38. Haru

886 119 4
                                    

"Anggap saja ini kesempatan terakhir dari saya untuk kamu. Jika bukan karena Diaz, saya tidak mungkin membiarkan kamu ada didekat putra saya lagi" ujar Reksa tepat setelah dirinya mempunyai waktu untuk berbicara empat mata dengan Danial.

"Paa, apa ga ada sedikit aja niat papa buat biarin aku deket sama adik aku sendiri?"

Reksa terkekeh, "Apa saya boleh membalikkan kata - kata kamu tadi? Dulu, apa ga ada sedikit aja niat kamu untuk tetap bersama adik kamu?"

"Kamu tau, dulu satu - satunya dunia Diaz adalah kakaknya"

"Kamu tau, dulu satu - satunya harapan yang Diaz itu kakaknya"

"Bahakn ketika kamu tau usia Diaz ga lama lagi, kamu masih tetap dengan pilihan kamu"

"Saya tau, hidup dengan saya mungkin akan susah karena saat itu saya sedang berada dalam titik paling rendah, saya bahkan tidak punya apa - apa kecuali kedua anak saya"

"Setidaknya jika kamu tidak ingin hidup bersama pria miskin seperti saya, tolong bertahan untuk adik kamu"

"Kamu gatau kan apa yang terjadi dengan Diaz setelah kamu dan ibu kamu memilih pergi meninggalkan saya dan Diaz yang saat itu sakit - sakitan?"

"Diaz benar - benar terpukul, tidak mau makan, tidak mau berbicara dengan siapapun sebelum kamu kembali, kamu pikir tidak sakit menjadi saya Danial? Rasanya sakit, saya bahkan nyaris bunuh diri kalau saja saya lupa kalau saya masih punya Diaz"

"Dan dimana hari terakhir Diaz bisa melihat kamu lagi di taman waktu itu, itu mungkin akan menjadi hari terakhir bagi Diaz untuk mengingat kamu Danial"

"Diaz kecelakaan pada saat dia berlari mengejar kamu. Kamu mungkin tidak sadar, karena saat itu kamu tengah asik bermain dengan sosok yang saat ini menjadi adik kamu" ujar Reksa dengan suaranya yang semakin parau. Bukannya ingin melarang, hanya saja ia takut jika Diaz kembali mengingat semua memori kelam miliknya, Diaz akan terluka kembali.

"Sekarang saya sudah tidak mempermasalahkan semuanya lagi. Sejauh ini saya hanya ingin hidup tenang tanpa gangguan kamu dan ibu kamu lagi. Jadi tolong, setidaknya jangan ganggu saya maupun Diaz lagi"

"Paaaaa" tangis Danial pecah begitu saja. Hatinya sakit, lidahnya bahkan terasa kelu saat ini. Sungguh, bukan ini yang Danial harapkan setelah dirinya bisa bertemu lagi dengan ayah dan juga adiknya.

Danial rinduu, bahkan teramat sangat rindu. Pergi meninggalkan ayah dan adiknya bukanlah kemauan Danial sendiri. Seharusnya ayahnya juga tau, semuanya masih terasa labil bagi anak usia sepuluh tahun. Ia hanya menurut tanpa bisa melakukan perlawanan.

"Saya senang bisa bertemu dengan kamu lagi. Bohong jika saya mengatakan kalau saya tidak merindukan kamu. Mau bagaimanapun itu, kamu tetaplah putra saya. Tapi sayang, semua hanya bisa terucap lewat kata rindu. Jalan kita sudah berbeda, setidaknya saya tau kamu baik - baik saja dan tumbuh dengan baik itu sudah cukup bagi saya"

"Jangan ngomong kaya gitu pa. Mau sampai kapanpun aku bakal tetep jadi anak papa. Ayo kita perbaiki semuanya. Kita tinggal bareng lagi, main bareng dan apapun itu. Kita ulang semuanya lagiii pa"

"Seandainya bisa, saya juga ingin. Tapi saya juga tidak mau egois dengan merebut kamu dari ibu kamu Danial"

"Engga pa, papa ga ada ngerebutt aku dari siapapun. Aku anak papa, sampai kapanpun akan tetap seperti itu"

"Jangan nangis. Kamu ini laki - laki, harus punya mental kuat. Jangan seperti saya yang lemah ini. Jangankan mempertahankan kamu, mempertahankan keluarga ini saja saya tidak becuss"

"Paaaaaaa" lirih Danial lengkap dengan isak tangisnya. Hatinya benar benar teriris mendengar semua perkataan ayahnya.

"Apa sudah ga ada harapan lagi buat aku?

"Semua diluar kendali saya Danial"

"Paaa, please berhenti bicara seolah - olah kita orang asing. Papa gaperlu ngomong saya saya kalau lagi ngomong sama Danial. Mana papa Danial yang dulu? Danial kangen papa yang selalu hangat sama Danial paaa. Danial kangennnnn" tangis Danial semakin pecahh. Mengabaikan jika saat ini sosok Satria tengah mengamati keduanya dalam diam.

"Gue emang gatau alasan Om Reksa ngelarang lo, Dan. Tapi gue tau kalau jadi dia juga sakit" lirih Satria pelan sebelum akhirnya memilih pergi meninggalkan koridor rumah sakit.

Di posisinya Reksa hanya bisa menundukkan kepalanya pelan sebelum akhirnya tanggannya terangkat untuk mengusap pelan air matanya.

"Kamu mau peluk?" Ujar Reksa setelah mati - matian menahan rasa rindunya. Danial tertegun sejenak sebelum akhirnya berhambur kepelukan sang ayah.

Rasanya sesak, tapi disisi lain ia juga bahagia. Setidaknya rasa rindunya sedikit terkikis karena pelukan hangat sang ayah.

"Jangan cengeng. Kamu itu cowok" ujar Reksa memberi semangat

TBC

00.00Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang