21. Diaz dan Ayah (2)

1.4K 157 10
                                    

Diaz membawa langkah kecilnya memasuki pekarangan rumahnya, sosoknya terlihat mengendap - ngendap seiring dengan netranya yang tidak hentinya mengamati segala arah. Berharap sosok Reksa tidak menangkap basah dirinya—

Tapi sayang, apa yang Diaz takutkan justru terjadi. Diaz meringis pelan tepat setelah suara berat Reksa bergema di telinganya. "Mati gue"

"Dari mana aja kamu?"

"A-ayah udah dari tadi di-disini?" Tanya Diaz seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal, dan bodohnya lagi tindakannya sukses membuat pengelihatan Reksa tertuju pada lukanya.

Oh ayolah, sepertinya Dewi Fortuna sedang tidak ingin berpihak padanya, mengingat ada saja kesialan yang ia dapatkan seharian ini.

"Kamu berantem lagi?"

"Hahh? Engg- engga kok yah. I-ini tadi- tadi ga sengha jatuh pas Diaz lagi jalan pulang" alibi Diaz, berharap Reksa bisa mempercayai ucpannya.

"Kenapa sih kamu bandel banget, Dii? Apa susahnya coba nurut apa kata ayah? Ayah cuma pengen kamu istirhat, bukan malah keluyuran ga jelas kaya gini. Sekarang liat tangan kamu, luka kan? Coba aja kamu anteng diem dirumah, gamungkin kamu bakal jatuh terus luka kaya gini"

Diaz menggigit bibir bawahnya pelan, merasa bersalah karena telah membohongi serta membuat ayahnya merasa khawatir. Huh, sepertinya Diaz harus melapangangkan dirinya terlebih dahulu, karena mungkin saja namanya sudah terdaftar di neraka saat ini.

"Diaz cuma pengen nyari angin aja yah, pengen jalan - jalan habis kalau dirumah Diaz bosen" lagi dan lagi Diaz harus melanjuti skenario berbohongnya.

Reksa menghela nafas panjangnya sebelum akhirnya memilih menarik pelan tangan putranya tersebut. "Kalau mau nyari angin, kenapa harus pake kabur - kaburan segala? Kalau kamu bilang, ayah juga pasti ga ngelarang"

"Yaa aku kan gatau kalau ayah bakal ngijinin atau engganya"

"Bandel"

"Ayah marah?"

"Menurut kamu?"

"Maafin Diaz yah, janji deh lain kali engga bandel lagi" ujar Diaz seraya mempoutkan bibirnya lucu, mengabaikan jika saat ini sosok Reksa justru tengah dibuat gemas oleh kelakuan putranya.

"Emang kamu ngapain bisa sampe jatuh kaya gini?"

"Dikejar anjing" jawab Diaz asal, sebab ia juga tidak mungkin mengatakan jika luka diatangannya berasal dari perkelahiannya dengan Alden.

"Anjing?"

"Iya anjing yah. Anjing jelek tapi sok keren, padahal aslinya sih B aja" ujar Diaz seraya membayangkan wajah Alden.

"Emang kamu apain anjingnya sampe bisa di kejar terus bikin kamu jatuh kaya gini?"

"Diaz cuma jalan, terus di hadang, terus anjingnya malah sok iye, yaudah Diaz ajak berantem terus anjingnya ngamuk terus Diaz dikejer, terus Diaz jatuh tapi akhirnya tetep Diaz yang menang soalnya anjingnya Diaz lempar pake sandal terus kabur deh"

"Sandal kamu?"

"Engga, sandal nemu. Tapi satu doang, gatau deh lagi satunya dimana"

"Ada - ada aja kamu, terus ini gimana? Udah di obatin?"

"Udah kok, tadi Diaz singgah ke warung dulu buat obatin lukanya"

"Makannya lain kali jangan di ulang lagi, mending sekarang kamu istirahat. Udah malem, besok pagi sekolah kan?" Tanya Reksa yang langsung dijawab anggukan pelan oleh Diaz.

***

Keesokan harinya, sosok Diaz terlihat sudah lengkap dengan seragam sekolah miliknya. Membawa langkahnya menuruni anak tangga lengkap dengan senyuman khas andalannya.

"Tumben jam segini udah rapi, biasanya juga harus di siram pake air dulu biar bangun"

"Justru karena ga mau disiram lagi makannya Diaz udah bangun, yah"

Reks terkekeh seraya meletakkan dua piring nasi goreng di meja makan, "Sini makan dulu, ayah udah siapin nasi goreng buat kamu"

"Ayah ngapain juga pake masak segala, lagian kan ada bibi"

"Bibi ayah suruh kepasar, jadi daripada kamu ga sarapan yaudah ayah turun tangan"

"Tapi ayah pasti capek kalau tidur malem habis itu bangunnya selalu kepagian terus, nanti kalau ayah sakit juga yang rawat Diaz siapa?"

"Yaa makannya kamu gausah doain ayah sakit"

"Ga ngedoain, cuma ngingetin aja"

"Yaudah makan makan, habis ini obatnya juga langsung diminum"

"Siap komandan" balas Diaz sebelum melahap abis nasi goreng di hadapannya.

Waktu berjalan begitu cepat, karena kini sosok Diaz terlihat sudah berdiri di depan pintu gerbang SMA Garuda. Diaz tersenyum seraya melambaikan tangannya kearah Reksa, bukan apa - apa, sejujurnya ia bisa saja berangkat sekolah sendiri. Tapi ia juga tidak bisa menolak permintaan ayahnya yang ingin mengantarnya kesekolah. "Hati hati yah"

"Belajar yang bener, nanti kalau udah pulang telfon aja. Biar ayah jemput" balas Reksa dari balik mobil.

Diaz kembali mengangguk sebagai jawaban sedangkan Reksa? Laki - laki berkepala tiga tersebut langsung saja melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Sedangkan Diaz? Sosok tersebut juga langsung membawa langkahnya menuju kelas.

"Diaz"

"Danial?" Yatuhan, apalagi ini? Baru juga ia sampai di sekolah dan setan sekolah sudah menghampirinya.

"Mau ngingetin aja kalau nanti kita ada latihan"

"Gabisa kayaknya, nanti gue dijemput bokap. Kasian kalau dia lama nunggu"

"Suruh aja gausah jemput, tar pulangnya lo gue anter"

"Gue ga salah denger? Lo ? Mau nganterin gue?"

"Gausah geer, ini juga demi tim kita. Kalau lo ga ikut latihan, formasi gabakal lengkap"

"Ohhh"

"Pulang sekolah di lapangan"

"Okey, nanti gue coba chat bokap"

"Oke"

TBC

00.00Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang