31. Sebuah Fakta

1.3K 168 34
                                    


Rumah Sakit Pelita, setidaknya disanalah mereka sekarang. Setelah ditemukan sekitar tiga jam yang lalu dengan kondisi yang bisa dikatakan jauh dari kata baik sudah cukup sukses membuat semua orang panik bukan main. Bagaimana tidak, mengingat bagaimana dingin dan pucatnya wajah Diaz, serta tangisan Danial penuh kekhawatiran sudah cukup membuktikan jika telah terjadi sesuatu pada keduanya.

Untuk pertamakalinya, camping terpaksa berakhir lebih awal dari jadwal yang sudah ditentukan, mengingat jika situasi yang kurang kondusif sangat tidak memungkinkan jika harus tetap dilanjutkan.

Danial pingsan, dan saat ini laki - laki tersebut tengah berada di UDD. Sedangkan Diaz? Sejak pertama kali menginjakkan kakinya dirumah sakit ini, sosok tersebut langsung saja dilarikan ke ruangan ICU. Membuat rasa khawatir semua orang semakin menjadi.

"Dimana anak saya?" Teriak Reksa yang baru saja sampai. Wajahnya penuh akan kilat amarah, tapi disisi lain rasa khawatirnya bahkan jauh lebih besar.

"Maaf pak, mungkin bapak bisa tenang sebentar. Diaz sedang ditangani didalam" ujar  Gian, salah satu guru yang kebetulan menjadi panitia kemah saat itu.

"Bagaimana saya bisa tenang jika keselamatan anak saya sedang terancam didalam sana? Bagaimana saya bisa tenang jika saya sendiripun gatau apa nanti saya bisa melihat anak saya lagi atau tidak? Bagaimana mungkin say—"

"Om, percaya sama tuhan. Diaz anak yang kuat, dia pasti gabakal kenapa - napa" Satria yang saat itu berada disana berusaha untuk menenangkan Reksa.

"Kamu siapa?"

"Saya Satria om, sahabatnya Diaz" ujar Satria yang sukses membuat Reksa menarik nafasnya pelan. Setidaknya ia tau banyak tentang Satria dari putranya.

"Saya takut Satria" lirih Reksa pelan

"Maafin Satria om, Satria gabisa jagain Diaz. Seharusnya Satria bisa satu kelompok sama Diaz, dan semua ini gabakal terjadii" ujar Satria penuh penyesalan.

"Salah saya, seharusnya saya ga luluh waktu dia maksa minta diijinin buat ikut kemah. Seharusnya saya larang dia, bukannya malah goyah karena rayuannya dia"

"Tapi Diaz gapapa kan Om? Tadi mukanya pucet, badannya juga dingin banget. Satria takut Diaz kenapa - napa"

"Saya justru jauh lebih takut Satria. Nyatanya Diaz ga sekuat yang kamu lihat"

"Apa ada yang berusaha kalian umpetin? Selama Satria jadi sahabatnya Diaz, ini kali pertama Satria liat Diaz se-ngedrop ini Om"

"Om Takut, Satria. Om takut kalau setelah ini Om gabisa liat senyum Diaz lagi. Om takut, kalau setelah ini Om gabisa denger suara dia lagi" lirih Reksa penuh akan keputus-asaan.

"—Om hanya punya dia, Om bahkan gatau apa bisa Om hidup tanpa dia" lanjutnya

"Om, pleaseee. Jangan bicara seolah kita bakal kehilangan Diaz setelah ini" Satria mengingatkan, tapi jika boleh jujur— iapun tak kalah takutnya dari Reksa saat ini.

"Pa-pa ?" Lirih seseorang yang sukses membuat Reksa dan juga Satria mengalihkan atensinya.

"Ini aku lagi ga salah lihat kan? Ini beneran papa? Papa Reksaa" lirih sosok tersebut lengkap dengan selang infus yang masih bertengger rapi ditangannya.

Kini koridor rumah sakit hanya diisi oleh tiga orang tersebut dengan Reksa yang masih diam membisu. Ia bahkan tidak tau harus melakukan apa setelah ini.

"Pa-paa, papa ngapain disini?" Lagi, sosok tersebut kembali berucap.

"Papa? Lo manggil bokap Diaz papa? Gue ga salah denger, Dan? Apa setelah ilang lo juga ikut hilang ingatan?" Ujar Satria yang sukses dibuat bingung.

"Diaz?" Lirih Danial pelan, pikirannya justru berkecamuk sekarang.

"Paaa? Jangan bilang Diaz?" Lirih Danial lengkap dengan air mata yang entah sejak kapan sudah membasahi pipinya.

Disisi lain Satria terlihat mengernyitkan dahinya bingung. Sebenarnya ada apa ini? Dan kenapa Danial sampai menangis? Seumur - umur ini adalah kali pertama baginya melihat sosok sedingin Danial menangis.

Dan apa ini?

Papa?

Oh ayolah, Satria benar - benar tidak mengerti.

"Jadi kamu orang yang tersesat bersama putra saya?"

"Setelah menghancurkan perasaannya beberapa tahun lalu, sekarang kamu justru membuatnya hampir kehilangan nyawa"

"JAUHI PUTRA SAYA!"

"Jadi Diaz beneran adik aku? Jawab paa"

"Dia bukan adik kamu"

"Diaz adik aku, Pa"

"Dia bukan adik kamu lagi! Setidaknya tepat setelah kamu dan mama kamu mencampakkan Diaz!"

"Jadi Diaz beneran adik aku, Pa?"

"Jauhi putra saya! Atau saya gabakal segan untuk main kasat sama kamu!" Tegas Reksa yang sukses membuat Danial menundukkan kepalanya pelan.

"Kenapa lo bodoh banget Dan? Lo bahkan gabisa ngenalin adik lo sendiri? Kakak macem apa lo? Setelah apa yang selama ini lo lakuin ke Diaz, kali ini gue setuju sama apa yang barusan Om Reksa bilang" bukannya mengompori, tapi kali ini Satria setuju dengan Reksa.

"Kalau gue tau dia adik gue, gue juga gamungkin bakal bersikap kaya gitu ke dia! Lo gatau aja selama ini gue udah berusaha keras buat nemuin dia, Sat!"

"Memang seharusnya kamu tidak usah bertemu lagi dengan putra saya, Danial" lirih Reksa tanpa berniat menatap kearah Danial.

"Kalau kamu sayang, tolong rahasiakan jika kamu adalah kakaknya. Putra saya sudah cukup menderita selama ini. Dan tidak mudah untuk saya menyembuhkan luka itu. Jadi jika kedatangan kamu hanya untuk memberi luka, lebih baik kamu pergi. Anggap hari ini tidak pernah terjadi. Saya mohon"

TBC

00.00Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang