"Apa kata - kata saya kemarin belum cukup buat kamu mengerti? Saya mohon, tolong jangan dekati putra saya lagi"
"Paa, mana mungkin aku bisa jauh - jauh dari adik aku sendiri? Apalagi dengan keadaan dia yang sekarang, aku gabisa pa. Tolong, jangan jauhin aku dari Diaz" lirih Danial yang sukses membuat Reksa membuang muka.
"Salah saya, seharusnya saya tidak membawa Diaz ke Jakarta. Seharusnya saya tidak menyekolahkan Diaz disana. Dan kamu pasti tidak akan bertemu dengan putra saya"
"Tapi kenapa, Pa? Kenapa papa seniat itu pengen ngemisahin aku sama Diaz? Aku ini kakaknya, aku juga berhak atas adik aku sendiri pa"
Reksa terkekeh miris, "Berhak? Saya rasa kamu sudah tidak punya hak lagi atas putra saya"
"Paaa, aku mohon jangan bersikap kaya gini. Kalau papa lupa, aku masih anak papa. Aku juga masih kakaknya Diaz. Tolong jangan perlakukan aku seolah - olah aku orang asing di hidup papa" lirih Danial lengkap dengan air matanya yang sudah tidak bisa ia tahan lagi.
"Kamu memang putra saya. Selamanya pun kamu akan tetap menjadi putra saya. Darah saya mengalir pada tubuh kamu, tapi takdir serta jalan hidup kita yang sudah berbeda. Kita sudah tidak bisa bersama lagi Danial"
"Engga pa. Aku gamau. Aku pengen kita kaya dulu lagi. Aku pengen keluarga kita lengkap kaya dulu lagi"
"Bukannya sekarang kamu dan mama kamu sudah memiliki hidup yang sempurna? Keluarga yang baru, ayah yang baik serta adik tiri yang manis? Lalu apa yang kamu harapkan dari saya dan Diaz Danial? Jadi saya mohon dengan teramat sangat. Tolong jangan ganggu keluarga saya lagi"
"Aku gabakal jauhin Diaz. Aku bahkan akan bilang ke Diaz kalau aku kakaknya!"
Reksa terkekeh, mengingat semuanya bahkan hatinya terasa sangat perih. Semuanya terlalu kelam untuk ia hadapi. "Diaz tidak akan mengingat semuanya. Percuma"
"Maksud papa?"
"Suatu saat kamu pasti akan tau kebenarannya. Tentang siapa dan apa alasan saya melarang kamu untuk mendekati Diaz. Untuk sekarang, maaf jika saya harus menjadi orang yang egois. Apapun akan saya lakukan demi keselamatan putra saya"
"Paaa aku mohon, seenggaknya kalau papa gamau nganggep aku anak papa lagi. Tolong jangan jauhin aku dari adik aku sendiri. Asal papa tau, aku hampir gila gara - gara kehilangan Diaz"
"Dan Diaz hampir mati" batin Reksa pelan
"Tolong hargai keputusan saya Danial. Tidak mudah menjadi saya. Saya juga tidak ingin memisahkan kalian, tapi memang ini sudah jalannya. Sekali lagi tolong" lirih Reksa sebelum akhirnya memilih pergi meninggalkan Danial yang saat ini hanya bisa terisak dalam diam.
"Paaaa...."
"Paapaaaa"
"Jangan pisahin aku dari Diaz" lirih Danial sebelum akhirnya menjatuhkan tubuhnya pada lantai. Ia menangis sejadi - jadinya. Tak bisa dibayangkan jika ia akan berada di posisi ini.
"Diazzzzzzzzz"
***
"Om Reksa? Om ngapain disini? Diaz gimana?" Tanya Satria yang baru saja datang. Reksa tersenyum sebelum menepuk pelan pundak Satria.
"Om lagi nyari angin. Kamu mau jenguk Diaz?" Tanya Reksa yang langsung dijawab anggukan oleh Satria.
"Satria"
"Iya om?"
"Om boleh minta tolong buat rahasian apa yang kamu tau kemarin dari Diaz?" Tanya Reksa yang langsung dijawab senyuman tipis oleh Satria.
"Kalau itu demi kebaikannya Diaz, Satria gapapa kok Om. Apalagi setelah apa yang Om ceritain ke aku kemarin, kayanya emang ga ada celah untuk mereka bersatu lagi"
"Ini juga demi keselamatannya Diaz, Om" lanjut Satria yang langsung dijawab anggukan pelan oleh Reksa.
"Satria tau, ini pasti berat buat Om. Tapi kalau emang ini yang terbaik, aku bakal bantu sebisa aku"
"Diaz emang ga salah pilih temen. Seperti yang sering dia ceritakan, kamu emang anak yang baik Satria. Terimakasih karena sudah mau menjadi sahabat putra saya"
"Justru Satria yang beruntung bisa dapetin sahabat kaya Diaz, Om" jujur Satria, sedangkan Reksa? Laki - laki itu hanya bisa tersenyum tipis sebelum ijin pamit untuk mengambil beberapa perlatan milik Diaz dirumah.
"Om titip Diaz sebentar ya. Kabari Om kalau ada apa - apa" lanjut Reksa seraya menepuk pelan pundak Satria.
"Pasti aku kabari" balas Satria lengkap dengan senyum hangatnya.
Tanpa kedua sosok itu sadari, kini sosok Danial tengah mengamati keduanya dari jauh. Air matanya kembali luruh seiring dengan uluhatinya yang terasa sakit. "Boleh ga sih aku iri sama Satria? Disaat dia yang bukan siapa - siapa bisa dapetin perhatian papa, tapi engga buat aku yang jelas - jelas anak kandung papa" lirih Danial pelan.
Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, jika boleh mengulang— ia juga tidak ingin berpisah dari adiknya. Ia juga tidak ingin berada di posisi ini. Waktu itu ia masih kecil, semuanya masih terasa labil tapi dampaknya sangat terasa ketika ia dewasa.
"Maafin Danial Pa, maafin gue Dii"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
00.00
Teen Fiction00.00 Orang lain bisa menyebutnya sebagai awal, tapi tak sedikit pula yang menyebutnya sebagai akhir. Diaz, laki - laki humoris yang tidak sengaja bertemu dengan laki - laki sedingin Danial. Mereka tidak ada hubungan apapun dan mereka bahkan tidak...