IX

22.1K 810 19
                                    

MOHON MAAF PART INI DI PRIVAT. SILAHKAN KLIK NAMA PENGGUNA, LALU IKUTI PENGGUNA UNTUK MEMBUKA PRIVAT.

SETELAH MENGIKUTI, TEKAN KEMBALI CERITA INI LALU GULIR ATAU GESER UNTUK LANJUT MEMBACA.





•••

"Lucian ... malu."

Lufi semakin mengeratkan tumpuannya pada leher Lucian. Inti tubuhnya mengintip di balik kemeja yang ia kenakan.

"Tidak akan ada yang melihat, kantor sudah kosong."

Kini Lucian melangkah ke parkiran basement. Lelaki itu menggendong tubuh Lufi yang hanya terbalut kemejanya, sedangkan ia sendiri telanjang dada.

"Lucian..."

Lucian menarik sebelah alisnya.

"Um ... itu, va ... vagi- KEMALUANKU PERIH!" Lufi berteriak di akhir ucapannya. Lucian terkekeh tanpa menjawab.

Lufi berdecak, wajahnya menyandar di dada polos lelaki itu. Tangan Lufi bergerak membentuk pola abstrak disana. Lucian terus berjalan menyusuri lorong sepi kantor menuju ke mobilnya.

Jujur saja, berhubungan intim dengan Lucian amat sangat nikmat, tetapi lelaki itu tidak tahu batasan. Setelah bermain selama berjam-jam di ranjang, lelaki itu masih ingin bermain di kamar mandi selama satu jam. Lalu Lucian merobek semua pakaian Lufi termasuk bra dan cd, dengan alasan 'sekarang aku lebih menyukaimu telanjang.'

Itu mengapa sekarang Lufi hanya memakai kemeja kantor Lucian yang terlalu besar dibadannya. Lufi memakai itu pun harus membujuk Lucian lama, agar lelaki itu mengindahkan permintaannya.

Lufi tadi tak sengaja melihat jam yang ada di lift, jarum jam telah menuju ke angka dua dini hari. Lucian benar-benar tak waras, yang benar saja, mereka bermain hampir 12 jam walau diselinggi istirahat.

Gila!

Pantas kewanitaan Lufi terasa begitu perih dan mencengkram.

Lucian membuka pintu kemudi, lelaki itu menurukan Lufi.

"Awshhh ... "

Lufi mencoba berdiri, namun tubuhnya terasa remuk dan amat perih. Lufi bahkan harus bertumbu tangan di bahu Lucian.

Lucian memindahkan tangan Lufi, beralih menopang pinggir body mobilnya. Lelaki itu menduduki kursi kemudi, lalu menggeser sedikit kursi itu belakang, membuat banyak celah.

"Sini." Lucian menepuk jok, kakinya terbuka agar Lufi bisa ikut duduk.

Lufi perlahan bergerak. Saat gadis itu hendak duduk, Lucian menariknya sampai Lufi terjatuh di celah antara jok dan setir, tepatnya di tempat pijakkan.

Lufi mendongak menatap Lucian, lelaki itu menampilkan senyum liciknya.

"Selama perjalan, kau harus melayaniku sayang."

Kaki Lufi tertekuk seperti duduk dilesehan, wajahnya berhadapan langsung dengan bagian inti Lucian.

SRET

Lucian membuka kilat resleting celana kerjanya. Lelaki itu mengiring keluar kejantanannya yang kembali tegak.

Lufi melotot, gadis itu hendak bangun, namun Lucian menahan kepalanya menjadi duduk seperti semula.

"Kulum."

Lufi menggeleng. Lucian memajukkan jok kemudinya, membuat gadis itu terhimpit jok dan setir.

"Tidak ada pilihan. Bergerak atau tidak kau akan tetap menggulumnya."

Lufi terkesiap saat benda kokoh itu menyentuh bibirnya. Tangan Lufi setia mencengkram ujung kemeja yang ia gunakan. Lufi tidak menolak, ia hanya takut dengan benda besar, panjang dan berurat itu. Ukuran kejantanan Lucian di atas orang normal.

LUFICIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang