"Ayahhhhh"
"Ayahhhhhhhhhhh"
"Yahhhhhh"
"Ayahhhhhh"
"Iya iya apasih? Ayah lagi mandi loh ini, kamu malah teriak - teriak ga jelas" ujar Reksa seraya berlari keluar dari kamar mandi lengkap dengan handuk yang masih melinkar di pinggangnya.
Diaz terkekeh seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Maaf - maaf, habis ayah sih ga nyaut. Kan aku ngiranya ayah hilang di umpetin siti"
"Siti?"
"Si tikuss" balas Diaz lengkap dengan tawanya, mengabaikan jika saat ini sosok Reksa justru menatap horor kearahnya.
"Jadi maksud kamu teriak - teriak manggil ayah apa? Mau ngerjain ayah lagi? Ini lo ayah mau mandi, dii. Malah sikat giginya masih ayah pegang lagi"
"Aku mau ijin keluar ya?"
"Kemana?"
"Satria, temen baru aku ngajakin nongkrong gitu. Boleh ya?"
"Kalau nongkrongnya dalam artian negatif, NO. Ayah ga bolehin"
"Ayah tenang aja. Aku pastiin disana ga ada rokok ataupun alkohol" ujar Diaz setelah mengetahui maksud dari perkataan ayahnya.
"Serius?"
"Iya ayah, Diaz janji. Diaz ga bakal bikin ayah khawatir"
Reksa menghela nafas pelan sebelum akhirnya mengangguk sebagai jawaban, "Kabarin kalau ada apa - apa. Jangan pulang malem. Oh iya, kalau pulang jangan lupa beliin ayah martabak"
"Iya ayah bawelll" balas Diaz sebelum akhirnya membawa langkahnya pergi dari sana. Meninggalkan Reksa yang saat ini hanya bisa menatap sendu kearah Diaz.
***
Sedangkan disisi lain, kini Diaz terlihat celingukan seraya melihat layar ponselnya. Sesuai alamat yang dikirim Satria, Diaz rasa tempatnya memang di daerah sini. Tapi kenapa rasanya Diaz tidak dapat menangkap aura kehidupan disini? Apa iya Satria tinggal di tempat sesepi ini? Diaz bahkan tidak melihat satupun rumah di daerah sini. Lalu Satria tinggal dimana? Tidak mungkin kan di atas pohon? Tapi kalau Satria memang tidak tinggal disini, tapi kenapa maps justru membawanya kesasar sampai disini?
Diaz menghela nafas pelan sebelum akhirnya memilih menghubungi nomor atas nama Satria di ponselnya. Setidaknya untuk sekarang, mungkin ini jalan yang terbaik.
Namun baru saja Diaz ingin mendekatkan ponselnya ke telinga, tiba - tiba sosok Satria justru muncul dari gang sempit di belakangnya. Diaz mengernyit bingung, berusaha untuk memastikan jika sosok tersebut benar - benar Satria temannya.
"Lo bukannya langsung masuk malah nangkring disini" celetuk Satria tepat setelah sampai di hadapan Diaz.
"Rumah lo seriusan disini? Ga ada jalan yang lebih bagus gitu? Yang lebih gede, seenggaknya yang ada lampunya kek" ceroscos Diaz yang sukses membuat Satria memutar bola matanya malas.
"Ya kalau lo lewat sini emang ga ada lampunya tuyul, coba lewat depan— silau dah tu mata liat lampu saking terangnya"
"Salahin google maps nya dong, ngarahinnya malah kesini"
"Bilang aja lu yang bego baca maps" ujar Satria sebelum akhirnya mengalihkan atensinya kearah semesta.
"Motor lo masukin kerumah gue aja, kita berangkat pake mobil. Langitnya lagi mendung, takut kehujanan"
"Padahal asikan racing sambil hujan - hujanan" celetuk Diaz yang sukses membuat Satria memutar bola matanya malas.
Diaz kembali terkekeh sebelum akhirnya memilih mengikuti intruksi Satria. "By the way lo mau ngajak gue kemana sih?"
"Nyari makan dulu lah, laper gue dari kemarin ga makan"
"Kemarin mulut lo, kalau lo lupa tadi siang lo udah ngabisin tiga mangkok bakso di sekolah" Diaz mengingatkan yang sukses membuat Satria terkekeh kecil.
