39. Tidak Terima

771 100 3
                                    

"Diazzz"

"Hmm"

"Gue pulang ya, besok gue kesini lagi. Lo gapapa kan gue tinggal?"

"Gapapa kok, jugaan nanti ada bokap sama Satria" balas Diaz dengan senyuman tipisnya.

"Kalau ada apa - apa kabarin gue ya"

"Hmm kayanya gue belum terbiasa liat sikap baik lo deh"

"Maksud lo?"

"Ya aneh aja gitu. Seorang Danial yang biasanya selalu galakin gue, sekarang berubah jadi hello kity"

Danial terkekeh sebelum mengacak pelan rambut Diaz, "Maafin gue ya? Gue akui kalau kemarin sikap gue emang terlalu berlebihan sama lo"

"Traktir tempong dulu, baru gue maafin"

"Sembuh dulu, habis itu gue traktir" ujar Danial yang sukses membuat Diaz mengukir senyum tipisnya.

"Yaudah kalau gitu gue balik duluan ya. Inget kalau ada apa - apa kabarin gue. Titip salam juga sama pap— eh maksudnya Om Reksa"

"Okee nanti gue salamin" balas Diaz, Danial mengangguk pelan sebelum akhirnya membawa langkahnya keluar dari ruangan Diaz.

Diaz tersenyum tipis sebelum akhirnya menghela nafas pelan. Netranya ia alihkan kearah pergelangannya, ralat lebih tepatnya kearah infus yang kini tertanam rapi dipunggung tangannya.

Sosoknya meringis pelan, "Lagi dan lagi harus kaya gini. Lo sadar ga sih, kalau selama ini lo cuma nyusahin ayah lo sendiri"

"Lo cuma nambahin beban ayah. Seharusnya ayah gapunya anak penyakitan kaya lo Diaz" keluh Diaz pada dirinya sendiri.

Sejujurnya Diaz ingin sekali menyerah pada keadaan, tapi bayangan ayahnya selalu saja menahannya. Saat ini Diaz hanya punya ayah, begitupun dengan sebaliknya. Ayah hanya punya Diaz. Kalau dimintapun, Diaz tidak ingin berada diposisi saat ini. Diaz ingin sehat, Diaz tidak ingin jadi beban, dan Diaz ingin bisa hidup bebas seperti teman - temannya.

Menjalani hidup seperti orang lain mungkin hanya menjadi angan - angannya. Sesuatu yang bahkan bisa dibilang sangat mustahil untuk terwujud. Tapi apa boleh buat, saat ini dirinya hanya bisa mengikuti alur dari takdir yang telah di tentukan.

"Haiiiii, anak ayah lagi ngelamunin apa?"

"A-ayahhh? Ayah kapan datengnya?"

"Jawab dulu, kamu lagi mikirin apa hm? Kamu sedih kenapa?"

"Diaz ga sedih, ayah sok tau"

Reksa terkekeh, "Kamu ga usah bohong, mending sekarang kamu cerita sama ayah. Ayah siap jadi pendengar yang baik buat anak ayah yang paling ganteng sejagat raya ini"

"Ayah lebaiii. Diaz geliii"

Reksa tertawa sebelum akhirnya mengacak pelan surai putranya, "Yaudah kalau gitu buruan cerita"

"Diaz gapapa ayahh, tadi iseng aja mau bengong soalnya Diaz gatau mau ngapain. Danial udah pergi, Satria gatau kemana. Diaz gabut, jadinya bengong"

"Kesurupan hantu rumah sakit tau rasa kamu"

"Gajadi kesurupan, soalnya ayah gangguin Diaz lagi bengong"

"Ayah bingung, ini ayah harus banyak - banyak bersyukur apa harus sabar punya anak sepolos kamu Dii"

"Banyak - banyak ngasi duit aja yahhh, lebih bermanfaat"

"Duitttt muluuuuu" ujar Reksa yang langsung dijawab kekehan kecil oleh Diaz.

"Yahhh, kira - kira Diaz kapan boleh pulangnya? Diaz kangen kamar, disini ga enak. Kasurnya kurang empuk, berasa tidur diatas batako"

"Emang kamu pernah tidur diatas batako?"

"Ya engga sii, tapi kasurnya emang kurang empuk"

"Kamu mau pulang?"

"Mauuuuu"

"Coba nanti ayah tanyain ya?"

"Makasiii ayahh"

"Yaudah kalau gitu mending sekarang kamu istirahat, biar cepet sembuhh"

"Temeninnnn, ayah jangan kemana - manaaa"

"Kebiasaan, kalau lagi sakit manjanya kumattt"

"Ayahhhhhhhhhhhhh"

"Iyaaa sayang, ayah temeninnn. Sekarang kamu istirahattt dulu biar nanti pas di periksa dokter agak mendingan" ujar Reksa yang langsung dijawab anggukan pelan oleh Diaz.

Tanpa menunggu perintah selanjutnya, Diaz langsung memejamkan matanya dan terlarut dalam tidur siangnya. Meninggalkan Reksa yang saat ini hanya bisa menatap sendu kearahnya.

Sedangkan disisi lain, sosok Danial terlihat memasuki rumahnya dengan begitu gontai. Sejujurnya ia tidak ingin pulang, hanya saja ia tidak ingin membantah permintaan Reksa.

"Betah banget ya kayanya seharian gapulang? Kemana aja lo?"

"Davinnn?"

"Gue tanya, lo habis dari mana aja?"

"Gue habis dari rumah sakit"

"Ckkk, udah gue duga sih. Lagian sejak kapan lo jadi peduli sama anak baru itu? Bukannya sebelumnya lo itu benci banget sama dia?"

"Itu sebelum gue kenal dia"

"Sebelum lo kenal dia? Berartiii sekarang udah kenal dong?"

"Davinn please udah ya? Gue lagi gapengen berantem sama lo?"

"Kenapa? Gue juga gabakal kaya gini kalau lo ga pilih kasih Danial"

"Gue ga ada pilih kasih Davin"

Davin terkekeh, "Gue gasuka liat lo deket - deket sama anak penyakitan itu"

"Davinnnn!!"

"Kenapa? Gue salah ngomong? Dia emang penyakitan kan?"

"Davin please, gue bener - bener lagi gamau berantem sama lo. Jangan bikin gue kelepasan gara - gara ini"

"Kayanya anak itu emang udah berhasil rebut lo dari gue Dan, sekarang lo bahkan bisa - bisanya bentak gue cuma gara - gara anak baru itu"

"Davin please jangan mancing - mancing gue dengan bawa - bawa Diaz. Dia gatau apa - apa, dan dia ga ada sangkut pautnya sama sikap gue ke lo sekarang"

"Ga ada sangkut pautnya? Menurut lo dengan ga pulang seharian karena nemenin dia dirumah sakit itu apa?"

"Semuanya ga lebih dari tanda perminta maafan gue ke dia, Vin. Dia celaka juga gara - gara gue"

"Belain aja terus, lo berubah Dan. Gue gasuka" ujar Davin sebelum memilih pergi meninggalkan Danial yang saat ini hanya bisa menghela nafas pelan.

TBC

00.00Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang