Saat ini Danial sedang berada di perpustakaan, dan tanpa disengaja pula sosok Diaz juga sedang berada disana. Berada di tempat yang sama namun dengan tujuan yang berbeda. Danial dengan buku - buku yang akan ia baca, sedangkan Diaz dengan buku yang siap ia gunakan sebagai bantal.
Saat ini kelas keduanya sama - sama mendapatkan jam kosong, jadi tak heran lagi jika perpustakaan menjadi persinggahan terakhir mereka.
Bukan hanya perpustakaan, sebagian bahkan ada di UKS, rooftop bahkan kantin sekalipun. Belum lagi gudang belakang sekolah yang sudah biasa menjadi tempat tongkrongan untum anak - anak nakal.
Diaz bisa saja pergi ke UKS untuk mengistirahatkan badannya yang bisa dibilang belum pulih sepenuhnya, hanya saja laki - laki itu sudah terlalu muak dengan bau obat - obatan yang setiap harinya sering ia cium. Jadi perpustakaan mungkin adalah satu - satunya tempat yang bisa memberikannya sedikit ketenangan.
Tapi sepertinya dugaan Diaz salah, karena saat ini dirinya justru di pertemukan dengan sosok Danial. Sosok yang entah kenapa ingin ia jauhi, setidaknya tepat setelah kejadian di cafe malam itu.
"Gue tebak lo pasti besar kepala banget setelah Aiden ngajak lo gabung ke tim basket gue" ujar Danial yang sukses membuat Diaz mengernyitkan alisnya bingung.
"For what? Ga ada alasan buat gue besar kepala kaya yang lo maksud" balas Diaz sedikit ketus.
Danial mengernyit, sebab ia tidak pernah melihat Diaz sedingin ini sebelumnya.
"Satu lagi, gue juga ga minat sedikitpun masuk ke tim basket lo" lanjut Diaz yang sukses membuat Danial terkekeh sinis.
"Seharusnya lo seneng kalau gue udah mau ngasih kesempatan buat orang kaya lo gabung ke tim gue. Ga usah belagu"
"Dan seharusnya lo juga tau kalau gue gapernah minta kesempatan apapun dari lo"
"Lo gatau aja gimana Aiden ngemis - ngemis persetujuan ke gue supaya lo bisa gabung ke tim gue"
"Dan gue juga gapernah minta sama Aiden buat ngemis hal - hal gajelas kaya gitu"
"Gajelas lo bilang? Punya hak apa lo ngomong kaya gitu? Kalau lo lupa, lo itu cuma anak baru disini. Gausah resek"
"Okay fine, salah gue. Puas?" Ujar Diaz seraya mengangkat tangannya ke udara. Karena jujur, berdebat dengan Danial bukanlah keinginannya. Hanya saja, untuk saat ini dirinya sudah terlalu lelah menghadapi keadaan.
"Kemarin aja sok - sok an mau temenan, tapi sekarang? Gue baru tau kalau lo punya dua muka" balas Danial yang entah kenapa seperti belum puas mencari gara - gara dengannya.
"Anggep aja kemarin gue lagi khilaf. Gue kira kita bisa jadi temen yang baik, ternyata gue salah. Kita emang lebih cocok jadi rival, atau lebih tepatnya ga usah saling kenal" ujar Diaz yang entah kenapa sukses membuat Danial mengepalkan tangannya.
Ada perasaan yang tidak bisa ia jabarkan kala kata - kata tersebut keluar dari mulut Diaz. Semacam perasaan tidak iklhas atau lebih tepatnya tidak suka. Tapi kenapa? Bahkan sebelumnya Danial tidak pernah merasakan hal aneh semacam ini.
"Terserahhh"
Diaz mengedikkan bahunya abai sebelum akhirnya memilih menelungkupkan kepalanya diatas meja. Sedangkan Danial? Laki - laki itu lebih memilih melanjutkan aksi membaca bukunya.
Suasana terlihat hening, mengingat perpustakaan kini hanya dihuni oleh dua sosok yang katanya rival tersebut. Sejujurnya Danial ingin pergi, tapi entah kenapa langkahnya justru tertahan setelah netranya tidak sengaja melihat kearah Diaz yang sedang tertidur.
Sosok tersebut terlihat seperti tidak baik - baik saja, tapi sebisa mungkin Danial berusaha untuk tidak peduli. Apalagi untuk orang yang notabene nya baru ia kenal.
***
Kira - kira sudah satu jam lamanya Diaz tidur dalam lelapnya, dan satu jam pula sosok Danial duduk disebelahnya sembari membaca buku. Diaz mengerjapkan matanya pelan sebelum akhirnya beralih menatap sosok yang saat ini duduk disebelahnya.
"Sekarang jam berapa?" Tanya Diaz seraya menguap beberapa kali. Danial terlihat memutar bola matanya malas, tapi meskipun begitu netranya beralih kearah pergelangan tangannya. Lebih tepatnya pada benda yang melingkar apik disana. "Jam setengah dua"
"Lama juga ya gue tidur"
"Pake nanya. Lagian lo tidur udah kaya orang mati tau ga. Lama banget"
"Yaa suka - suka gue dong. Mata - mata gue, badan - badan gue. Kenapa lo yang ribet sih"
"Ya menurut lo? Kalau lo lupa ini sekolah, tempat belajar. Kalau mau tidur tuh di rumah, atau engga di kuburan tuh sekalian"
"Lo kenapa jadi cerewet gini sih? Perasaan kemarin - kemarin ngomong aja susah. Kenapa sariawannya udah ilang? Atau lo baru tau kalau ngomong itu ga bayar?" Diaz tak mau kalah, mengabaikan jika saat ini Danial sukses dibuat kesal oleh kelakuannya.
"Mulut - mulut gue, kenapa lo yang ribet?"
"Ngomong modal copy paste aja sombong. Kreatif dikit napa? Gabisa ya?"
Brakkkkk
Diaz hampir saja terjengkang tepat setelah Danial menggebrak meja menggunakan buku - buku dihadapannya. Tatapannya terlihat nyalang, membuat bulu kuduk Diaz naik seketika.
"Biasa aja kali natapnya. Lo pikir gue berani?" Ujar Diaz takut - takut.
Sedangkan Danial? Tanpa pikir panjang lagi sosok tersebut langsung saja membawa langkahnya pergi meninggalkan perpustakaan. Mengabaikan Diaz yang saat ini hanya bisa mengelus dadanya pelan.
"Serem juga anying"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
00.00
Teen Fiction00.00 Orang lain bisa menyebutnya sebagai awal, tapi tak sedikit pula yang menyebutnya sebagai akhir. Diaz, laki - laki humoris yang tidak sengaja bertemu dengan laki - laki sedingin Danial. Mereka tidak ada hubungan apapun dan mereka bahkan tidak...