"Anggep aja gue lagi amnesia"
"Bisa gitu ya?"
"Bisa - bisain aja"
"Terus sekarang lo mau ngajak gue makan dimana?"
"Adalah pokoknya, gue pastiin lo pasti bakal suka banget" ujar Satria yang hanya dijawab anggukan oleh Diaz. Sebab ia juga belum tau pasti, apakah seleranya dengan Satria sama?
"Yaudah, yuk ke garasi depan" lanjut Satria, sedangkan Diaz hanya mengekor dibelakang sebelum akhirnya mereka benar - benar pergi menuju restoran yang Satria maksud.
Tak butuh waktu lama bagi keduanya untuk sampai di tempat tujuan, Diaz terlihat mengamati sekitar seraya mengangguk santai. Setidaknya nuansa cafe ini tidak seburuk yang ia kira.
"Yaudah yuk masuk" ajak Satria yang langsung dijawab anggukan oleh Diaz.
Tapi baru saja ia melangkahkan kakinya, tiba - tiba kedatangan seseorang sukses membuatnya menghentikan langkah seraya mengernyit bingung.
"Wah wahh wahhh, kebetulan banget ya kita ketemu disini" ujar seseorang lengkap dengan seringaian khasnya.
Diaz semakin mengernyitkan alisnya, berusaha mengingat siapa kiranya sosok yang saat ini tengah menghadangnya.
"Astaga, segini luasnya Jakarta kenapa gue harus ketemu orang kaya lo sih" bukan, bukan Diaz yang mengatakannya. Melainkan Satria, sahabatnya. Karena terlihat jelas jika Satria sangat tidak menyukai sosok dihadapannya.
"Lo pikir gue mau gitu ketemu sama dua anak cupu yang sok iye kayak kalian berdua? Engga!"
"Maksud lo apa bilang kita cupu, hah?"
"Karena lo emang cupu, C U P U" ujar sosok tersebut seraya mendekatkan wajahnya kearah Satria.
"Gini nih kalau ngomong sama orang ya gapunya kaca, susahh" balas Satria lengkap dengan seringain remehnya.
"Gamampu beli kaca? Atau emang gapunya duit? Perlu gue beliin? Hhh, kasian gue sama lo. Saking ga mampunya" ujar Satria yang sukses membuat sosok yang tidak lain adalah Davin tersebut mengepalkan tangannya.
Satria terkekeh pelan seraya membalas tatapan tajam milik Davin, "Kenapa? Mau marah? Atau mau ngadu sama abang lo? Gih silahkan, gue ga takut. Sekalian disini gue mau buktiin, yang CUPU itu elo atau gue"
"Lo ya—" bughhhh, satu pukulan sukses Davin layangkan kearah Satria.
Satria meringis seraya memegang sudut bibirnya yang berdarah, sosoknya bahkan hendak membalas perbuatan Davin— tapi tidak, setidaknya tepat setelah sosok Diaz berdiri di tengah - tengah mereka untuk melerai.
Kali ini Diaz cukup kewalahan, sebisa mungkin iya berusaha melerai keduanya. Tapi sayang, bukannya berhenti, Davin justru kalap dan beralih menyerang kearahnya. Diaz yang bergerak spontan untuk melindungi diri justru tidak sengaja mendorong Davin hingga terjatuh.
"Davinnnn" teriak seseorang yang sukses membuat seluruh pasang mata beralih menatap kearahnya.
Danial, sosok tersebut terlihat berlari menghampiri Davin. "Lo gapapa?" Tanya Danial sarat akan kekhawatiran
"Dan lo! Bisa ga sih sehari aja lo ga usah jadi benalu?" Ujar Danial seraya menyorot tajam kearah Diaz.
"Tap—"
"Apa? Mau membela diri? Setelah apa yang udah lo lakuin, lo pikir gue bakal percaya?"
"Tapi gue ga sengaja"
"Lo pikir gue bakal percaya?"
"Tap—"
"Sekali lagi lo gangguin Davin, gue pastiin lo berhadapan sama gue!"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
00.00
Teen Fiction00.00 Orang lain bisa menyebutnya sebagai awal, tapi tak sedikit pula yang menyebutnya sebagai akhir. Diaz, laki - laki humoris yang tidak sengaja bertemu dengan laki - laki sedingin Danial. Mereka tidak ada hubungan apapun dan mereka bahkan tidak...