Diaz membawa langkah gontainya menyusuri koridor, tujuannya saat ini adalah parkiran, mengingat jika bel pulang sekolah sudah berbunyi sekitar sepuluh menit yang lalu.
"Diazzz" panggil seseorang yang sukses membuat Diaz menghentikan langkahnya. Diaz mengernyit pelan sebelum akhirnya mengajukan pertanyaan.
"Kenapa?"
"Gue mau bicara sebentar sama lo bisa?"
"Harus sekarang?"
"Iya"
"Yaudah buruan"
"Ga disini"
Dias menghela nafas pelan, "Dimana?"
"Lo ikut gue" ujar Danial sebelum akhirnya membawa langkahnya pergi lebih dulu, sedangkan Diaz? Laki - laki tersebut hanya bisa mengikutinya dari belakang.
Rooftop, disanalah mereka berdua sekarang. Diaz tampak menghela nafas pelan seraya memandangi ibu kota dari atas sana. "lo mau ngomong apa?"
Danial menoleh sejenak kearah Danial sebelum akhirnya kembali mengalihkan pandanngannya. "Gue ga suka liat lo deket sama mereka"
"Mereka?"
"Anak baru itu"
Diaz mengernyit, "lo ga ada hak ya buat ngatur pertemanan gue"
"Gue ga pedulii"
"Alasan lo?"
"Gue tau siapa mereka, dan mereka buka orang yang baik buat dijadiin temen"
"Setau apa lo sampe lo bisa nyimpulin hal kaya gitu ke mereka?"
"Mereka itu geng berandalan, nama mereka udah ga asing lagi dikalangan geng motor, mereka pindah kesini pasti ada tujuannya, gue cuma gamau lo kenapa - kenapa"
"Sepeduli itu lo sama gue?"
"Gue peduli sama anak - anak SMA Garuda, bukan cuma lo!"
"Kalau gitu hapus gue dari list rasa peduli lo itu! Mau siapapun mereka, kalau mereka ga ngerugiin gue sama sekali, lo pun ga ada hak buat ngatur sircle pertemanan gue"
"BISA GA SIH GAUSAH BATU? MEREKA BUKAN ORANG BAIK DIAZ. ITU BARU ANGGOTANYA, LO BELUM TAU AJA SIAPA KETUA MEREKA"
"Lo tau siapa ketuanya?"
Danial menggeleng, "Identitasnya di rahasiain, tapi bisa gue pastiin kalau ketuanya jauh lebih bahaya dari mereka"
"Ohh"
"Musuh mereka banyak, mereka bisa aja nyerang sekolah kita karena tau anak Vegas pindah kesini. Jadi gue harap lo jangan deket - deket mereka, atau lo sendiri bakal ikut celaka!"
"Oke bakal gue pikirin" ujar Diaz sebelum akhirnya memilih pergi meninggalkan Danial begitu saja.
Danial menghela nafas pelan, menatap kepergian Diaz dengan tatapan yang sulit diartikan. "Kenapa sulit banget buat gue untuk berhenti peduli sama lo Dii"
***
"Siang ayahhh, Diaz pulangggggg"
"Kok baru pulang? Bukannya kelas udah selesai sejam yang lalu ya?" Ujar Reksa seraya bersedekap dada. Sedangkan Diaz? Laki - laki itu hanya bisa menunjukkan cengiran khasnya.
"Biasa ayah anak mudaa"
Reksa memutar bola matanya lucu, "udah makan, dii?"
"Belumm, masakin Diaz dong ayah"
"Mau dimasakin apa hm?" Tanya Reksa seraya mengusak pelan rambut putranya.
"Hmmm" Diaz tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya menggeleng cepat. "Ehh gajadi dehh, mending kita makan diluar aja yah. Udah lama Diaz ga makan diluar bareng ayah"
Reksa terkekeh kecil, "Yaudah kalau gitu gih mandi dulu, kita makan diluar"
"Siap pak bos" ujar Diaz bersemangat, mengabaikan jika saat ini Reksa hanya bisa mengulum senyum tipisnya.
Reksa takut jika nanti dirinya tidak dapat melihat wajah bersemangat tersebut, Reksa takut jika dirinya tidak dapat melihat senyum tulus tersebut, dan Reksa jauh lebih takut jika dirinya harus ditinggalkan terlebih dahulu.
"Ayah yakin kamu pasti sembuh, Dii" batin Reksa sebelum akhirnya mengikuti jejak sang putra untuk bersiap.
Disisi lain, kini Diaz baru saja selesai dengan ritual mandinya. Sosoknya tengah berdiri didepan cermin seraya menggosok rambutnya yang masih basah. Sesekali sosoknya bersenandung ria menyanyikan lagu Rewrite the star dengan nada fals andalannya.
"Diazz udah belum? Ayah udah siap nii" teriakan Reksa menggema dari lantai satu.
"Sabar ayahh, masih keringin rambut" teriak Diaz, berharap ayahnya bisa mendengar.
Buru - buru Diaz menyisir rambutnya, menambahkan sedikit parfum pada kaosnya sebelum akhirnya berkata "Perfect"
Ya, Diaz memang seperfect itu. Bahkan ketika dirinya hanya menggunakan celana pendek hitam, baju kaos putih, dan hanya menggunakan sandal selop bewarna putih dirinya terlihat sangat tampan.
Sayangnya Diaz jomblo. Percuma ganteng tapi gapunya pasangan.
Baru saja Diaz ingin membuka knop pintu kamarnya, tiba - tiba ada panggilan masuk dari Leo. Diaz mengernyit sebelum akhirnya memilih untuk mengangkat panggilan tersebut.
"Hallo Dii"
"Iya kenapa?"
"Lo dimana?"
"Dirumah sih, tapi gue mau keluar bentar sama bokap. Kenapa le?"
"Danial"
"Kenapa dia?"
"Nama dia masuk ke website kita. Kayaknya tu anak mulai ngestalk Vegas"
Diaz terkekeh kecil, "Udah biarin aja, kita liatin aja seberapa jauh dia dia bisa dapetin info tentang Vegas"
"Kok respon lo gitu sih? Jangan - jangan lo udah tau duluan ya?"
"Tadi anaknya sempet nyamperin gue"
"Ngapain?"
"Dia minta gue jauh - jauh dari kalian, katanya kalian bukan orang baik"
"Tau darimana tu anak kita ga baik?"
"Gue gatau apa alasan dia nyimpulin kaya gitu. Intinya kita main aman aja dulu, dan pastiin kalau anak - anak Garuda jangan sampai tau soal identitas gue"
"Iya aman"
"Lebih tepatnya jangan sampai ayah gue tau!"
"Tau apa, Dii?" Tanya Reksa yang entah sejak kapan sudah berdiri di depan pintu. Diaz gelapan, langsung saja mematikan panggilannya secara sepihak.
"Lagi telfonan sama siapa?"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
00.00
Teen Fiction00.00 Orang lain bisa menyebutnya sebagai awal, tapi tak sedikit pula yang menyebutnya sebagai akhir. Diaz, laki - laki humoris yang tidak sengaja bertemu dengan laki - laki sedingin Danial. Mereka tidak ada hubungan apapun dan mereka bahkan tidak...