Happpp
"Dateng juga lo" ujar Danial tepat setelah melempar asal bola ditangannya kearah Diaz.
Diaz memutar bola matanya malas, "Mau latihan kan? Yaudah buruan, gausah buang - buang waktu gue"
"Dih ngaca, yang ada lo yang udah buang - buang waktu kita"
"Kalau lo lupa, dari awal juga gue ga ada niat buat gabung ke tim basket lo. Jadi kalau sikap gue kaya gini, ya itu resiko lo sendiri karena udah milih gue"
"Oke, kita liat aja sampai kapan lo bakal bertahan sama sikap lo yang kaya gini"
"Gausah banyak bacot" ujar Diaz sebelum akhirnya melempar asal bola ditangannya kearah Danial dan berlari ketengah lapangan.
Permainan terlihat begitu fleksibel, Danial dengan skill dewanya sedangkan Diaz? Sosok tersebut bahkan terlihat sangat menikmati permainan tersebut.
"Danial ternyata ga salah pilih orang. Saya lihat kemampuan kamu bermain basket bisa dikatakan cukup baik Diaz" ujar Alvino, sosok yang tidak lain adalah pelatih basket mereka di SMA Garuda.
"Kalau lo bisa masukin bola ini lebih banyak dari gue. Tiga permintaan lo gue ikutin!" Ujar Danial tepat setelah tatapannya berhadapan langsung dengan Diaz.
Diaz mendecih malas, "Harus banget?"
"Kenapa? Lo takut?"
"Gue? Takut sama lo? Mimpi!"
"Jadi gimana? Deal?"
"Okay deal! Tiga permintaan"
"Tapi kalau lo kalah, lo yang harus ngikutin tiga permintaan gue"
"Kita liat aja nanti!"
Dan ya, permainan kembali berlanjut. Bedanya saat ini skor tertinggi di pegang oleh Diaz. Sosoknya bahkan terlihat lihai memasukkan bola kedalam ring, membuat siapa saja yang melihatnya akan di buat terkagum kagum dengan skill dewanya.
"Yesssss" teriak Diaz tepat setelah lemparan terakhirnya masuk kedalam ring, yang artinya permainan hari ini telah dimenangkan oleh dirinya sendiri.
"Tiga permintaan, gue harap lo ga lupa" bisik Diaz tepat ditelinga Danial. Sedangkan Danial? Laki - laki itu hanya bisa memutar bola matanya malas.
"Ga usah sombong, lagian yang tadi itu cuma kebetulan. Gue lagi sengaja aja ngalah sama lo, because lo emang bukan tandingan gue banget"
"Kalah - kalah aja, gausah gengsi terus bertele - tele. Jijik gue dengernya" balas Diaz sebelum akhirnya melempar asal bola di tangannya kearah Danial.
"Terus sekarang lo mau apa dari gue? Uang? Buruan cepetan"
"Dihh, dikiranya gue semiskin itu apa sampe - sampe minta duit di lo"
"Yaudah apa? Makannya cepetin"
"Nanti aja deh, sekarang gue belum kepikiran mau minta apa dari lo"
"Gabisa gitu dong"
"Suka - suka gue lah. Dahlah gue cabut, bye" ujar Diaz sebelum akhirnya membawa langkahnya pergi meninggalkan lapangan SMA Garuda.
Tapi sayang, nasib baik mungkin sedang tidak berpihak padanya saat ini. Setidaknya tepat setelah netranya menangkap keberadaan sosok - sosok yang mungkin saja akan menyusahkan Diaz untuk kedepannya.
Diaz yakin, jika sosok yang saat ini tengah berdiri di depan pintu gerbang sekolahnya bukanlah anak SMA Garuda, melainkan siswa sekolah lain.
Awalnya Diaz memilih untuk bersikap abai, membawa langkahnya melewati sosok - sosok tersebut dengan santai. Tapi tidak, setidaknya tepat setelah salah satu dari gerombolan tersebut berjalan menghampirnya.
"Mana Danial?" Tanyanya lengkap dengan nada songongnya. Diaz berdecih, ia pastikan jika sosok yang saat ini berdiri dihadapannya adalah si ketua geng.
"Lo nanya gue?" Balas Diaz seraya menunjuk dirinya sendiri, mengabaikan jika sosok didepannya ini merupakan typikal orang yang tidak suka basa - basi.
"Menurut lo? Kalau lo ga buta, disini cuma ada lo doang"
"Ohhhh" balas Diaz masih sakena
"Sekali lagi gue tanya, mana Danial?"
"Mana gue tau? Emang gue emaknya?"
"Gausah banyak bacot bisa? Gue tau Danial pasti di dalem kan?"
Diaz terkekeh sinis, "Kalau lo udah tau ngapain lo nanya gue? Buang - buang waktu tau ga sih"
"Wahhh berani juga lo ya? Lo ga tau siapa kita?" Sosok yang sedari tadi bertengger nyaman diatas motor kini memilih mendekat kearah Diaz.
"Mau kalian siapa juga gue gapeduli, ga guna banget di gue"
"Berani lo ya" ujar sosok tersebut seraya menarik kasar kerah baju Diaz
"Nikoo udah"
"Tapi dia baru aja ngeremehin lo, Alden"
Niko, Aldenn— dan ya setidaknya sekarang Diaz sudah tau nama dua dari lima sosok yang saat ini tengah menghadang jalannya.
"Sebelumnya gue belum pernah liat lo di SMA Garuda, lo murid baru?"
"Kalau iya kenapa?"
"Mental lo oke juga, jarang banget gue nemu orang sebrani lo"
Diaz memutar bola matanya malas, "Emang harus banget gitu gue takut sama lo? Ga usah ngarep lo"
Alden terkekeh sinis, "mental lo emang oke, tapi—"
Hap, dengan satu kali hentakan Alden berhasil memelintir tangan Diaz "gimana? Masih berani?"
Diaz mendecih, mati - matian ia berusaha menahan emosinya. Jika mau, Diaz bisa saja membanting sosok Alden detik ini juga, tapi ia tahan— setidaknya sampai ia paham dimana titik kelemahan dari seorang Alden.
"Lo udah ga bisa ngapa- ngapain, selain nurut apa kata gue"
"Cuihh, lo kira dengan cara lo yang nahan gue kaya gini— gue bakla takut sama lo? Engga sama sekali"
"Urusan lo sama gue, lepasin dia" teriak Danial yang sukses membuat seluruh pasang mata beralih kearahnya.
Alden tersenyum puas, "Akhirnya lo keluar juga"
"Lepasin dia"
"Kalau gue ga mau?"
"Urusan lo sama gue, bukan dia" ujar Danial seraya menatap tajam kearah Alden, mengabaikan jika saat ini Alden tengah tersenyum remeh kearahnya.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
00.00
Teen Fiction00.00 Orang lain bisa menyebutnya sebagai awal, tapi tak sedikit pula yang menyebutnya sebagai akhir. Diaz, laki - laki humoris yang tidak sengaja bertemu dengan laki - laki sedingin Danial. Mereka tidak ada hubungan apapun dan mereka bahkan tidak...