13. Penolakan Diaz

1.3K 143 14
                                    

Keesokan harinya, atas ijin sang ayah Diaz akhirnya bisa berangkat sekolah kembali. Dengan kondisinya yang bisa dibilang cukup baik, jadi mau tidak mau Reksa terpaksa mengijinkannya.

Dan hari ini pula Reksa harus berangkat keluar kota untuk menjalani meeting dengan klien penting perusahaannya. "Ayah yakin gamau tinggal beberapa hari dulu disana? Bolak - balik kaya gini pasti menguras tenaga banget, yah"

"Dan ngebiarin kamu tinggal disini sendirian?"

"Biasanya juga gitu kan, yah?"

"Tapi kali ini kamu lagi sakit, Dii"

"Diaz udah gapapa, yah"

"Dii please jangan keras kepala"

"Aku ga ada keras kepala, aku cuma nyaranin ayah aja buat stay disana paling engga dua atau tiga hari kedepan. Karena kalau ayah tetep maksain buat pulang pergi kaya gini, yang ada nanti ayah yang sakit karena kecapekan"

"Tap—"

"Ayah please. Ayah ga usah khawatir, disini Diaz bisa jaga diri. Toh juga ada Satria yang selalu ada buat Diaz, jadi ga ada yang perlu di khawatirin ayah"

Reksa menarik nafasnya panjang, berdebat dengan Diaz hanya akan berakhir dengan sia - sia. "Yaudah, tapi inget jangan lupa kabarin ayah. Jaga kesehatan, dua hari lagi ayah pulang"

Diaz tersenyum lega sebelum akhirnya beralih memeluk sang ayah, "Iyaaa ayahhhhhhhhhhhh"

"Hati - hati dijalan, kabarin kalau ayah udah sampe. Diaz nunggu ayah pulang"

"Ayah pasti pulang. Kamu juga, jaga kesehatan. Jangan lupa makan, obatnya juga jangan sampe kelewatan lagi"

"Siap komandan"

Diaz melambaikan tangannya kearah sang ayah sebelum akhirnya membawa langkah pelannya memasuki areal sekolah. Sedangkan Reksa? Laki - laki itu hanya bisa mengulum senyum tipisnya, "Ayah janji, untuk Diaz ayah bakal pulang cepet"

Selesai berkutat dengan pikirannya, Reksa langsung saja melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Bandara adalah tujuan utamanya saat ini.

***

"Diazzzzz" panggil seseorang yang sukses membuat Diaz menghentikan langkahnya seraya mengernyit bingung.

"Gue kira lo bakal ijin lagi hari ini" ujar sosok tersebut yang sukses membuat Diaz terkekeh pelan.

"Aiden? Lo tau kalau gue ijin kemarin?" Tanya Diaz yang langsung dijawab anggukan pelan oleh Aiden.

"Kemarin gue sempet nyariin lo ke kelas, tapi kata anak - anak lo ga masuk. Katanya sih sakit, emang bener?"

"Iya kemarin lagi drop aja. Jadi ayah nyaranin gue buat istirahat dulu"

"Tapi sekarang udah baikan?"

Diaz mengangguk, "Seperti yang lo liat"

"Syukur dehh kalau gitu"

"Oiya, by the way tadi lo bilang sempet nyariin gue? Kenapa?"

"Hmm kayaknya ga enak deh kalau ngomong disini, kita nyari tempat lebih enakan dikit gimana?" Ajak Aiden

"Okay, no problem. Mau dimana?"

"Kantin aja gimana?"

"Okay"

"Jadi lo mau ngomongin soal apa sama gue?" Tanya Diaz to the point tepat setelah keduanya sampai di kantin.

"Baskettt"

"Wait - waitt, jangan bilang lo mau ngajak gue tanding basket lagi? Astaga kalau lo lupa, terakhir kali kita tanding lo udah kalah lawan gue Den" ujar Diaz lengkap dengan kekehan pelannya. Mengabaikan jika saat ini Aiden hanya bisa mempoutkan bibirnya lucu, padahal niatnya mengajak Diaz kesini bukan untuk mengingat kekalahannya waktu itu.

