Diaz merebahkan tubuh lelahnya pada kasur empuk kesayangannya. Matanya ia pejamkan sejenak sebelum akhirnya memilih untuk membuka layar ponselnya. Diaz terkekeh, tepat setelah netranya melihat pesan yang sengaja ia abaikan sedari tadi. Diaz yakin, jika saat ini sosok tersebut pasti tengah mengumpatinya dengan kata - kata kasar.
"Udah tau gue ga minat, malah di paksa" ujarnya lengkap dengan kekehan kecilnya. Diaz melempar ponselnya asal sebelum akhirnya membawa langkah santainya menuju kamar mandi.
Tidak butuh waktu lama, karena saat ini sosok Diaz terlihat sudah rapi lengkap dengan baju kaos dan celana pendek ala Diaz.
Diaz membawa langkahnya menuju cermin lengkap dengan handuk yang saat ini ia gunakan untuk mengeringkan rambutnya yang basah.
Tampan, setidaknya satu kata tersebut sudah cukup mendeskripsikan bagaimana penampilan Diaz saat ini.
"Diazzzz" panggil Reksa dari balik pintu
"Masuk aja pa, ga di kuncii"
"Sok - sok an pernah ngunci kamar aja kamu"
"Elahhh, basa - basi doang pa" balas Diaz yang hanya dibalas dengusan pelan oleh Reksa.
"Kenapa?" Tanya Diaz selanjutnya
"Tadi Om Firman telfon"
"Om Firman siapa?"
"Dengerin dulu makannya, jangan main asal potong aja kamu!"
"Yaudah lanjut"
"Om Firman itu sekertaris baru papa, gantiin Om Danu buat sementara. Karena kamu kan tau kalau Om Danu lagi papa tugasin di luar kota, jadi untuk kerjaan papa disini sekarang bakal di handle sama Om Firman"
"Terus Om Firman ngapain nelfon ayah jam segini? Bukannya kantor udah tutup ya?"
"Ayah ada meeting dadakan sama klien, jadi gapapa kan kalau kamu ayah tinggal sendiri dirumah?"
"Gapapa, asal pulangnya ayah harus beliin Diaz oleh - oleh"
"Iyaaaa, nanti ayah pulangnya ayah beliin martabak manis kesukaan kamu"
"Siap laksanakan komandan"
"Kalau ada apa - apa langsung telfon ayah ya. Ayah berangkat dulu"
"Iyaa pasti, hati - hati dijalan yah. Kabarin kalau udah sampai"
"Iyaa" balas Reksa seraya mengusak lembut rambut putranya. Diaz tersenyum sebelum akhirnya melambaikan tangannya kearah Reksa.
***
Waktu berjalan begitu cepat, karena saat ini Diaz terlihat sudah rapi lengkap dengan seragam sekolah miliknya. Dua kancing paling atas sengaja ia lepas serta dasi yang saat ini terlihat melingkar apik di kepalanya. Sejujurnya inilah style Diaz yang sebenarnya. Diaz bukanlah siswa teladan dengan segudang prestasi, penampilannya saat ini hanya kedok untuk menutupi jika sebelumnya ia adalah siswa berandal. Yang tentunya tidak jauh dari kata bolos dan tawuran.
"Males banget kalau harus pura - pura cupu, bukan gue banget" ujarnya seraya meniup poninya malas.
"Tapi gapapa Diaz, seenggaknya lo harus bisa jaga image baik lo demi papa. Inget lo udah janji kalau lo bakal jadi siswa teladan disekolah baru lo" tegasnya meyakinkan diri sendiri.
Diaz membawa langkahnya keluar dari kamar, tas selempang yang pastinya hanya berisi satu buku tulis dan pulpen terlihat melingkar di lengan kirinya.
"Pagi yah" sapa Diaz tepat setelah sosok tersebut sampai di meja makan. Bahkan tanpa disuruh, laki - laki tersebut langsung menyerobot roti dengan selai kacang yang berada diatas meja. Yang tentunya memang sengaja disiapkan untuk Diaz."Pelan - pelan makannya"
"Laperrrr yah"
"Perasaan setau ayah fungsi dasi bukan buat dikepala deh, tapi kenapa malah kamu pake di kepala? Kamu pusing? Kalau pusing sini ayah tembelin salon pas koyo cabe" sindir Reksa yang sukses membuat Diaz menghela nafas pelan.
"Ayah mah gitu, iyaa nantii dasinya pasti Diaz pake kok"
"Bajunya juga, jangan lupa di kancing. Lagian ga bakal ada yang tertarik sama dada modelan kadal kaya kamu" lanjut Reksa yang lagi - lagi sukses membuat mood Diaz hancur.
"Kalau ayah lupa, orang yang baru aja ayah katain mirip kadal itu anak ayah sendirii"
"Kan baru mirip, belum juga ayah katain kadal beneran kan?"
"Coba aja yang ngomong gitu bukan ayah, udah di pastiin—"
"Pastiin apa?"
"Diaz buang ke sungai amazon, biar sekalian dimakan sama kadal - kadal beserta kawan - kawannya"
"Kamu tau ga?"
"Hm?"
"Sebelum rencana kamu itu berhasil, ayah bisa pastiin kalau kamu yang pertama kali ayah buang kesana!"
"Sabarrr Diazz sabar, inget dia bokap lo" ujar Diaz seraya mengelus dadanya pelan.
"Buruan habisin sarapannya, habis ini ayah anter"
"Diaz mau bawa motor sendiri boleh?" Ujar Diaz yang sukses membuat Reksa berpikir keras seraya menatap tidak percaya kearah Diaz.
"Diaz janji deh habis pulang sekolah Diaz langsung pulang. Ga bakal nongkrong, balapan liar bahkan tawuran lagi. Diaz kan udah janji bakal jadi anak baik mulai sekarang. Jadi ayolah yah, ijinin yaaa" ujar Diaz lengkap dengan muka melasnya.
"Tapi kamu udah tau kan konsekuensi kalau kamu berani ngelanggar satu aja larangan ayah?"
"Ayah bakal kirim aku ke London, udah basi pa. Kuping aku sampe capek dengernya" ujar Diaz malas
"Ayah bakal ijinin kamu bawa motor lagi, bahkan fasilitas kamu juga bisa aja ayah kembaliin. Asal satu, kamu ga akan langgar satupun larangan yang ayah buat"
"Iya ayahh, Diaz ga akan langgar"
"Kuncinya ada di laci depan, hati - hati bawa motornya. Langsung kabarin kalau ada apa - apa"
"Berarti Diaz boleh bawa motor? Ini serius? Ayah ga lagi boongin Diaz kan?"
"Udah jam 7, buruan berangkat sebelum ayah berubah pikiran"
"Ehhh iya iya. Yaudah kalau gitu Diaz berangkat ya yahh, makasii ayahku yang paling baik seduniaaaaaaaaaaaaa" balas Diaz lengkap dengan nada sumringahnya.
"Kalau ada maunya aja ngomongnya manis" sindirr Reksa, tapi disisi lain ia juga merasa bahagia melihat tawa lepas dari putranya.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
00.00
Teen Fiction00.00 Orang lain bisa menyebutnya sebagai awal, tapi tak sedikit pula yang menyebutnya sebagai akhir. Diaz, laki - laki humoris yang tidak sengaja bertemu dengan laki - laki sedingin Danial. Mereka tidak ada hubungan apapun dan mereka bahkan tidak...