Waktu sudah menunjukkan pukul dua siang, sekolah bahkan sudah dibubarkan sekitar lima menit yang lalu. Sedangkan kini? Sosok Diaz terlihat membawa langkah pelannya menyusuri koridor sekolah. Tempat parkir adalah tujuan utamanya—
Diaz terlihat sedikit celingukan, berusaha mencari keberadaan Satria. Tapi hasilnya justru nihil, karena alih - alih menemukan sosok Satria yang ada atensinya justru teralihkan kearah Danial yang saat ini terlihat berjalan beriringan dengan sosok yang sedikit tidak asing lagi baginya.
Yaa— Diaz ingat, jika tidak salah sosok tersebut adalah sosok yang baru saja melabraknya beberapa hari yang lalu. Entah siapa, Diaz lupa namanya.
Diaz terlihat mengamati kedua sosok tersebut, dan entah kenapa rasanya ia semakin penasaran dengan sosok Danial. Layaknya sebuah magnet, sosok Danial justru sukses menarik ulur perasaannya.
"Sebenernya lo itu siapa? Kenapa rasanya gue ga asing banget sama lo? Seakan - akan kita pernah deket, tapi mustahil karena gue juga baru kenal lo" batin Diaz seraya mengamati kepergian keduanya.
"Diazzz" panggil seseorang yang sukses membuat Diaz kembali mengalihkan atensinya. Diaz mengernyit, sebelum akhirnya tersenyum simpul.
"Aidenn?"
"Gue kira lo bakal lupa sama gue" balas Aiden lengkap dengan nada ramahnya.
"Sejauh ini masih aman" balas Diaz lengkap dengan kekehan kecilnya, begitupula dengan Aiden.
"Lo mau pulang?"
"Iya nih, kenapa? Ada yang bisa gue bantu?"
"Sebenernya sih ada, tapi tergantung lo nya mau apa engga" ujar Aiden seraya menaik - turunkan alisnya. Sedangkan Diaz? Laki - laki itu hanya bisa mengedikkan bahunya santai " it's okay, selagi gue bisa kenapa engga?"
Aiden tersenyum, "Temenin gue main baskett"
"Hahhhhh?"
"Biasa aja kali mulutnya, ga usah mangap gitu. Lagian tadi katanya it's okay" ujar Aiden yang sukses membuat Diaz menggelengkan kepalanya heran.
"Segitu ga lakunya lo jadi cowok sampai minta tolong ke gue buat nemenin lo basket? Astaga, kalau gue jadi lo sih pasti malu banget" ujar Diaz yang sukses membuat Aiden menggeplak kepalanya.
"Sakitt begooo"
"Lagian lo kalau ngomong asal jeplak aja. Asal lo tau ya? Ga ada sejarahnya seorang Aiden ga laku. Cuma gue aja yang rasa pemilih"
Diaz mengedikkan bahunya tak percaya, "Iyain aja dehhh"
"Ya haruss, lagian nih yaa— niat gue ngajakin lo bukan sekedar buat nemenin gue latihan doang"
"Teruss?"
"One by one. Lo sama gue, yang kalah traktir yang menang. Gimana?"
"Lo nantang gue?"
"Kalau lo beranii"
"Siapaa takutt" balas Diaz yang sukses membuat Aiden tersenyum simpul.
***
Diaz membawa langkahnya memasuki areal rumah, "Ayahhhh, Diazz pulang!"
"Ayahh, yuhuuuuuu"
"Ehh tuyul, bisa ga sih ga usah teriak - teriak gitu?" Celetuk Reksa yang sedang berada di ruang tamu.
Diaz terkekeh sebelum akhirnya memilih menghampiri sang ayah. "Siapa suruh ga nyauttt"
"Kamu keringetan gini, habis ngapainn?"
"Hahhhhh? Masa iya? Engga tuhh" alibi Diaz
"Engga darimananya? Liat nihh baju kamu basah gini, mau ngelak lagi?"
"Heheheeeee, cuma keringet biasa"
"Kamu ga habis main basket kan?" Tanya Reksa seraya menatap intens kearah putranya.
"Yaampun yah, seuzon banget sama anaknya. Aku kan udah janji kalau ga bakal main basket lagi"
"Kamu ga lagi bohongin ayah kan?"
"Astaga yahhh, Ayah ga percaya sama aku?" Ujar Diaz seraya mempoutkan bibirnya lucu. Berharap dengan cara tersebut Reksa bisa mempercayainya.
"Maafin aku yah. Aku terpaksa bohong, karena jujur aku bahkan gabisa lepas dari basket"
Reksa mengusak pelan rambut Diaz sebelum akhirnya tersenyum hangat. Meskipun ia sedikit ragu, tapi setelah melihat bagaimana menggemaskannya ekspresi putranya setidaknya sudah cukup membuat Reksa merasa sedikit yakin.
"Iyaaa ayah percayaa"
"Aku laper, ayah ga ada masak apa gitu?"
"Ayah lagi mager, kalau kamu mau kita makan di luar gimana?" Ajak Reksa
"Makan sepuasnya?"
"Sepuasnyaa"
"Tapi uang jajan aku ga berkurang kan yah?"
"Engga sayang"
"Tencuu ayahh" balas Diaz seraya memeluk erat tubuh sang ayah.
"Yaudah kalau gitu kamu siap - siap dulu sana. Ayah juga mau mandi" ujar Reksa yang langsung dijawab anggukan cepat oleh Diaz.
"Siap komandan" balas Diaz sebelum akhirnya berlari menuju kamarnya. Meninggalkan Reksa yang hanya bisa terkekeh pelan setelah melihat bagaimana kelakuan putranya.
"Ayah cuma punya kamu, Dii. Jadi sebisa mungkin, ayah bakal berusaha buat jadi ayah yang terbaik buat kamu" lirih Reksa sebelum beranjak dari duduknya dan membawa langkah kecilnya menuju kamar miliknya.
Butuh waktu sekitar lima belas menit bagi keduanya untuk bersiap - siap. Karena kini, baik ayah maupun anak tersebut terlihat cukup rapi— meskipun dengan style yang bisa dibilang cukup sederhana tersebut.
Diaz hanya menggunakan celana jeans hitam pendek, baju putih polos lengkap dengan sepatu kets kesayangannya. Sedangkan Reksa? Laki - laki itu tidak jauh berbeda dengan sang putra, celana jeans panjang dengan baju kaos lengan panjang berwarna abu. Cukup tampan untuk kalangan sugar daddy :v
"Naik motor ya yah?"
"NOOOOOO!"
"Kenapa?"
"Gini - gini ayah masih sayang nyawa Dii. Kapok ayah boncengan motor sama kamu. Bukannya nyampe di tempat tujuan, yang ada ayah malah nyampe liang lahat. Kan ga elitttt"
"Ayah mah seujon mulu sama aku"
"Seujon mulutmuu, kalau kamu lupa— terakhir kali kamu bonceng ayah, kita sampe kecebur disawah cuma gara - gara kamu ngindarin tukang sayurrr"
"Ehhhh— tapi itu kan bukan salah aku. Tapi tukang sayurnya"
"Ngelakk aja teruss"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
00.00
Teen Fiction00.00 Orang lain bisa menyebutnya sebagai awal, tapi tak sedikit pula yang menyebutnya sebagai akhir. Diaz, laki - laki humoris yang tidak sengaja bertemu dengan laki - laki sedingin Danial. Mereka tidak ada hubungan apapun dan mereka bahkan tidak...