32. Diaz Kuat

1.3K 147 24
                                    

Jadi ini jawaban dari semua perasaannya selama ini. Rasa nyaman, rasa yang tak asing serta rasa rindu yang kadang tidak pernah bisa ia jabarkan. Kadang Danial tidak habis pikir dengan dirinya sendiri. Bagaimana mungkin orang yang selama ini berusaha ia cari keberadaannya justru berada didekatnya. Dan bodohnya ia tidak pernah menyadarinya.

Danial menghela nafas pelan seraya mengamati angkasa diatas sana, malam gelap tanpa bintang sudah cukup menggambarkan bagaimana perasaaannya saat ini.

"Ternyata lo adik gue"

"Seharusnya gue sadar waktu pertama kali gue kenal sama lo. Seharusnya gue gaperlu ragu lagi kalau lo itu beneran adik gue"

"Gue jahat banget ya. Bisa - bisanya gue ngebenci orang yang paling punya peran penting dihidup gue"

"Maafin gue Diaz, maafin gue" lirih Danial lengkap dengan isak tangisnya. Ia bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana harinya setelah ini.

"Lagi - lagi gue gagal ngelindungin lo"

"Lagi - lagi gue bikin lo kecewa"

"Lo pasti benci banget sama gue" lirihnya, tangannya terangkat untuk menghapus air matanya. Jujur, rasanya benar - benar sesak.

"Dii, bertahan ya. Jangan tinggalin gue untuk kedua kalinya. Gue takutttt"  jujur, Danial bahkan sangat takut sekarang. Apalagi setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan dokter tadi. Jujur, rasanya Danial ingin menggantikan posisi Diaz saat ini.

"Lo ngapain masih disini? Bukannya kata dokter tadi lo udah boleh pulang? Gue nyariin lo dari tadi, gue takut lo kenapa - napa kak" ujar Davin yang entah sejak kapan sudah berada disampingnya.

"Kaki lo masih sakit, gimana caranya lo bisa sampe di roftop?"

"Lo udah dari tadi disini?" Bukannya menjawab, Danial justru balik bertanya.

Davin menghela nafas pelan, "Baru aja. Tapi gue nyariin lo kak, tadi gue liat bokap anak baru itu marahin lo. Jadi gue takut lo kenapa - napa"

Danial tersenyum, "Lagian ayah mana sih yang engga marah liat anaknya jatuh koma? Apalagi penyebabnya gue Vin. Gue udah bikin Diaz koma"

"Anak baru itu koma bukan karena lo, Kak. Lagian emang dianya aja yang lemah. Udah tau penyakitan, malah sok - sok an mau ikut camp. Endignya nyusahin semua orang kan?" Kesal Davin.

"Davinnnn"

"Kenapa? Lagian gue ngomong fakta kan? Coba lo liat sekarang, dia bukan cuma nyusahin lo, tapi satu sekolah juga bakal kena dampaknya cuma gara - gara anak baru kaya dia. Bokapnya juga, alay banget. Udah tau anaknya lemah, penyakitan masih juga diijinin ikut kemah. Giliran sekarat aja, nyalahin orang lain. Gue doain mati beneran juga tu boc-"

"DAVINNNN!" bentak Danial yang sukses membuat Davin terdiam.

"Gue gapernah ya ngajarin lo ngomong kaya tadi. Lagian sejak kapan adik gue bisa ngomong kasar kaya gini? Kata mati itu gaboleh lo ucapin asal kaya gitu"

"Lo ngebentak gue, kak? Lo ngebelain anak baru penyakitan itu? Lagian apa yang gue bilang fakta kan? Anak baru itu emang bisanya nyusahin semua orang"

"Dia punya nama, Vin. Berhenti manggil dia anak baru penyakitan. Dia punya nama, namanya Diaz"

"Persetan dia mau punya nama atau engga. Lagian lo ngapain belain dia terus sih? Bukannya lo sama bencinya sama gue? Tapi kenapa sekarang lo malah care gini? Dikasih apaan lo sama anak baru itu?" Teriak Davin kecewa bukan main. Ia hanya tidak ingin jika atensi kakaknya teralihkan karena anak baru itu.

Danial memejamkan matanya pelan, andai saja ia bisa jujur pada Davin, mungkin ia sudah mengatakan jika Diaz adalah adik kandungnya. Tapi sayang, semua bahkan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Konsekuensinya terlalu berat jika ia berkata jujur saat ini.

"Kita pulang ya. Gue lagi gamau berdebat sama lo, badan gue juga capek banget sekarang" ujar Danial pada akhirnya.

"Yaudah sini gue bantuin ya" balas Davin sebelum akhirnya memahpah Danial menuju lantai dasar.

***

Sedangkan disisi lain, kini sosok Reksa tengah berada dalam ruangan dimana putranya sedang dirawat. Tangannya bahkan terlihat menggenggam erat tangan pucat milik putranya. Air matanya jatuh tanpa bisa ia cegah lagi, rasanya sangat menyakitkan jika harus melihat putra kesayangannya berada dalam keadaan kritis.

"Dii, kamu janji sama ayah kalau kamu bakal jaga diri. Tapi kenapa kamu bohong?"

"Kamu nyuruh ayah jemput kamu disekolah, tapi ini dirumah sakit Dii"

"Seharusnya ayah gausah ijinin kamu waktu itu. Seharusnya ayah ga kemakan rayuan kamu, dan semua ini pasti gabakal terjadii. Ini salah ayah, Diii"

"Diazz, kamu sayang ayah kan? Kamu udah janji bakalan sembuh, kamu udah janji bakal selalu ada buat ayah, kamu juga udah janji gabakal ninggalin ayah barang sedetik sekalipun. Jadi apa boleh ayah minta kamu jangan ingkar janji lagi?"

"Ayah cuma punya kamu, Dii. Tanpa kamu ayah bahkan gatau bisa hidup atau engga. Cuma kamu penyemangat ayah. Jadi ayah mohon, seenggaknya kalau bukan buat diri kamu sendiri, bertahan demi ayah Dii"

"Diazz sayang, kalau masih cape gapapa tidur aja dulu, tapi jangan lama - lama ya. Ayah nungguin kamu disini" lirih Reksa sebelum akhirnya mengecup pelan puncak kepala Diaz.

"Ayah percaya sama kamu. Anak ayah anak yang kuat"

TBC

00.00Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang