAN!!!" Teriak Aline dengan nafas memburu selepas mendobrak pintu kamar inap Lufi.

Aline benar-benar ada diambang kemarahan setannya. Ia tidak akan membiarkan Lucian hidup tenang, setelah apa yang dilakukan anaknya itu pada Lufi.

"Holly shit! Shhh ... "

Lucian bergerak cepat memasukkan kembali kejantanannya ke dalam boxer. Lufi hanya terkekeh kecil. Akhirnya penderitaan Lufi berkahir.

Aline merusak kegiatan nikmat Lucian. Padahal satu kocokan lagi, satu detik lagi, Lucian akan mendapatkan puncak kenikmatannya. Benar-benar sial, kemarahan ibunya tak tepat waktu.

"A-AWSHHH MOM!" Lucian meringis kesatikan.

Aline menarik telinga Lucian sekuat tenaga. Ia mendorong lelaki itu menjauh dari brangkar yang Lufi tempati.

"LUCIAN, AKU KELUARKAN KAU DARI KK!" Tunjuk Aline tepat di wajah Lucian.

"Shhh, terserah." Lucian mengusak telinga memerahnya. "Aku akan buat KK baru bersama Lufi dan anakku."

Aline mendengus mendengar perkataan sombong anaknya itu. Tubuhnya masih bergejolak emosi.

Roger mendekap bahu Aline yang naik turun. "Sayang, sudah. Lihat, Lufi baik-baik saja kan?"

Aline melepas tangan suaminya di bahu. "Ck, kau sama saja!"

Lufi yang masih terbaring sedikit lemah di brangkar menampilkan senyum simpulnya. Ia bergerak menyandarkan kepala di kepala ranjang pesakitan. "Mom, aku dan bayinya tidak apa-apa."

LUFICIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang