15. Ajaran Ayah

1.3K 137 27
                                    

Diaz membawa langkah gontainya menyusuri koridor sekolah. Lima belas menit lagi bel pulang mungkin akan berbunyi, jadi daripada balik ke kelas— Diaz lebih memilih membawa langkahnya menuju kantin.

Karena percaya atau tidak, cacing - cacing di perutnya sudah demo ingin makan. Jadi daripada cacing - cacing tersebut melakukan hal - hal yang tidak diinginkan di perut Diaz, lebih baik Diaz mengikuti permintaan sang cacing untuk diberi makan.

Ckkkk, sangat merepotkan bukan jika diharuskan memelihara cacing. Jika semenit saja tidak diberi makan, sudah dipastikan cacing - cacing tersebut akan kembali berulah. Salah satu contohnya yaitu mempermalukan Diaz didepan umum karena suaranya.

Sedikit meresahkan ya, bund :)

"Mamiiii, nasi goreng sama es teh nya satu ya" ujar Diaz yang langsung dijawab acungan jempol oleh sosok yang baru saja Diaz panggil "mami"

"Ditunggu ya Den Diaz"

"Jangan pedes, eh boleh deh. Tapi pedesnya dikit aja" ujar Diaz lagi, sedangkan Mami Lala hanya bisa terkekeh pelan menanggapinya.

"Siapp atuh Den"

Tidak butuh waktu lama bagi Mami Lala untuk menyiapkan pesanan Diaz, karena saat ini pesanan Diaz sudah berada tepat dihadapannya.

"Den Diaz ga takut gitu ketahuan guru kalau bolos ke kantin?" Tanya Mami Lala seraya duduk disamping Diaz.

"Takut itu sama tuhan, Mi. Bukan sama guru" sahut Diaz sembari melahap nasi gorengnya.

"Tapi kalau ketahuan, Den Diaz bisa dihukum lo"

"Udah biasa itumah, mi. Dulu nih ya, waktu Diaz masih disekolah lama, hampir tiap hari Diaz kena hukum guru"

"Karena bolos?"

"Salah satunya"

"Den Diaz bandel juga ya ternyata. Awal pindah mami kira kalem"

Diaz terkekeh kecil, "Sama kaya buku, mi. Kita bisa aja ketipu sama covernya, terus kaget pas baca isinya. Begitupun sebaliknya"

"Tapi dari penilaian mami, seenggaknya Den Diaz jauh lebih baik daripada den Davin"

"Mami bisa aja"

"Serius, Den. Kadang mami juga bingung, kenapa bisa antara Den Davin dan Den Danial bedanya jauh banget"

"Perasaan mami aja kali" ujar Diaz berusaha mengalihkn topik pembicaraan.

"Serius atuh, Den" ujar Mami Lala yang hanya dijawab cengiran khas oleh Diaz.

"Gue cariin kemana - mana ternyata lo nangkring disini" ujar seseorang seraya mengambil alih tempat disamping Diaz.

"Makan"

"Engga, udah - udahh" balas sosok tersebut tepat ketika Diaz menawarinya makan.

"HP lo mati?" Lanjutnya

"Engga, nih hidupp" ujar Diaz seraya menunjukkan layar hp nya kearah sosok yang tidak lain adalah Satria.

"Tapi kenapa tadi pas gue call malah ga aktiv?"

"Ya jelas, orang mode pesawatnya gue hidupin" balas Diaz yang sukses membuat Satria menghela nafasnya pelan.

"Untung lo Diaz, coba kalau engga"

"Kalau engga?"

"Lo perna liat mas - mas yang lagi eksekusi ayam ga?"

"Lo mau jadiin gue ayam potong ya?"

"Makannya ga usah nguji kesabaran gue"

"Psikopat anjir" ujar Diaz serays bergidik ngeri

"Pulang sekolah nanti temenin gue yuk"

"Kemana?"

"Nyari sepatu"

"Buatt?"

"Sepupu gue ulang tahun, jadi gue inisiatif mau hadiahin dia sepatuu"

"Ohhhhh" balas Diaz sekena

"Sepupu lo cewek apa cowok?"

"Kalau gue bilang cewe, kenapa? Mau lu embat?"

"Ngga si, curigala aja gue kalau tu cewe beneran sepupu lo atau cemewe lo"

"Sepupu gue cowok, jadi ga ada tu sejarahnya lo curiga curiga gitu sama gue"

"Dikasih info maszheh" balas Diaz lengkap dengan nada sakenanya. Mengabaikan jika saat ini sosok Satria hanya bisa memutar bola matanya kesal.

Mimpi apa dirinya bisa memiliki teman seperti Diaz.

***

Waktu berjalan begitu cepat, kini Diaz baru saja sampai dirumahnya setelah selesai mengatar Satria berkeliling mencari sepatu untuk sepupunya.

Bohong jika Diaz mengatakan tidak lelah, mengingat bagaimana Satria membawanya mengelilingi hampir tiga mall yang ada di jakarta hanya demi seekor sepatuu :)

"Lahhh anak ayah udah pulang?" Tanya Reksa tepat setelah melihat keberadaa Diaz diruang tamu.

Diaz yang tadinya tengah rebahan di sofa langsung beranjak duduk seraya mempoutkan bibirnya kesal.

"Itu kenapa coba bibirnya di monyongin kaya gitu? Ayah ga bawa penggaris loh buat ngukur seberapa monyong bibir kamu"

"Diaz lagi kesel yah"

"Kesel kenapa coba? Sini cerita"

"Tadi Diaz ketemu nyamuk"

"Hmmmmm?"

"Terus nyamuknya gigit"

"Gigit Diaz?" Tanya Reksa yang langsung dijawab anggukan cepat oleh Diaz.

"Mau Diaz bunuh tapi darahnya Diaz udah terlanjur masuk ketubuhnya si nyamuk"

"Terus?"

"Kita udah satu darah, berarti sekarang kita adalah keluarga" ujar Diaz yang sukses membuat Reksa menggelengkan kepalanya pelan. Ada saja kelakuan putranya yang sukses membuat dirinya merasa terhibur.

"Terus gimana dong yah? Masa iya sekarang Diaz sodaraan sama nyamuk kecil, item, belang - belang udah gitu hidup lagi"

"Hehh bodyshamming"

"Maap, lupa masang filter mulut" balas Diaz cengengesan. Sedangkan Reksa laki - laki itu terlihat menoyor gemas kepala putranya.

"Nanti kita ke LPD ya?"

"Ngapain yah?"

"Mau nambahin nama si nyamuk di kartu keluarga kita"

"Emang harus di LPD ya?"

"Iyaaa"

"Diaz baru tau kalau sekarang LPD juga ngurus kartu KK, biasanya kan ngurus kreditan doang"

"Lawak ya kamu?"

"Ajaran ayah"

Tbc

00.00Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang