Diaz membawa langkah pelannya menyusuri koridor sekolah. Sesekali netranya ia alihkan kearah pergelangan tangannya, lebih tepatnya pada benda yang melingkar sempurna disana. "Jam enam lewat lima belas" ujarnya sebelum akhirnya memilih menghela nafas pelan.
"Lo Diaz kan?" Ujar seseorang yang sukses membuat Diaz menghentikan langkahnya.
Diaz mengernyit bingung, "Iya, kenapa ya?"
"Gapapa sih, gue cuma pengen mastiin kalau anak baru yang katanya famous abis itu ga ada apa - apanya kalau dibandingin sama gue" ujar sosok tersebut yang entah kenapa sukses membuat Diaz merasa geli sendiri.
"Wait - wait, ini agak lucu sih. Tapi sorry ya, gue bahkan ga ada niat sama sekali buat nyaingin lo" balas Diaz masih dengan tawa kecilnya. Mengabaikan jika saat ini sosok tersebut hanya bisa memutar bola matanya malas.
"Da-vin" Diaz terlihat mengeja huruf yang berada di nametag sosok di hadapannya. "Nama lo Davin? Salam kenal ya" lanjut Diaz sebelum akhirnya memilih membawa langkahnya pergi dari sana. Meninggalkan Davin yang saat ini hanya bisa mengulum senyum sinisnya.
"Liat aja, gue bakal bikin hidup lo ga tenang sekolah disini. Lo belum tau aja siapa gue" gumam Davin seraya mengamati kepergian Diaz
Sedangkan disisi lain, sosok Diaz justru tidak ambil pusing dengan apa yang baru saja Davin katakan. Karena pada dasarnya, Diaz adalah sosok yang cuek. Terlebih pada sosok yang tidak ia kenal sama sekali.
"Diazzzz" kali ini Diaz kembali menoleh, setidaknya tepat setelah seseorang kembali memanggil namanya.
Diaz tersenyum, "Gue kira siapa"
"Tadi gue liat lo disamperin, Davin. Kenapa?"
Diaz mengedikkan bahunya, "Gak tau" balasnya santai. Karena pada nyatanya ia memang tidak tau apa alasan sosok tersebut menghampirinya.
"Saran dari gue, mending lo hati - hati sama dia, Dii"
Diaz terkekeh, "Emang kenapa?"
"Davin itu biang rusuh di sekolah ini. Takutnya, setelah Alaska— lo justru dijadiin target selanjutnya sama dia" ujar Satria yang entah kenapa hanya dibalas senyuman tipis oleh Diaz.
"Baru biang onar, kalau psikopat wajar kalau gue ngejauh"
"Gue serius begoo" kesal Satria yang sukses membuat Diaz terkekeh pelan.
"Iya bawelll, nanti gue jauhinn. Atau apa perlu gue pake rumus matematika, biar kerasa antara jarak sama waktunya?" Balas Diaz yang sukses membuat Satria kembali mempoutkan bibirnya kesal.
"Au ah gelapppp"
"Canda begoo" balas Diaz seraya merangkul pundak sosok dihadapannya.
"Oh iya, gue baru inget. Tadi lo dicariin Aiden" ujar Satria yang sukses membuat Diaz mengernyit bingung. Terlalu banyak menghapal nama orang, membuat Diaz sedikit kebingungan untuk mencocokkan antara wajah dan nama sosok tersebut.
Satria menghela nafas pelan melihat radar kepikunan Diaz yang cukup kentara dimatanya, "Yang kemarin lo tabrak trus bajunya gasengaja kena tumpahan minuman, ingett?"
"Ohhh yang itu, inget - inget - inget. Btw kenapa Aiden nyariin gue?"
"Ya mana gue tau, emang gue cenayang yang bisa tau maksud dan tujuan dia nyariin lo?"
"Ya ga usah jadi cenayang juga geblek, lo kan bis tanyain langsung"
"Ya mana gue tau, kepikiran buat nanya aja kaga"
"Isss dasarr. Yaudah kalau gitu mending lo anter gue sekarang"
"Kemana?"
"Ke kelasnya Aiden lah"
"Ngapain sih? Ntar aja ketemu, gausah pake disamperin segala anying"
"Gausah ngomong anying juga sapiiiii!"
"Reflek"
Diaz memutar bola matanya malas sebelum akhirnya memilih membawa langkahnya pergi lebih dulu, meninggalkan Satria yang saat ini hanya bisa menghela nafasnya pelan.
"Sabar Sat, sabarr" ujar Satria seraya mengelus dadanya pelan. Sebelum akhirnya menyusul kepergian sahabatnya tersebut.
"Mau kemana lo?"
"Perpustakaan, anterin ya"
"Apasihh yang engga buat Diazz"
"Jijik Sat, sumpah. Pengen muntahh" ujar Diaz yang sukses membuat Satria mempoutkan bibirnya kesal.
Diaz terkekeh, merasa gemas dengan kelakuan teman barunya tersebut. Jadi tanpa pikir panjang, Diaz langsung merangkul sosok tersebut dan menariknya menuju perpustakaan.
Di perpustakaan, keduanya terlihat sibuk mencari buku - buku yang sekiranya bisa membantu Diaz untuk mengejar ketertinggalannya. Tapi siapa sangka jika dirinya kembali dipertemukan dengan sosok Danial secara tidak sengaja.
"Danial? Nama lo Danial kan?" Tanya Diaz lengkap dengan senyum khas andalannya. Mengabaikan jika saat ini sosok Danial hanya bisa menatap sinis kearhanya.
"Bisa minggir ga? Lo ngehalangin jalan gue"
"Ehh iya - iya" ujar Diaz sebelum akhirnya meminggirkan langkahnya.
"Lo ngapain disini, Dan?" Tanya Diaz seramah mungkin. Karena pada nyatanya Diaz memang sosok yang cenderung ramah dan mudah bergaul.
"Gak usah sok asik, lo"
"Tapi kan gue cuma nanya"
"Dan gue ga mau jawab"
"Ya kenapa? Emang gue ada salah sama lo?" Tanya Diaz yang hanya diabaikan oleh Danial.
Diaz menggaruk tengkuknya yang tak gatal seraya menatap kepergian Danial."Harus berapa kali sih gue bilang sama lo, Dii? Please jangan berurusan sama Danial. Yang ada lo malah makan ati mulu" ujar Satria yang entah sejak kapan sudah berdiri disebelah Diaz.
"Tapi kenapa?"
"Cukup dengerin apa kata gue, ga usah keras kepala, bisa?" Ujar Satria yang sukses membuat Diaz menghela nafas pelan. "Nurut aja sih gue"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
00.00
Teen Fiction00.00 Orang lain bisa menyebutnya sebagai awal, tapi tak sedikit pula yang menyebutnya sebagai akhir. Diaz, laki - laki humoris yang tidak sengaja bertemu dengan laki - laki sedingin Danial. Mereka tidak ada hubungan apapun dan mereka bahkan tidak...