"Iyaaaa tau dah yang menang, tapi tujuan gue ngajak lo kesini bukan itu monyet"

"Ya teruss?"

"Gue mau lo gabung di tim basket gue"  ujar Aiden yang sukses membuat Diaz kaget bukan main.

"Wait - wait, tadi gue ga salah denger kan? Lo? Ngajak gue? Buat gabung ke tim basket lo? Lo yakin ga salah orang?" Tanya Diaz masih dengan kebingungannya. Sedangkan Aiden? Laki - laki itu hanya bisa mengangguk mantap sebagai jawaban.

"Gue serius, dan gue yakin kali ini gue ga salah orang. Lo punya potensi, Dii"

"Tapi kenapa harus gue? Setau gue di SMA Garuda banyak yang punya potensi. Sedangkan gue? Gue cuma anak baru disini? Apa iya gue berhak?"

"Gue sama Danial udah milih lo, jadi secara ga langsung lo emang berhak dan lo pantes buat gabung di tim kita"

"Danial?"

"Iya, awalnya sih dia ga setuju. Tapi setelah gue yakinin berkali - kali, akhirnya dia setuju"

"Tapi kenapa harus gue?"

"Karena gue ngeliat lo ada potensi, Diazz"

"Ya tap—" ah rasanya Diaz tidak tau harus menjawab apa lagi.

"Lo mau kan, Dii? Seenggaknya kalau bukan buat gue, lo mau gabung demi SMA Garuda"

"Aaaaa, gimana cara jawabnya ya? Aslii gue masih kagett dan gue juga gatau harus jawab apa"

"Sekarang tim kita emang bener - bener lagi kekurangan anggota. Dan lo juga tau kalau bentar lagi kita bakal ada tanding basket antar sekolah. Dengan minimnya anggota, gue takut kalau SMA Garuda gabisa bawa piala yang emang dari dulu kita harepin"

"Bukannya gue nolak atau gimana. Tapi ayah gue pasti bakal marah banget kalau dia tau gue gabung basket lagi. Lo mungkin gatau, tapi gue emang udah ga dibolehin main basket lagi" ujar Diaz sejujur - jujurnya.

"Ya alasannya apa, Dii? Ayah lo ga mungkin kan ngelarang lo gitu aja? Lagipula ini hobby lo kan? Gue tau itu. Dan apa iya lo ga ada niat buat perjuangin hobby lo?"

"Sorry banget, Den. Sorry bangettt. Jujur gue ga enak banget sama lo. Tapi jujur, gue juga gabisa ngelanggar larangannya ayah"

"Tapi kenapa? Alasannya apa Diaz?"

"Untuk alasannya gue mungkin gabisa ngasih tau lo, Den. Tapi untuk gabung ke tim basket lo, maaf banget. Gue gabisa"

"Tapi Dii"

"Disini gue cuma gamau ngecewain ayah gue, Den"

"Tapi sejujurnya lo pengen kan? Gue bahkan bisa baca itu dari mata lo, Dii"

"Bohong kalau misalnya gue bilang gue ga mau. Karena dari dulu, basket emang udah jadi hobby gue"

"Tapi kenapa lo gamau nyoba buat perjuangin hobby lo, Dii. Apa perlu gue yang speak up sama bokap lo biar dia ngijinin lo basket lagi?"

"Percuma, Den. Semuanya bakal sia - sia"

"Tap—"

"Kaya yang gue bilang tadi. Buat nyari orang yang berpotensi di SMA Garuda itu ga susah, jadi gue rasa lo bisa nemuin kandidat baru selain gue"

"Tapi ga ada yang seperfect lo, Dii"

"Kita baru tanding sekali, tapi lo udah bisa nilai gue sejauh itu? Gue ga seperfect yang lo kira, Den" ujar Diaz lengkap dengan senyuman tipisnya.

"Sekali lagi maaf"

TBC

00.00Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang